PEKANBARU, LIPO - Gubernur Riau, Abdul Wahid, menyebutkan, belum ada rencana pemotongan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau. Hal itu disampaikan Abdul Wahid menjawab soal isu seakan-akan pemotongan TPP tersebut sudah diputuskan.
"Sejauh ini belum ada kebijakan pemotongan TPP tersebut diambil, pekan lalu saat rapat koordinasi dengan seluruh OPD, saya perintahkan untuk tidak ada yang belanja, saya bentuk tim untuk memverifikasi anggaran OPD yang kebutuhannya sangat darurat saja," jelas Wahid, di sela-sela memberikan santunan kepada 1000 anak yatim di Mall SKA, pada selasa (18/3/25).
"Jika ada OPD yang tetap mau melaksanakan kegiatan, saya kasi pilihan, boleh dilaksanakan, tapi TPP dipotong" lanjut Wahid lagi.
Pada kesempatan itu Wahid juga menjelaskan, bahwa pernyataannya saat rembug RPJMD beberapa waktu lalu itu dalam konteks menjelaskan kondisi keuangan dan alternatif yang akan ditempuh untuk mengatasinya. Ia hanya ingin menyampaikan pesan bahwa ini kondisi masa lalu, tata kelola pemerintahan yang tidak sesuai alur dan patut, berdampak kepada kondisi keuangan daerah pada saat ini.
"Harus ada tanggung jawab kita bersama-sama untuk memperbaiki keadaan, di bawah kepemimpinan saya, seluruh pegawai dan OPD harus bekerja berorientasi kemajuan daerah, bukan proyek, kalau begini kondisinya, masyarakat yang rugi, program pembangunan tidak jalan," tegas Wahid.
Terkait adanya penolakan dari kalangan pegawai yang keberatan bila TPP dipotong, Wahid juga memahami kondisi pegawai yang dipimpinnya.
"Saya mengerti sekali kondisi pegawai kita yang mungkin SK nya banyak disekolahkan ke bank, bergantung dengan TPP untuk mencukupi kebutuhan. Walaupun kebijakan pemotongan TPP diambil, itu adalah langkah terakhir. Kita masih ada solusi-solusi untuk menyelesaikan semua hutang tahun ini, 2026 semoga kondisinya stabil dan program jalan," tutup Wahid.
Sebelumnya, mencuatnya isu kebijakan Gubernur Riau bakal memangkas Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau. Isu ini semakin liar dan mendapat respon bberagam, terutama di kalangan ASN. Bahkan ada yang bereaksi keras terhadap isu rencana kebijakan tersebut.
Wacana pemotongan TPP tersebut bermula dari statement Gubernur Riau saat rembug rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) di Gedung Daerah Balai Serindit beberapa waktu.
Abdul Wahid pada kesempatan itu mengaku pusing tujuh keliling melihat kondisi tata kelola pemerintahan dan keuangan, potensi defisit ditambah tunda bayar dan tunda salur tahun 2024 yang menjadi beban APBD 2025 sebesar 3.5 Triliun.
Abdul Wahid juga menyatakan atas kondisi itu ia bekerja secara ekstra, memetakan masalah, menggelar rapat dengan OPD dan TAPD untuk mengurai masalah dan merumuskan solusi.
"Selama masuk bertugas ini, lebih kurang 1 minggu ini saya tidur jam 3 pagi, kemudian pagi rapat lagi bersama OPD, saya ingin memetakan dan merumuskan solusi atas kondisi fiskal kita yang mengalami tunda bayar dan berpotensi defisit, lebih kurang 3,5 T totalnya, di 0 kan belanja 2025, masih 1 T lebih kekurangan," ungkap Wahid.
Pada kesempatan itu Gubernur Riau juga mengatakan akan mengambil beberapa kebijakan, diantaranya memangkas belanja OPD.
"Kita sudah tekan jauh dibawah standar Inpres No. 1 Tahun 2025 dan KMK 29 Tahun 2025, jika memungkinkan saya akan ambil kebijakan memotong TPP Pegawai, mengingat beban kerja tahun ini tidak ada," jelas Wahid pada momen rembug RPJMD beberapa waktu lalu itu.
Sebahagian tokoh dan masyarakat mendukung mengingat kondisi keuangan daerah yang dalam kondisi tidak baik, jika belanja OPD di nol kan, maka beban kerja berkurang, TPP dibayarkan karena ada beban kerja.
Sementara di kalangan ASN sendiri menolak keras, bahkan semakin liar dan masif isu ini digiring. Hal ini terjadi mengingat banyaknya kondisi pegawai yang bergantung dengan TPP, terutama mereka yang menggadaikan SK PNS ke bank dan lembaga keuangan lainnya untuk mengajukan pinjaman, hanya TPP yang dijadikan tambahan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan.*****