KUANSING, LIPO - Untuk membongkar dugaan korupsi pada proyek pembangunan hotel Kuansing, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuansing dalam waktu dekat ini bakal menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan (Sprinlid). Proyek ini menelan biayan Rp.46 Miliar.
"Sebagai mana janji kami terdahulu, setelah putusan soal korupsi ruang pertemuan Hotel Kuansing, maka akan telisik pembangunan proyek hotel tersebut," kata Hadiman kepada liputanoke.com, Minggu (5/9/2021) malam.
Hadiman menjelaskan, Sprinlid tersebut akan terbit dalam waktu dekat ini.
"Perkiraan September sudah kita terbitkan," jelasnya.
Tidak hanya menelisik soal pembangunnan fisik hotel, Hadiman mengatakan, akan masuk pada tahap perencanaan.
"Tidak hanya pembangunannya, tentu kita sentuh perencaannya, setiap kegiatan khan ada tahap perencanaan," terang Hadiman.
Untuk diketahui, untuk program pembangunan hotel kuansing tersebut terdiri tiga bagian anggaran, yaitu pengadaan tanah hotel Rp.12,5 miliar, ruang pertemuan hotel Rp.12,5 miliar, dan pembangunan fisik hotel Rp.46 miliar.
Sebelumnya, Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru telah menjatuhkan vonis kepada dua pejabat Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Kuansing dalam kasus korupsi pengadaan ruang pertemuan Hotel Kuansing, Kamis (27/8/2021) lalu.
Keduanya adalah mantan Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Kuansing, Fachrudin telah divonis 7 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
Sementara, pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) proyek tersebut, Alfion Hendra divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
Kejaksaan masih mengajukan upaya hukum banding dalam kasus ini karena putusan hakim belum sesuai tuntutan jaksa.
Meski proyek telah selesai, namun hingga kini hotel tersebut tak bisa dioperasionalkan. Kondisi bangunan hotel memprihatinkan sehingga ada potensi kerugian negara yang terjadi dari proyek tersebut.
Pihaknya mensinyalir proses pembangunan Hotel Kuansing diduga juga tidak sesuai dengan ketentuan. Inilah yang menyebabkan hotel tersebut terkesan dibiarkan menjadi bangunan tua dan mengalami kerusakan di sana sini sejak selesai dibangun.
Dugaan pelanggaran ketentuan tersebut karena pembangunan Hotel Kuansing tidak didahului adanya pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Pemda Kuansing baru membentuk Perda Nomor 5 tahun 2015 tentang BUMD pada 25 November 2015, setelah pembangunan hotel selesai dilakukan. Pembangunan hotel tersebut semestinya melalui BUMD dalam bentuk penyertaan modal.
"Padahal sudah ada surat dari Menteri Dalam Negeri yang menegaskan pembangunan hotel baru bisa dilaksanakan jika BUMD sudah ada lebih dahulu. Sehingga, sebenarnya pembangunan belum bisa dilakukan sebelum adanya BUMD," terang Hadiman.
Perda Kuansing Nomor 5 tahun 2015 tentang BUMD merupakan payung hukum pembentukan BUMD di lingkungan Pemda Kuansing. Dalam pasal 4 perda itu, disebutkan BUMD yang akan didirikan yakni untuk mengelola pasar rakyat dan perhotelan. Namun, hingga kini BUMD yang dimaksud tak kunjung dibentuk. (*)