Kasus Jembatan Sungai Enok, Direktur PT BRJ Jadi Buronan Kejati Riau

Rabu, 01 November 2023 | 19:48:06 WIB

PEKANBARU, LIPO - HM Fadillah Akbar, tersangka kasus dugaan korupsi pada pembangunan Jembatan Sungai Enok Kecamatan Enok, masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau. 

Untuk memudahkan proses pencarian, pihak Kejati Riau telah menyebarkan identitas tersangka.

Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejati Riau, Bambang Heripurwanto, membenarkan pihaknya telah memasukan tersangka dalam daftar DPO. 

"Benar. Yang bersangkutan (HM Fadillah) ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang Kejaksaan Tinggi Riau Nomor : PRINT-01/L.4.5/FD.1/TAP.DPO/10/2023 tertanggal 19 Oktober 2023," ujar  Bambang Heripurwanto, Rabu (1/11/23).

Bambang menghimbau masyarakat, jika menemukan informasi terkait keberadaan DPO tersebut, harap hubungi kami di nomor : 0812-6654-4068.

"Informasi sekecil apapun dari masyarakat, sangat membantu kami dalam menegakkan hukum yang berkeadilan," kata Bambang.

Dalam kesempatan itu, Bambang juga mengimbau agar HM Fadillah untuk segera menyerahkan diri dan menghadap kepada tim penyidik guna mempertanggungjawabkan perbuatannya. 

"Ingat, tidak ada tempat yang aman bagi para buronan," tegas Bambang.

Terkait identitas tersangka HM Fadillah Akbar,  Bambang menjelaskan, tersangka berjenis kelamin laki-laki, yang lahir di Tembilahan pada 23 April 1975. Yang bersangkutan merupakan warga Jalan Lingkar II Nomor 20A RT 003 RW 002 Kelurahan Pekan Arba Kecamatan Tembilahan, Inhil. 

"Pekerjaan wiraswasta (Direktur PT Bonai Riau Jaya)," sebut Bambang.

Ditambahkan Bambang, HM Fadillah memiliki ciri-ciri sebagai berikut, yaitu tinggi badan ± 165 centimeter, kulit sawo matang, bentuk muka oval dan berambut ikal.

Untuk diketahui, perkara yang menyeret HM Fadillah menjadi tersangka diusut Tim Jaksa Penyidik pada Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Riau. 

Adapun proyek yang diusut adalah kegiatan yang dikerjakan tahun 2012 oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil).

Dalam kasus itu, penyidik menyematkan status tersangka kepada  Budhi Syaputra. Dia merupakan mantan Direktur PT Bonai Riau Jaya (BRJ). Status tersangka juga disematkan kepada HM Fadillah Akbar selaku Direktur PT BRJ. Dimana, perusahaan itu adalah rekanan yang mengerjakan proyek tersebut.

Pada Kamis (7/9/23) kemarin, keduanya dipanggil untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi. Namun saat itu, hanya Budhi yang hadir memenuhi panggilan penyidik, sementara HM Fadillah mangkir.

Di hari yang sama, penyidik menetapkan keduanya sebagai tersangka, dan langsung melakukan penahanan terhadap Budhi Syaputra dan menitipkannya di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru.

Sejak saat itu, penyidik berusaha melakukan pemanggilan secara sah dan patut terhadap HM Fadillah. Namun hingga kini, dia tak kunjung menampakkan batang hidungnya ke kantor Kejati Riau.

Sebelumnya, Bambang pernah memaparkan modus yang dilakukan para tersangka. Yakni bermula setelah pengumuman lelang Pokja II ULP Kabupaten Inhil pada tanggal 17 Mei 2012, dimana HM Fadillah dan Budhi Syaputra melengkapi persyaratan lelang/tender.

"Selanjutnya tersangka BS bersama-sama dengan tersangka HMF membantu mencarikan personel fiktif," kata Bambang belum lama ini.

Setelah melengkapi persyaratan lelang tersebut, keduanya membuat dokumen berupa surat penawaran, rekap perkiraan pekerjaan, dan surat pernyataan dukungan alat. Hasilnya, PT BRJ dinyatakan sebagai pemenang lelang.

"Tersangka HMF masuk menjadi Direktur PT BRJ dengan alasan sebagai kontrol pekerjaan," beber Bambang.

Setelah itu keduanya membuat draf kontrak dengan memalsukan tanda tangan saksi H pada dokumen Kontrak / Addendum I dan II sebesar Rp14.826.029.360 (17 Juli 2012 s/d 31 Desember 2012), Berita Acara (BA) Negosiasi dan BA Penyerahan Lapangan.

Dalam pelaksanaan pekerjaan, tersangka Budhi merekomendasikan saksi AP untuk bekerja di lapangan, dan Budhi juga yang membeli barang-barang material proyek.

Setiap pencairan uang muka dan termin dilakukan oleh tersangka HM Fadillah dengan memalsukan tanda tangan saksi H. Setelah uang tersebut masuk ke rekening PT BRJ, cek ditandatangani dan dicairkan olehnya sejumlah Rp1.374.000.000 pada tanggal 4 Januari 2013 atau setelah pekerjaan selesai.

"Menurut Ahli Fisik ITB (Institut Teknologi Bandung, red) dalam pelaksanaan fisik pekerjaan tidak sesuai volume dan spesifikasi sebagaimana kontrak / addendum I dan II. Sehingga menurut auditor BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, red) telah terjadi kerugian keuangan negara sejumlah Rp1.842.306.309,34," imbuh Bambang.

"Terhadap kedua tersangka disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang (UU) RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP," pungkas Bambang. (*1) 

 

Tags

Terkini