KPK Periksa 12 Bendahara Pemkab Meranti Terkait Kasus 3 Tersangka

Kamis, 11 Mei 2023 | 14:14:50 WIB
Ilustrasi/F: int

 

LIPO - Penyidikan kasus yang melibatkan Bupati Kepulauan Meranti nonaktif, Muhammad Adil dan 2 orang lainnya terus bergulir di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI. 

Pada Kamis (11/05/23), KPK memeriksa 12 orang bendahara dinas dan 1 pihak swasta di Kantor Polres Kabupaten Kepulauan Meranti Jalan Perumbi Alai Kelurahan Insit, Kecamatan Tebing Tinggi Barat. 

Pemeriksaan ini terkait kasus dugaan korupsi, gratifikasi dan suap, yaitu dugaan korupsi pemotongan anggaran di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), gratifikasi pengadaan jasa umroh dan suap auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Riau.

Kepala Bidang Pemberitaan KPK, Ali Fikri mengatakan, keterangan para saksi akan dituangkan dalam berkas perkara M Adil, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti, Fitria Nengsih dan M Fahmi Aressa selaku Pemeriksa Muda BPK Perwakilan Riau.

"Hari ini, pemeriksaan saksi TPK dugaan tipikor pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara atau yang mewakilinya tahun anggaran 2022 sampai 2023 dan TPK penerimaan fee jasa travel umroh dan dugaan korupsi pemberian suap pengkondisian pemeriksaan keuangan tahun 2022 di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti. Untuk tersangka MA dan kawan-kawan," kata Ali Fikri.

Ali Fikri menjelaskan 13 orang saksi itu adalah Harlis Susanto selaku Bendahara Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemkab Kepulauan Meranti, Liza Kumalasari selaku Bendahara Dinas Kesehatan Pemkab Kepulauan Meranti, Cecep Pranata selaku Bendahara UPT Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Kepulauan Meranti.

Adi Putra selaku Bendahara Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Pemkab Kepulauan Meranti, Adi Santoso selaku Bendahara Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Pemkab Kepulauan Meranti, Dewi Safitri selaku Bendahara Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, Pertanahan dan Lingkungan Hidup Pemkab Kepulauan Meranti.

Kemudian, Syafizal Johan selaku Bendahara Badan Penanggulangan Bencana Daerah Pemkab Kepulauan Meranti, T. Reni Yulianti selaku Bendahara Satuan Polisi Pamong Praja dan Pemadam Kebakaran Pemkab Kepulauan Meranti, Eka Faradila Shinta selaku Bendahara Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Pemkab Kepulauan Meranti.

Fitri Royani selaku Bendahara Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Pemkab Kepulauan Meranti, Titin Mudrikah selaku Bendahara Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemkab Kepulauan Meranti, Dian Anggarena selaku Bendahara Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Pemkab Kepulauan Meranti dan Endang Afrina dari swasta.

Sebelumnya, KPK melakukan giat operasi tangkap tangan (OTT) di tiga wilayah, salah satunya di daerah Meranti. Hasil dari OTT itu, KPK menetapkan M Adil, Fitria Nengsih dan M Fahmi Aressa sebagai tersangka dan langsung ditahan. 

M Adil dan Fitria Nengsih ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK pada gedung Merah Putih dan M Fahmi Aressa ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur. Masa penahanan tersangka juga sudah diperpanjang.

Ali Fikri menyebut, M Adil diduga memerintahkan para kepala SKPD untuk melakukan setoran uang yang sumber anggarannya dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GU).

"Masing-masing SKPD kemudian dikondisikan seolah-olah adalah utang pada MA. Besaran pemotongan UP dan GU ditentukan MA dengan kisaran 5 % sampai dengan 10 % untuk setiap SKDP," jelas Ali Fikri.

Selanjutnya setoran UP dan GU dalam bentuk uang tunai disetorkan kepada pada Fitria Nengsih yang menjabat Kepala BPKAD Kepulauan Meranti, sekaligus orang kepercayaan M Adil.

"Setelah terkumpul, uang-uang setoran tersebut kemudian diduga digunakan untuk kepentingan MA diantaranya sebagai dana operasional kegiatan safari politik rencana pencalonan MA untuk maju dalam Pemilihan Gubernur Riau di tahun 2024," ungkap Ali Fikri.

M Adil juga diduga menerima gratifikasi sebesar Rp1,4 miliar dari PT Tanur Muthmainnah (TM) yang bergerak di bidang travel perjalanan umroh pada Desember 2022. Uang itu diterima M Adil melalui Fitria Nengsih yang juga menjabat Kepala Cabang PT TM untuk proyek pemberangkatan umrah bagi para Takmir Masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.

Sementara di kasus dugaan suap, M Adil berupaya agar proses pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti tahun 2022 mendapatkan predikat baik sehingga nantinya memperoleh Wajar Tanpa Pengecualian. 

"MA bersama-sama FN memberikan uang sekitar Rp1,1 miliar pada MFH selaku Ketua Tim Pemeriksa BPK Perwakilan Riau," ungkap Ali Fikri.

Dari hasil penyidikan sementara, M Adil diduga menerima uang sekitar Rp 26, 1 miliar. Uang itu berasal dari berbagai pihak, dan terus didalami oleh KPK.

Akibat perbuatan itu, M Adil dijerat pasal berlapis, yakni diduga sebagai penerima suap melanggar Pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagai pemberi suap, M Adil melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Fitria Nengsih yang diduga sebagai pemberi suap melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

M Fahmi Aressa yang diduga sebagai penerima suap melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (*1) 



Terkini