PEKANBARU, LIPO - Jaksa penuntut umum (JPU) pada Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru menuntut Abdul Karim, juru ukur di Kantor Pertanahan/BPN Inhu dengan tuntutan 4 tahun penjara.
Sementara itu, Zaizul, Lurah Pangkalan Kasai Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) dituntut 1 tahun 7 bulan penjara.
Kedua terdakwa dugaan korupsi penerbitan sertifikat hak milik (SHM) merugikan negara Rp1,7 miliar, dituntut berbeda oleh jaksa, Kamis (4/9/25) di Pengadilan Tipikor Pekanbaru.
Jaksa penuntut umum (JPU) Muhammad Fadil Abdil SH dalam amar tuntutannya menyatakan, kedua terdakwa bersalah melanggar Pasal 3 juncto pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambahkan dengan Undang – Undang 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang – Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
"Menuntut agar terdakwa Abdul Karim dihukum pidana penjara selama 4 tahun dan terdakwa Zaizul selama 1 tahun 6 bulan penjara,"kata jaksa.
Selain itu, kedua terdakwa juga dihukum membayar denda masing-masing sebesar Rp100 juta. Jika denda tidak dibayar, maka diganti dengan 3 bulan kurungan.
Atas tuntutan JPU itu, kuasa hukum terdakwa akan mengajukan pembelaan (pledoi). Majelis hakim yang dipimpin Jonson Parancis SH MH, menunda sidang pekan depan.
Dakwaan JPU menyebutkan, perbuatan korupsi yang dilakukan kedua terdakwa terjadi pada tahun 2015-2016 silam. Berawal ketika Martinis (almarhum) mengajukan pembuatan SHM tanah miliknya seluas seluas 23.073 M2 yang terletak di Kelurahan Pangkalan Kasai Kecamatan Siberida.
Atas permohonan itu, terdakwa Karim selaku Petugas Ukur tidak melakukan pemeriksaan peta pendaftaran atau peta dasar pendaftaran atau peta lainnya, pada lokasi yang dimohon secara keseluruhan pada bidang tanah yang dimohonkan.
Terdakwa mengetahui pada sekitar bidang tanah tersebut terdapat bidang tanah milik Pemerintah Daerah Kabupaten Indragiri Hulu. Selanjutnya sebelum melakukan pengukuran Terdakwa tidak ada menetapkan batas-batas bidang tanah yang dimohonkan Martinis.
Pada saat Terdakwa melakukan pengukuran tanah tersebut, juga mengetahui bahwa sempadan yang dihadirkan oleh Martinis berbeda dengan yang tercantum dalam alas hak yang diajukan sebagai dasar permohonan. Namun demikian, Terdakwa tetap melakukan pengukuran tanpa memastikan kebenaran lebih lanjut mengenai legalitas sempadan dan status tanah.
Terdakwa hanya berdasarkan pengakuan dari pihak sempadan yang ditunjuk oleh pihak pemohon, tanpa adanya bukti kepemilikan atau dokumen penguasaan atas tanah sempadan tersebut. Sehingga menghasilkan gambar ukur yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk penerbitan Peta Bidang Tanah.
Selanjutnya, peta bidang tanah menjadi salah satu data yuridis pendukung yang wajib diperiksa oleh terdakwa Zaizul selaku Panitia A. Namun Zaizul yang juga sebagai Lurah Pangkalan Kasai dalam melaksanakan tugasnya tidak meneliti data yuridis bidang tanah yang dimohonkan Martinis secara lengkap.
Terdakwa Zaizul juga tidak ikut melakukan pemeriksaan lapangan untuk memastikan kebenaran hasil pengukuran Terdakwa Karim.
Termasuk alas hak dan sempadan yang diajukan oleh Martinis . Padahal, Zaizul mengetahui disekitar lokasi tanah yang dimohonkan Martinis terdapat tanah milik Pemkab Inhu.
Perbuatan kedua terdakwa itu telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu Martinis. Karena Martinis memperoleh dan menguasai bidang tanah milik Pemkab Inhu yang telah dibeli tahun 2003 dari Abdul Rivaie Rachman dan tercatat sebagai aset tetap (KIB-A).
Kasus ini terbongkar saat Pemkab Inhu ingin membaliknamakan sertifikat dari pemilik tanah pertama untuk pembangunan Pasar di Kecamatan Sibrida Dari situ diketahui bahwa di atas lahan Pemkab Inhu itu terbit surat SHM atas nama Martinis.
Akibat perbuatan kedua terdakwa itu, telah menimbulkan kerugian negara sebesar Rp. 1.701.450.000,- Hal ini berdasarkan audit Inspektorat Daerah Kabupaten Indragiri Hulu.(***)