PEKANBARU, LIPO - Mediasi yang dilakukan oleh masa aksi bersama Satgas PKH di Kantor Kejaksaan Tinggi Riau ternyata tidak menghasilkan kesepakatan.
Perwakilan masa aksi Abdul Aziz telah usai melakukan mediasi bersama Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Sutikno dan Komandan Satgas PKH Garuda Mayjen TNI Dody Triwinarto.
Kata Aziz, tidak ada kesepakatan atau keputusan yang sifatnya substantif dalam mediasi tersebut.
"Bahkan tanpa ada berita acara tertulis dari pertemuan yang kami lakukan tadi," kata Aziz, Jumat (21/11/2025).
Sebelumnya ribuan warga menggelar aksi demonstrasi di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau di Jalan Sudirman, Pekanbaru pada Kamis (20/11/2025).
Massa gabungan ini menamakan dirinya Forum Masyarakat Korban Tata Kelola Hutan-Pertanahan Riau (Formas Bantala Hutanu) dan Koalisi Masyarakat untuk Marwah Riau (Kommari).
Ia menceritakan, dalam pertemuan itu pihaknya mempertanyakan kepada Satgas PKH terkait dasar melakukan pemasangan plang (plangisasi) lahan perkebunan kelapa sawit yang dikelola masyarakat yang diklaim berada dalam kawasan hutan.
Pemasangan plang itu, menurut Satgas PKH sebagai bentuk penguasaan kembali hutan oleh negara.
Menurut Aziz, Satgas PKH menjadikan Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor SK.903/MENLHK/SETJEN/PLA.2/12/2016 tentang Kawasan Hutan Riau dan data lembaga lain, sebagai acuan melakukan 'penguasaan kembali'.
Padahal, lanjut Aziz, SK 903 masih berupa penunjukan kawasan hutan, bukan pengukuhan kawasan hutan.
"Tadi sempat saya konfrontir dengan Plt Kadis Lingkungan Hidup dan Kehutanan Riau, bahwa benar SK 903 itu masih sebatas penunjukan kawasan hutan, belum pengukuhan," jelasnya.
Diketahui, berdasarkan ketentuan Undang-undang Kehutanan, pengukuhan kawasan hutan harus melalui empat tahapan. Yakni penunjukan, penataan batas, pemetaan, dan penetapan kawasan hutan.
"Jika tindakan Satgas PKH melakukan pemasangan plang penguasaan kembali hanya didasarkan pada SK 903, menurut kami merupakan tindakan yang cacat hukum dan tidak sah," ungkapnya.
Ia menjelaskan, masyarakat meminta agar segala aktivitas yang dilakukan oleh Satgas PKH, PT Agrinas Palma Nusantara dan perusahaan mitra Kerja Sama Operasional (KSO) segera dihentikan.
Aziz juga mengungkap soal hak masyarakat adat atas hutan yang sudah diatur dalam undang-undang. Termasuk putusan Mahkamah Konstitusi yang makin menguatkan posisi masyarakat adat atas hutan.
"Masyarakat adat memiliki hak atas hutan. Jadi, jangan sampai mereka dikesampingkan dan menjadi korban tindakan yang disebut sebagai penertiban kawasan hutan. Ini yang harus dibereskan dan dituntaskan lebih dulu," tegasnya.
Tuntutan masyarakat tersebut, kata Aziz, tidak bisa direspon oleh Kajati Riau dan Satgas PKH yang berada di Riau.
Pihak Satgas PKH di Riau, kata Aziz, hanya berjanji akan menyampaikan tuntutan masyarakat kepada Satgas PKH yang berada di Jakarta.
Diketahui, Satgas PKH dipimpin oleh Jampidsus Kejaksaan Agung sebagai Ketua Pelaksana dan Menteri Pertahanan sebagai Ketua Pengarah.
"Tuntutan kami tidak direspon, terutama menyangkut penghentian kerja Satgas PKH, PT Agrinas dan perusahaan KSO-nya Agrinas. Namun, dijanjikan aspirasi akan diteruskan ke Jakarta pada awal Desember mendatang," pungkasnya.
Unjuk rasa ini menuntut agar Satgas PKH, PT Agrinas Palma Nusantara dan perusahaan mitra Kerja Sama Operasional (KSO) Agrinas menghentikan aktivitasnya di areal perkebunan kelapa sawit masyarakat yang diklaim berada dalam kawasan hutan.
Massa juga meminta Satgas PKH menyerahkan bukti-bukti proses pengukuhan kawasan hutan di Riau, berdasarkan ketentuan dan aturan yang berlaku di Indonesia.(***)