LIPO - Komisi III DPRD Provinsi Riau melakukan inspeksi mendalam (sidak) ke Hotel Aryaduta Pekanbaru pada Senin, 24 Desember 2024.
Sidak ini bertujuan untuk mengevaluasi kondisi pengelolaan dan kinerja hotel bintang empat tersebut menjelang berakhirnya masa kontrak kerjasama dengan Lippo Karawaci pada Februari 2026.
Dalam sidak tersebut, DPRD menemukan fakta mengejutkan. Meskipun tingkat hunian hotel mencapai 75 persen dengan pendapatan bulanan sekitar Rp 2,5 miliar, keuntungan bersih yang didapat hanya sekitar Rp 600 juta per bulan, sementara biaya operasional tercatat mencapai Rp 2 miliar per bulan. Total pendapatan tahunan hotel ini mencapai Rp 7,2 miliar, namun kontribusi yang diterima pemerintah daerah hanya Rp 200 juta per tahun.
Ketua Komisi III DPRD Riau, Edy Basri, mengungkapkan keprihatinannya terhadap rendahnya kontribusi tersebut. "Hotel ini menghasilkan Rp 7,2 miliar per tahun, tapi pemerintah hanya mendapat Rp 200 juta. Ini sangat tidak sebanding," ujarnya. Rabu 25 Desember 2024.
Lebih lanjut, Edy Basri menjelaskan bahwa pengelolaan Hotel Aryaduta sebelumnya dikelola oleh PT SPR dan kini dialihkan ke biro perekonomian pemerintah Provinsi Riau. Evaluasi terhadap pengelolaan ini sangat penting, terutama menjelang berakhirnya kontrak BOT (Build, Operate, Transfer) dengan Lippo Karawaci pada Februari 2026.
"Setelah kontrak BOT berakhir pada Februari 2026, pengelolaan hotel harus segera dialihkan kepada pihak baru. Kami khawatir jika tidak dipersiapkan dengan baik, aset-aset hotel yang ada bisa rusak," tambah Edy Basri.
Dalam sidak tersebut, DPRD juga menemukan sejumlah masalah pemeliharaan fasilitas hotel. Salah satunya adalah AC yang tidak berfungsi dengan baik, yang dikhawatirkan akan merusak aset hotel saat pengalihan pengelolaan dilakukan. "Jika dibiarkan, aset hotel bisa menjadi tidak layak pakai, dan ini akan merugikan pemerintah daerah," tegasnya.
Selain itu, DPRD Riau menemukan adanya pembangunan ballroom hotel yang tidak tercantum dalam kontrak dengan Pemprov Riau. Edy Basri menegaskan bahwa pembangunan ballroom seharusnya menjadi bagian dari perencanaan yang lebih jelas, baik itu melalui APBD atau sebagai peningkatan fasilitas kamar hotel.
"Kami ingin pembangunan ballroom ini jelas peruntukannya, apakah masuk dalam APBD atau digunakan untuk fasilitas lain. Kami juga mempertanyakan alokasi dana yang didapat dari penggunaan ballroom ini," kata Edy Basri.
Komisi III DPRD Riau mendesak agar transparansi dan akuntabilitas pengelolaan hotel Aryaduta dapat lebih ditingkatkan. Dengan demikian, hasil dari pengelolaan ini dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat dan pemerintah daerah.
Edy Basri menambahkan, pihaknya akan terus memantau perkembangan pengelolaan hotel ini untuk memastikan tidak ada aset yang rusak selama proses alih kelola. "Kami akan terus mengawasi pengelolaan ini agar tidak merugikan daerah dan masyarakat," tutupnya.(****)