LIPO - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau menghentikan perkara dugaan korupsi dana Bantuan Sosial (Bansos) Siak, Pasalnya, setelah dilakukan serangkaian proses penyidikan oleh tim penyidik, tidak ditemukan tindak pidana.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Riau, Imran Yusuf, saat dikonfirmasi liputanoke.com, membenarkan perkara tersebut dihentikan.
Ia mengatakan, berdasarkan fakta penyidikan yang diperoleh Tim Penyidik, dan dari seluruh alat bukti yang ditemukan, perkara tersebut dihentikan
"Setelah ekspose bersama Tim Penyidik, Kami simpulkan Penyidikan tersebut diusulkan untuk dihentikan. Karena tidak ditemukan adanya mens rea untuk melakukan tindak pidana dalam kegiatan penyaluran bansos di Kabupaten Siak tersebut," kata Imran, kepada liputanoke.com, Rabu (03/05/23).
Saat disinggung Surat Penghentian Perkara (SP3) apakah sudah diterbitkan, Ia mengatakan masih dalam proses.
"Belum. Administrasi sementara kami selesaikan. Untuk kami ajukan secara berjenjang," jelasnya.
Dijelaskan Imran, fakta hasil penyidikan ditemukan kerugian negara secara formil yuridis sekitar Rp 389 juta. Dimana, ini terjadi disebabkan kekurangtepatan para pihak yg diserahi tugas menyalurkan bansos.
"Namun dari hasil penyidikan kami, sejumlah Rp 389 juta ini masih bisa terklasifikasi diserahkan kepada pihak yang kurang mampu, namun ada ketidaktepatan nama, kemudian kami juga tidak menemukan adanya keuntungan yg diperoleh oleh para pihak yang menyalurkan. Oleh karena itu Tim Penyidik belum menemukan adanya niat jahat dari para pihak ini dalam penyaluran bansos ini," kata Imran.
Ditambahkan Imran, Tim penyidik telah mengusulkan menyerahkan tindak lanjut hasil penyidikan ini kepada APIP Kabupaten Siak agar dilakukan perbaikan tata kelola dalam penyaluran bansos ke depannya.
Sebelumnya, Kejati Riau menyerahkan penanganan kasus dugaan korupsi dana hibah 2011-2013 di Pemerintah Kabupaten Siak ke Kejari Siak, pada pada 26 Desember 2022 lalu. Artinya, Penyelidikan perkara tidak lagi ditangani Kejati Riau.
"Iya, sudah (diserahkan ke Kejaksaan Negeri Siak)," ujar Asisten Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Riau, Tri Joko, Sabtu (31/12/2022) lalu.
Menurutnya, kebijakan itu dilakukan setelah tim jaksa penyidik melakukan gelar perkara.
"Kami sudah ekspos, setelah itu diserahkan ke Kejari Siak untuk ditindaklanjuti," ungkap Rizky.
Rizky menjelaskan, dari hasil ekspos diketahui nilai kerugian ditaksir hanya sebesar Rp 168 juta. Jumlah itu merupakan selisih sisa Surat Pertanggungjawaban (SPj) yang diserahkan ke kejaksaan.
"Mereka menerima misalnya, Rp 500 juta tapi SPj yang baru mereka serahkan Rp300 jutaan. Sedang yang Rp 168 juta ini ada atau tidak ada (SPj) atau disusul," tutur Rizky.
Kecilnya dugaan korupsi di perkara ini membuat Kejati Riau menyerahkan penanganan selanjutnya ke Kejari Siak.
"Kasus ini masih penyelidikan. Jadi Kejari Siak yang melanjutkannya," kata Rizky.
Pihak penerima dana hibah bisa menyerahkan SPj dari kelebihan dana yang digunakan sebagai bentuk pertanggungjawaban.
"Kalau ada (SPj) berarti tak usah ada pengembalian, dan (bisa) dihentikan. Tapi kalau memang tak ada, uang ini ke mana? Kalau dimakan (untuk kepentingan) pribadi, (Kejari) Siak silahkan naikkan perkara (ke penyidikan)," tutur Rizky.
Namun, lanjut Rizky, jika memang uang itu digunakan untuk kepentingan organisasi, sebaiknya kelebihan itu dikembalikan ke kas daerah.
"Kalau bukan untuk pribadi, dan tetap untuk organisasi kembalikan saja uangnya melalui Kejari Siak," tegas Rizky.
Dugaan korupsi ini dilaporkan oleh Gerakan Pemuda Mahasiswa Pekanbaru Peduli Keadilan (GPMPPK) ke Kejati Riau, termasuk ke Kejaksaan Agung RI. Mereka menduga ada penyimpangan yang dilakukan dalam pengelolaan dana tersebut.
GPMPPK dalam dalam aksi unjuk rasa di Kantor Kejati Riau, pada Jumat (27/5/2022) lalu, menduga ada keterlibatan Bupati Siak masa itu, dan orang-orang dekatnya dalam kasus tersebut.
Ketika itu, massa GPMPPK menyertakan temuan BPK RI tentang dana hibah untuk organisasi kepemudaan. GPMPPK juga menyerahkan 3 bundel hasil laporan pemeriksaan keuangan Pemerintah Kabupaten Siak ke Kejati Riau.
Koordinator Lapangan GPMPPK, Riswan Siahaan, menyebut Kejati Riau selama ini hanya mengungkap kasus bansos. Namun pengusutan dana hibah seolah-olah didiamkan.
"Ada hal-hal yang seakan-akan kabur dan mungkin dikaburkan dalam kasus ini sehingga terkesan sangat sulit pengungkapannya. Kami cukup apresiasi kepada kinerja aparat penegak hukum Kejati Riau dalam melakukan pemeriksaan perkara yang diduga telah merugikan uang negara ini," tutur Riswan. (*1)