PEKANBARU, LIPO - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung memberikan respons terkait isi surat dakwaan terdakwa eks Bupati Kuansing Mursini yang menyatakan pernah memberikan uang Rp 650 juta kepada orang yang mengaku sebagai pegawai lembaga antirasuah tersebut.
Isi dakwaan tersebut dibacakan jaksa dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau dalam perkara korupsi pada enam kegiatan makan minum di Sekretariat Daerah (Sekda) Kabupaten Kuansing senilai Rp 13,3 miliar lebih pada tahun anggaran 2017. Dakwaan tersebut dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru, Riau, Rabu (1/9/2021).
Dalam dakwaan perkara Bupati Kuansing disebutkan adanya pemberian sejumlah uang dari terdakwa kepada pihak yang mengaku sebagai pegawai KPK.
"Meskipun peristiwanya pada 2017 lampau, kami tetap mendorong pihak terdakwa bisa membantu kami menelusuri pihak dimaksud, apakah benar merupakan pegawai KPK atau bukan," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, dalam keterangannya yang diterima Liputanoke.com, Rabu (1/9/2021).
Hal ini penting bagi kami untuk memastikan tegaknya profesionalitas KPK dalam melaksanakan tugas pemberantasan korupsi.
Di lain sisi, kami tak bosan mengingatkan seluruh masyarakat, termasuk para pihak yang sedang berperkara di KPK, untuk selalu waspada dan hati-hati kepada oknum yang mengaku sebagai pegawai KPK dan melakukan tindakan pemerasan.
"Hal ini sudah sering terjadi dan telah memakan banyak korban. Beberapa pelakunya pun sudah berhasil ditangkap," ujarnya.
Bila menemui atau mengetahui adanya kejadian serupa, kami minta untuk segera lapor ke KPK melalui call center 198 atau melaporkannya kepada aparat penegak hukum setempat.
Sebelumnya, Liputanoke.com sudah merilis berita persidangan. Sidang perdana yang dijalani mantan Bupati Kuansing, Mursini, di pengadilan tipikor, Rabu (01/09/21), menjadi perhatian publik. Pasalnya, dari dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU), sejumlah nama disebut-sebut menerima percikan 'pulus' dalam pusaran perkara dugaan korupsi 6 kegiatan di Sekretariat Daerah Kabupaten (Setdakab) Kuansing, senilai Rp13,3 miliar, yang bersumber dari APBD Kabupaten Kuansing 2017.
Tidak hanya menyebut nama mantan Anggota Dewan Kuansing, seperti Andi Putra, Musliadi, dan Rosi Atali, tapi juga menyebut ada yang mengaku sebagai pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI.
Dalam dakwaan yang dibacakan secara bergantian oleh Jaksa Rudi Heryanto, SH.,MH, Jaksa Riski Ramahtullah, SH.,MH, Jaksa Hendri, SH.,MH, Jaksa Imam Hidayat, SH.,MH, nama Andi Putra disebut menerima Rp. 90 Jt, Tim Badan Anggaran DPRD Kabupaten Kuantan Singingi disebut menerima Rp. 500 Jt melalui saksi Musliadi, dan kepada Rosi Atali disebut diserahkan Rp. 150 Jt. Sementara yang mengaku sebagai pegawai KPK RI disebut menerima pecahan dollar dalam dua tahap, bila dirupiahkan senilai 650 jt.
Terdakwa Mursini juga disebut menerima uang sebesar Rp. 150 Jt. Dengan rincian Rp. 100 Jt dalam bentuk mata uang Ringgit Malaysia, dan sebesar Rp. 50 Jt dalam bentuk mata uang rupiah,
JPU menilai terdakwa telah menyuruh melakukan atau turut serta melakukan, beberapa perbuatan yang ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, secara melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Sehingga terdakwa telah melawan hukum sebagaimana diatur dalam undang-undang dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Dari surat dakwaan tersebut, bahwa perbuatan terdakwa selaku Bupati/Kepala Daerah mengintervensi pengelolaan keuangan daerah dengan cara meminta sejumlah uang yang berasal dari keuangan daerah untuk kepentingan pribadi terdakwa baik kepada saksi Muharlius maupun saksi M. Saleh, telah memperkaya diri terdakwa.
Perbuatan terdakwa tersebut telah bertentangan dengan Pasal 4 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 21 tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Atas perbuatan Terdakwa Mursini sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999.
Dari dakwaan yang dibacakan Jaksa, Mursini tidak mengajukan eksepsi dan menerima semua isi dakwaan. Sidang dilanjutkan Rabu depan (08/09/2021) dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.
Dalam kasus ini, lima orang yang menjadi tersangka dalam kasus ini dan telah divonis oleh Hakim Tipikor Pekanbaru, Mereka adalah mantan Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah Kabupaten Kuansing, Muharlius. Kemudian M Saleh, mantan Kepala Bagian (Kabag) Umum Setdakab Kuansing yang juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada 6 kegiatan itu.
Berikutnya, mantan Bendahara Pengeluaran Rutin Setdakab Kuansing, Verdi Ananta, mantan Kasubbag Kepegawaian yang menjabat Pejabat Pelaksanaan Teknis Kegiatan (PPTK) Hetty Herlina dan Yuhendrizal, mantan Kasubbag Tata Usaha Setdakab Kuansing sekaligus PPTK kegiatan rutin makanan dan minuman 2017. (*2)