PEKANBARU, LIPO - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengumpulkan alat bukti terkait kasus dugaan suap yang menjerat Bupati Kuansing, Andi Putra.
Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK, Ali Fikri, menyampaikan, dari empat lokasi yang digeledah KPK semenjak Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dimulai pada, Senin (18/10/2021), dan selesai dilakukan pada Jumat (22/10/2021), KPK mengamankan sejumlah dokumen yang berkaitan erat dengan perpanjangan izin HGU PT. AA.
"Selanjutnya berbagai bukti ini akan segera diteliti untuk memastikan keterkaitannya dengan perkara. Kemudian dilakukan penyitaan guna melengkapi berkas perkara tersangka AP dan kawan-kawan," jelas Ali Fikri.
Ali Fikri menjelaskan, penggeledahan dilakukan di Kantor Bupati Kuantan Singingi, Kantor Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja Kabupaten Kuansing, Kantor Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kabupaten Kuansing, dan rumah kediaman pribadi Andi Putra.
"Dari empat lokasi itu, tim KPK menemukan sejumlah dokuman yang diduga terkait rekomendasi dan persetujuan Andi Putra untuk perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari (PT AA)," kata Ali Fikri.
Saat ini Bupati Kuansing, Andi Putra, ditahan di Rutan KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Sebelumnya, Andi Putra dan sejumlah pihak diamankan KPK terkait dugaan suap kasus perpanjangan izin HGU perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan.
Setelah melakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan di Mapolda Riau, KPK menetapkan dua orang sebagai tersangka, yakni Bupati Kuansing (AP) dan pihak swasta dari General Manager PT AA (SDR). Keduanya ditetapkan sebagai tersangka setelah mendapatkan alat bukti yang cukup.
"Kita mengumumkan untuk dua orang tersangka, yang pertama AP, Bupati Kuantan Singingi untuk periode 2021-2026, kemudian SDR, swasta, adalah general manager PT AA," kata Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar, di KPK, Jakarta Selatan, Selasa (19/10/2021).
Sejauh ini KPK telah melakukan pemeriksaan terhadap 8 orang baik dari pihak pemerintahan, maupun pihak swasta terkait OTT tersebut. Delapan orang yang diperiksa KPK terkait OTT ini adalah Bupati Kuansing (AP), Ajudan Bupati (HK), Staff Umum Persuratan Bupati (AM), Supir Bupati (DI), General Manager PT AA (SDR), Senior Manager PT AA (PN), Supir PT AA (YD), Supir (JG).
Disebutkan Lili Pintauli Siregar dalam siaran pers, kasus ini terungkap bermula dari pengaduan masyarakat. Disebutkan KPK memperoleh informasi bahwa SDR pada 18 Oktober 2021 diduga telah membawa sejumlah uang yang diduga akan diserahkan kepada AP atau yang mewakili. Uang tersebut diduga juga telah diantar ke rumah AP. Sekitar 15 menit kemudian SDR dan PA keluar dari rumah pribadi AP. Lalu, KPK langsung mengamankan SDR, PN, YD, dan JG di Kuansing.
"Uang itu diduga masuk ke rumah pribadi AP di Kuansing," jelas Lili.
Diceritakan Lili Pintauli Siregar, setelah memastikan adanya dugaan pemberian uang ke AP, KPK berupaya mengamankan AP. Namun pada saat itu AP tidak bereda di tempat, dan diketahui berada di Pekanbaru. Lalu Tim KPK mendatangi rumah pribadi AP di Pekanbaru, akan tetapi KPK tidak menemukan AP. Kemudian KPK menghubungi pihak keluarga AP untuk menghubungi AP untuk menemui Tim KPK di Mapolda Riau. Akhirnya AP, HK, HM, dan DI mendatangi Polda Riau menemui KPK dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan.
Dalam kegiatan OTT ini KPK menemukan bukti petunjuk penyerahan uang sebesar 500 jt, uang tunai Rp 80,9 juta, dan mata uang asing SGD1.680, beserta perangkat seluler Iphone XR.
Atas perbuatannya tersebut, Tersangka SDR selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan AP selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (*2)