LIPO - Pengadilan Negeri Pekanbaru pada Jumat (05/05/23) sekira pukul 16.00 wib, menggelar sidang praperadilan (prapid) sah tidaknya penetapan tersangka terhadap Anggun Bestarivo Ernesia, ST., MT yang terseret dalam pusaran kasus dugaan korupsi Proyek Masjid Raya Senapelan Pekanbaru Riau.
Langkah hukum melalui prapid ini diajukan Pemohon Haynes Ade. Ia merupakan ayah dari Anggun Bestarivo Ernesia, Direktur PT Riau Multi Cipta Dimensi selaku penyedia jasa konsultasi pada pekerjaan Konsultan Manajemen Konstruksi Pembangunan Masjid Raya Pekanbaru Tahun 2021. Sedangkan sebagai termohon adalah Kejaksaan Tinggi Riau. Sementara sidang tersebut dipimpin oleh Hakim Tunggal Daniel Ronald, SH., M. Hum dan Panitera Haja Dausmawati, SH.
Pada sidang tersebut pihak pemohon diwakili kuasa hukum Defri Hendri Darmi, SH, dan pihak Kejati Riau diwakili Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Riau yaitu Hendri Junaidi, SH.MH, Syahril Siregar, SH,MH dan Maritus Handani, SH., MH.
Haynes dalam gugatan prapidnya, menyebut penetapan tersangka yang dilakukan penyidik Kejati Riau tidak sah dan cacat hukum.
"Termohon dalam menetapkan anak Pemohon sebagai tersangka bekerja sangat asal-asalan yang tidak punya aturan sebagaimana ditetapkan dalam KUHP," tulisnya.
Haynes menyampaikan, proses pemeriksaan anaknya dilakukan lewat pemanggilan via telepon dan WhatsApp untuk datang ke Kejati Riau diperiksa sebagai saksi pada 8 Maret 2023 lalu. Ternyata sesampai di Kejati Riau, anak Pemohon diperiksa sebagai tersangka tanpa ada surat panggilan resmi sebagai tersangka.
Selain itu, Haynes juga menyebut surat penetapan tersangka tidak sah karena tidak adanya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) sebagai tembusan kepada tersangka.
"Bahwa pemeriksaan sebagai tersangka pada hari Rabu tanggal 8 Maret 2023 tidaklah sah tanpa didampingi kuasa hukum yang mengakibatkan surat perintah penahanan menurut hemat kami jelas-jelas tidak sah," lanjut Haynes.
Atas argumen hukumnya tersebut, Haynes meminta hakim PN Pekanbaru yang akan menyidangkan permohonan praperadilan ini menyatakan surat penetapan tersangka atas nama Anggun tidak sah dan tidak berdasar atas hukum.
"Menyatakan penyidikan yang dilaksanakan Termohon yang menetapkan anak Pemohon sebagai tersangka adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum," sebut Haynes.
Haynes juga meminta hakim membebaskan tersangka Anggun Bestarivo Ernesia dari tahanan, dan menetapkan Termohon mengganti kerugian yang dialami sebesar Rp 100 juta," demikian permohonan Haynes.
Namun pada sidang prapid itu hakim memutuskan lain, Hakim menolak permohonan Prapid pemohon untuk seluruhnya.
Menanggapi hal itu, Aspidsus Kejati Riau Imran Ibrahim Yusuf saat dikonfirmasi melalui Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas, Bambang Heripurwanto menyatakan bahwa upaya praperadilan itu adalah hak yang diberikan undang-undang bagi Tersangka.
"Oleh karena itu jika ada upaya praperadilan yang dilakukan, maka tim penyidik akan mengikuti persidangannya untuk memberikan jawaban," kata Bambang.
Untuk diketahui, pengusutan perkara dugaan korupsi pembangunan Masjid Raya Senapelan dilakukan Tim Penyidik pada Bidang Pidsus Kejati Riau. Selain Anggun, perkara ini juga menjerat 3 orang tersangka lainnya.
Penetapan tersangka dilakukan setelah Tim Penyidik melakukan gelar perkara atau ekspos pada Rabu (08/03/23). Di hari yang sama, keempatnya langsung dilakukan penahanan dan dititipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru untuk 20 hari kedepan.
Adapun kronologis perkara, yaitu pada 2021, Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR-PKPP) Provinsi Riau melaksanakan kegiatan Pekerjaan Pembangunan Fisik Masjid Raya Pekanbaru. Kegiatan tersebut bersumber dari APBD Provinsi Riau dengan pagu anggaran sebesar Rp8.654.181.913.
Proyek ini dimenangkan oleh CV Watashiwa Miazawa dengan nilai kontrak sebesar Rp6.321.726.003,54, dengan masa pelaksanaan 150 hari kalender dimulai sejak 03 Agustus hingga 30 Desember 2021.
Pada 20 Desember 2021, Syafri Yafis selaku PPK meminta untuk mencairkan pembayaran 100 persen. Sedangkan bobot pekerjaan baru diselesaikan lebih kurang 80 persen, dilaporkan bobot atau volume pekerjaan 97 persen.
Berdasarkan perhitungan fisik oleh ahli, bobot pekerjaan yang dikerjakan diperoleh ketidaksesuaian spesifikasi pekerjaan dan volume pekerjaan 78,57 persen atau kekurangan volume pekerjaan. Berdasarkan audit yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Riau diketahui Kerugian Keuangan Negara sebesar Rp1.362.182.699,62.
Para tersangka disangka dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. ***