Ini Sosok Terlupakan di Balik Viralnya 'Aura Farming' Pacu Jalur di Riau

Selasa, 26 Agustus 2025 | 12:22:59 WIB
Dimas Eka Yuda/F: ist

PEKANBARU, LIPO - Di balik viralnya “Aura Farming” Pacu Jalur di Kabupaten Kuansing, Riau, ada banyak sosok yang terlupakan. Salah satunya adalah Dimas Eka Yuda, seorang konten kreator. 

Beberapa hari belakangan, banyak yang penasaran siapa dibalik viralnya aksi seorang bocah penari haluan atau “Togak Luan”, Rayyan Akhan Dikha. Para pemburu berita pun mulai mengulik. 

Dari beberapa sumber yang berhasil menjumpai Dimas, mengatakan, Dimas mengunggah video tersebut pertama kali di Facebook pada Mei 2025. Tanpa efek visual maupun musik tambahan, ia menampilkan suasana asli perlombaan, suara sorak penonton dan hembusan angin di tepian Narosa. Hingga Agustus 2025, video tersebut telah ditonton lebih dari 58 juta kali dan mendapatkan 1,6 juta likes.

Namun video itu kemudian diunggah ulang oleh akun luar negeri tanpa watermark dan disertai lagu Young, Black & Rich dari rapper Melly Mike. Dari sanalah, gerakan Dikha, menggulung tangan, mengibas, memberi cium tangan, lalu membentuk hati dengan jari kelingking, menjadi simbol baru selebrasi digital.

Puncaknya terjadi saat klub sepak bola Prancis, Paris Saint-Germain (PSG), mengunggah video pemain Achraf Hakimi yang menirukan gaya Dikha. Video tersebut ditonton lebih dari 110,5 juta kali di akun resmi PSG. Disusul selebrasi pembalap  Marc Marquez dan Alex Albon usai memenangkan perlombaan.

“Fenomena Aura Farming justru pertama kali viral di luar negeri, terutama Amerika Serikat. Baru setelah itu viral kembali di Indonesia," terang Dimas, Selasa (26/8/2025).

Dimas mengaku tak menyangka video dokumentasi tradisi lokal yang ia buat bisa menjadi tren global. Ia tidak mengambil keuntungan pribadi dan menyebut rezeki tersebut sepenuhnya untuk Dikha dan keluarganya. 

Bagi Dimas, hobby yang digelutinya mempunyai tantangan tersendiri, terutama saat pengambilan gambar. Tak jarang dirinya bersama tim nya harus mengesampingkan resiko demi hasil yang bagus untuk pecinta dunia digital. 

“Saya harus berendam di sungai selama lima jam, dari pukul 13.00 sampai 18.00 WIB. Kadang kamera tersiram air oleh penonton yang antusias di pinggir sungai,” tuturnya.

Meski begitu, Dimas tidak menganggapnya sebagai beban. Bagi dirinya dan para kreator lain, mendokumentasikan Pacu Jalur adalah bentuk kecintaan terhadap budaya daerah.

“Kami berharap ke depan, konten kreator budaya seperti kami lebih diperhatikan. Karena kami tidak sekadar membuat video, tapi juga ikut melestarikan budaya,” ucapnya. 

Setiap keputusan yang diambil tentu ada konsekuensi. Bagi Dimas, sebuah karya intelektual yang dihasilkan dan viral, ada kepuasan bathin tersendiri. Dan tentu tidak bisa diukur dengan materi. 

Setiap peristiwa tentu selalu saja ada yang diuntungkan. Kali ini, keberuntungan itu jatuh kepada Dhika si penari Togak Luan. Bukan tidak mungkin keberuntungan selanjutnya akan diraih seorang Dimas dan kawan-kawan. *****

 

 

Terkini