Kasus Sabu 24 Kg, Pemuda Asal Jawa Barat Ini Dituntut Pidana Mati

Selasa, 27 Mei 2025 | 20:39:43 WIB
Devi Ramadhan dituntut pidana mati/ost

PEKANBARU, LIPO - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru menuntut Seorang pemuda asal Bandung, Jawa Barat, Devi Ramadhan pidana mati dan  dinyatakan bersalah terlibat peredaran narkoba jenis sabu seberat 24 kilogram.

Hal itu terungkap pada sidang yang di Pengadilan Negeri (PN) Pakanbaru, Senin (26/5) kemarin. Adapun agenda sidang adalah pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Muhammad Azsmar Haliem di hadapan majelis hakim yang diketuai, Dedy.

Dalam tuntutannya, JPU menyatakan Devie terbukti bersalah melanggar Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) Undang-undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Hal itu sebagaimana dalam dakwaan primer Penuntut Umum.

"Tuntutan pidana mati," tegas JPU Azsmar, Selasa (27/6).

Atas tuntutan itu, terdakwa diberikan kesempatan untuk menyampaikan nota pembelaan. Adapun sidang dengan agenda pledoi dijadwalkan digelar pada 10 Juni 2025 mendatang.

"Agenda sidang berikutnya, pledoi," pungkas Kasubsi I Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru.

Diketahui, penangkapan Devie Ramadhan dilakukan oleh tim khusus dari Subdit III Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri pada 26 November 2024 di Jalan Parit Indah, Pekanbaru. Saat itu, ia sedang mengendarai mobil Mitsubishi Triton putih dengan nomor polisi B 9707 UBB.

Setelah dilakukan penggeledahan, polisi menemukan 24 bungkus plastik teh hijau berisi kristal putih yang diduga narkotika jenis sabu di bawah jok belakang mobil. Berdasarkan hasil pemeriksaan, Devie mengaku diperintah oleh seseorang yang dikenal melalui aplikasi Signal dengan akun 'BAPAKU' untuk mengambil narkotika di Pekanbaru dan mengantarkannya ke Bandar Lampung, Provinsi Lampung. Ia dijanjikan upah sebesar Rp6 juta per kilogram sabu yang dikirim.

Tak berhenti sampai di situ, pada 1 Desember 2024, polisi juga melakukan penggeledahan di rumah Devie Ramadhan di Bandung, Jawa Barat. Di sana, ditemukan uang tunai sebesar Rp514 juta dan sejumlah perhiasan yang diduga berasal dari hasil upah pengiriman narkotika.

Kasus ini menjadi perhatian publik karena besarnya barang bukti yang disita serta peran terdakwa sebagai kurir jaringan antarprovinsi.

"Perbuatan terdakwa bukan hanya merusak masa depannya sendiri, tapi juga mengancam generasi bangsa. Tuntutan pidana mati merupakan bentuk penegasan bahwa negara tidak akan mentolerir peredaran narkotika," tegas JPU Azsmar.(***)

Tags

Terkini