Desakan Munaslub Golkar Kian Menguat, Pengamat: Situasi Pilpres Tak Untungkan Airlangga, Golkar Butuh Evaluasi

Kamis, 13 Juli 2023 | 19:28:11 WIB
Airlangga Hartarto/rol

LIPO - Nasib Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto kembali digoyang internal partai. Pasalnya sikap Golkar yang tidak jelas saat mendekati Pilpres 2024 ini dinilai sangat merugikan Golkar sebagai partai tertua dan dengan perolehan suara yang besar. Desakan untuk mencopot Airlangga melalui Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) kembali bergulir.

Politisi senior Golkar yang menyebut dirinya sebagai pendiri Golkar, dikawal oleh Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Sentral Organisasi Karyawan Swadiri (Soksi) Lawrence TP Siburian, Anggota Dewan Pakar Golkar Ridwan Hisjam, dan politikus senior Golkar Zainal Bintang, serta 10 kader Golkar lain.

Bahkan mereka menyebutkan peluang koalisi Golkar hanya Partai Amanat Nasional (PAN) dan diprediksi Golkar akan tumbang. Menyelamatkan Golkar dari kekalahan inilah yang menjadi landasan mereka untuk mendesak agar Airlangga segera dilengserkan. Apakah Airlangga akan lengser dengan mudah?

Menurut pengamat politik Efriza dari Citra Institute kepada liputanoke.com mengatakan bahwa posisi Airlangga dalam kontestasi Pilpres 2024 tidak menguntungkan.

"Munaslub bukanlah forum tertinggi, yang resmi itu pengakuan Airlangga. Bagi Airlangga yang ada adalah evaluasi terhadap dirinya capres karena potensinya saat ini adalah perjuangan dirinya untuk cawapres, meski keduanya capres atau cawapres diyakini terjal dan amat sulit. Munaslub memungkinkan terjadi, jika Airlangga tak bisa menjinakkan desakan, dari dewan pakar, dari SOKSI, dan seniornya," ungkapnya, Kamis (13/7/2023).

Efriza juga menyebut ada dua nama yang sedang menguat yakni Luhut Binsar Panjaitan (LBP) dan Bambang Soesatyo (Bamsoet). Ini artinya potensi terjadinya munaslub tak bisa diabaikan, juga dengan pernyataan Airlangga harap bersabar yang ingin jadi Ketua Umum di 2024 nanti, semakin menunjukkan isu ini rawan ditunggangi oleh aktor oknum tertentu.

"Bukan sekadar evaluasi terhadap Airlangga nantinya tapi berpotensi, konflik kembali Golkar, seperti di 2014 kemarin. Sebab, amat berat, desakan munaslub di Golkar, karena Golkar banyak faksi. Sedangkan kinerja Airlangga di Golkar juga terlihat tak memikat," urainya.

Tak hanya dinilai lamban dalam lobi politik, Efriza juga melihat kinerja Airlangga tak memikat, sebab nama dirinya tak bisa merangkak naik di elektabilitas, sejak diusulkan sebagai capres. Artinya memang Golkar dibawah komando Airlangga, hanya standar saja.

"Airlangga bukan saja kurang agresif tapi tak punya pengaruh kuat, seperti KIB saja diabaikan oleh PPP, bahkan ajakan koalisi keempat oleh Airlangga dan Golkar, dianggap angin lalu oleh Zulkifli Hasan, PAN," kritiknya.

Untuk posisi Partai Beringin ini diprediksi Efriza akan terus bergejolak di tahun-tahun politik ini. Sehingga Golkar kemungkinannya akan goyah. Jika faksi Golkar sudah ada yang beriak. Saat ini belum ada yang memegang komando untuk terjadinya Munaslub. Tetapi nama-nama calon ketua umum sudah mulai beredar, ini menunjukkan akan ada yang menunggangi.

"Tinggal Airlangga mencoba untuk menyatukan kembali dari berbagai faksi. Ia harus menunjukkan agresifnya untuk membentuk koalisi keempat maupun namanya mengapung di Pilpres 2024 sebagai cawapresnya Prabowo," ungkap dosen Ilmu Politik ini.

Ia juga melihat kelemahan Airlangga yang dianggap kurang menjual dibanding politisi lain. Padahal Airlangga dinilai memiliki jabatan srategis namun masih kalah saing dengan kandidat lain yang lebih menjual.

Melihat saat ini, amat miris, Golkar berada di posisi peringkat ketiga, partai lama, punya Koalisi KIB, Airlangga pun menteri Koordinator ekonomi tetapi nyatanya nama Airlangga kalah saing misalnya dengan nama-nama di luar partai yang terlihat tak minat ikut capres seperti Andika Perkasa, Yenny Wahid, Khofifah, bahkan ia kalah pamor dengan Ridwan Kamil kader baru partainya maupun dengan Dedi Mulyadi yang kadernya di DPR.

"Golkar wajar beriak, meminta Munaslub. Sebab, nama Airlangga Hartarto sudah tidak dapat mengapungkan dirinya dalam papan atas capres dan cawapres. Ia juga tidak terlihat agresif dalam membangun koalisi, maupun koalisi KIB yang dimotorinya malah gagal total karena bubar padahal sudah melakukan kontrak politik koalisi," jelasnya.

Potensi Golkar akan terbelah lagi dalam konflik internal amat memungkinkan, fenomena 2014 lalu bisa dijadikan pelajaran. Mereka (kader/senior) mengkhawatirkan Golkar yang tidak bisa bertaji, dalam menuju Pemilu 2024 ini, di eranya Airlangga terlihat sekali Golkar seperti layaknya partai "biasa saja" tak dianggap partai besar maupun partai lama yang sarat pengalaman dan berkuasa di era orde baru maupun awal reformasi.

Ini tentunya membuat miris, jadi awalnya yang hanya ingin mencabut amanat sebagai capres Airlangga Hartarto bisa jadi malah sebaliknya mencopot Airlangga dari capres sekaligus ketua umum dengan alasan menyelamatkan wajah Golkar, meski tak menutup kemungkinan ada yang akan mendapatkan keuntungan dari kisruh ini karena terbukanya kesempatan tersebut.

'Meski begitu semestinya tidak perlu sampai Munaslub, evaluasi Golkar saja, jika dianggap layak dibutuhkan. Sebab Pilpres 2024 sudah di depan mata, jangan sampai malah kisruh dan konflik internal Golkar kembali terjadi," pungkasnya.*16

 

 

 

Tags

Terkini