PEKANBARU, LIPO - Komisi IV DPRD Riau menyoroti rendahnya kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor galian C yang dikelola Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Riau. Meski potensi pendapatan dari sektor ini dinilai bisa mencapai puluhan miliar rupiah, namun realisasi PAD justru hanya sekitar Rp2 miliar.
Ketua Komisi IV DPRD Riau, Makmun Solihin, menyebut ada ketimpangan besar antara potensi dan realisasi penerimaan daerah dari kegiatan penambangan galian C.
Ia mengungkapkan bahwa dari hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dinas ESDM, angka PAD dari sektor ini sangat jauh dari harapan.
"Potensinya besar, apalagi mengingat Riau hanya mendapat 5 persen dari total pendapatan sektor ini, sedangkan kabupaten/kota memperoleh 20 persen. Tapi jika dikelola dan diawasi dengan baik, kita bisa mendapatkan puluhan miliar," kata Makmun, Jumat 11 Juli 2025.
Menurutnya, kebutuhan tanah timbun di Riau sangat tinggi, terutama untuk proyek infrastruktur seperti jalan tol dan kegiatan Pertamina Hulu Rokan (PHR). Bahkan, ia memperkirakan kebutuhan bisa mencapai jutaan kubik.
Namun ironisnya, lanjut Makmun, lemahnya pengawasan dan minimnya sumber daya di ESDM menjadi hambatan utama dalam memaksimalkan potensi tersebut. Ia juga menyinggung dugaan maraknya aktivitas penambangan ilegal yang luput dari pengawasan pemerintah.
"Di lapangan banyak aktivitas galian yang dilakukan tanpa izin. Saya lihat sendiri di Jalan Garuda Sakti, kendaraan pengangkut tanah timbun lalu lalang, dan tiba-tiba ada lokasi galian baru. Kapan mereka urus izinnya?" ucapnya.
Ia menegaskan perlunya kolaborasi lintas sektor, termasuk melibatkan aparat penegak hukum, untuk mengawasi dan menertibkan aktivitas galian C yang tidak sesuai prosedur.
"Kita butuh keberanian dan dukungan hukum dalam menertibkan ini. Jangan sampai ada perusahaan yang berlindung di balik izin pihak lain," tegas Ketua Fraksi PDI Perjuangan itu.
Sebagai langkah lanjutan, Komisi IV berencana memanggil perusahaan pengguna tanah timbun seperti PT Hutama Karya Infrastruktur (HKI) dan PHR guna mengklarifikasi asal-usul material yang mereka gunakan.
"Kami tidak ingin ada praktik manipulatif di balik proyek besar. Harus jelas sumber tanahnya, legalitasnya, dan kontribusinya untuk daerah," tutup Makmun.
Sorotan terkait galian C ilegal jni sebelumnya sudah menjadi atensi Kejaksaan Agung. Jaksa Agung Burhanuddin, dalam kesempatan kunjungannya ke daerah-daerah telah memerintahkan jajarannya di tingkat masing-masing untuk menertibkan tambang ilegal. Termasuk galian C. Menurutnya tambang ilegal sangat merugikan negara. Termasuk kerusakan lingkungan. ******