Banyak Korban Ketipu Bisnis Berbalut Agama, Siapa yang Salah?

Kamis, 27 Mei 2021 | 16:00:21 WIB
Ilustrasi/int
LIPO - Beberapa tahun belakangan berbagai peluang investasi banyak ditawarkan kepada masyarakat. Konsepnya pun bermacam-macam, mulai dari menanamkan modal sedikit dengan keuntungan yang berlipat ganda, hingga digoda dengan balutan agama. 

Bila diamati, dalam perjalanannya, hampir semua investasi tersebut tidak berjalan mulus. Bahkan berujung laporan ke pihak penegak hukum akibat merasa dirugikan alias merasa tertipu. Dari sekian banyak masyarakat yang merasa dirugikan, ada juga yang mengambil sikap diam karena marasa malu telah merasa tertipu dari investasi itu sendiri.

Ambil contoh saja, baru ini juga viral sebuah usaha ritel 212 Mart yang mengalami kebangkrutan. Konon kabarnya, usaha ini juga diduga mengumpulkan modal dari umat. Kegagalan gerai 212 Mart ini entah siapa yang bertanggung jawab.

Contoh yang lain, beberapa investasi yang menawarkan dengan keuntungan belipat ganda dalam jangka waktu tertentu juga berujung kolap, anggotanya pun mengalami kerugian ratusan juta bahkan miliaran.

Belakangan juga sebuah perusahaan menawarkan usaha investasi dibidang perkebunan dibalut dengan konsep syariah. Dengan cara bagi hasil, PT. Kampoeng Kurma Jonggol misalnya, menawarkan kepada anggotanya kavlingan. Nantinya kavlingan akan ditanami kurma, dan hasilnya akan dibagikan kepada pemilik kavling. Ujungnya sama, masyarakat tetap dipihak yang dirugikan.

Pada kasus investasi pertanian PT. Kampoeng Kurma Jonggol, mengutip lansiran detik.com, Kampoeng Kurma menjanjikan membangun wilayah perkebunan kurma dengan berbagai fasilitas. Mulai dari masjid, pesantren, pacuan kuda dan fasilitas lainnya dengan nuansa Islami.

Salah satu korban, Irvan Nasrun menjelaskan, awalnya Kampoeng Kurma menawarkan investasi kepada masyarakat dengan menjual kavling. Kavling itu nantinya akan ditanami kebun kurma yang hasilnya akan dibagikan kepada pemilik kavling.

Namun, Irvan yang sudah menanamkan uangnya sejak awal 2018 mengaku belum melihat satu pun pohon kurma yang ditanamkan di kavlingnya.

"Terus pohon kurma juga belum ditanam, karena tidak ada dana. Heran saya, uang pembeli bisa habis," ujarnya kepada detikcom, Senin (11/11/2019).

Tak hanya itu, perusahaan bahkan memberikan cek kosong kepada pembeli yang ingin melakukan refund. Ada juga yang ternyata kavlingnya tidak ada, bahkan ada yang kavlingnya ternyata tanah kuburan.

"Ada kavling yang ada kuburannya, banyak pembeli yang dilempar-lempar karena tanah kavlingnya tidak ada," tambahnya.

Menurut Irvan total yang sudah terjual sekitar 4.000 kavling. Irvan sendiri membeli tujuh kavling dengan nilai Rp 417 juta

Satgas Waspada Investasi (SWI) sendiri sebenarnya telah menghentikan kegiatan Kampoeng Kurma pada 28 April 2019 lalu karena terindikasi ilegal alias bodong. Ketua SWI Tongam L Tobing menjelaskan saat ini pihaknya sudah meminta Kementerian Kominfo untuk memblokir situs dan aplikasinya.

Ada dugaan jumlah kerugian mencapai Rp 100 juta/orang dengan total jumlah nasabah yang sudah melakukan pengaduan sebanyak 100 orang. Dengan kata lain, sudah ada indikasi kerugian hingga Rp 10 miliar.

"Masih dugaan (kerugiannya). Sekitar 100 orang dengan rata-rata Rp 100 juta/orang," kata Tongam kepada detikcom, Jumat (15/11/2019).

Tongam menambahkan, skema bisnis Kampoeng Kurma adalah menawarkan investasi unit lahan pohon kurma dengan skema 1 unit lahan seluas 400m2 - 500m2 ditanami lima pohon kurma dan akan menghasilkan Rp 175 juta per tahun. Selanjutnya, pohon kurma mulai berbuah pada usia 4 - 10 tahun dan akan terus berbuah hingga usia pohon 90-100 tahun.

Menurut Tongam, modus seperti itu tidak rasional karena menjanjikan imbal hasil tinggi dalam jangka waktu singkat, tidak ada transparansi terkait penggunaan dana yang ditanamkan, dan tidak ada jaminan pohon kurma yang ditanam tersebut benar tumbuh.

Para pelaku investasi sepertinya telah mempelajari psikologis masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim, dengan sedikit sentuhan berbau agama mampu menarik perhatian, dan uang pun mengalir.

Bila diperhatikan, berbagai produk juga banyak ditawarkan melalui iklan. Sampai-sampai mereka tidak segan-segan menempelkan simbol-simbol agama pada produk yang mereka jual untuk menarik perhatian umat muslim sebagai pangsa pasarnya. Korban berjatuhan, siapa yang salah?.(*1)

Baca:Usia Anda 50 Tahun ke Atas? Waspadalah Terhadap Covid-19, Ini Resikonya


Sumber: detik.com


Terkini