Irjen Napoleon Bonaparte 'Seret' Nama Kabareskrim dan Azis Syamsuddin di Persidangan

Irjen Napoleon Bonaparte 'Seret' Nama Kabareskrim dan Azis Syamsuddin di Persidangan
Irjen Napoleon Bonaparte/int
JAKARTA, LIPO - Mantan Kadiv Hubinter Polri, Irjen Napoleon Bonaparte bersaksi di sidang perkara dugaan suap terkait pengurusan penghapusan nama Joko Soegiarto Tjandra (Djoko Tjandra) dari daftar red notice Polri. Napoleon Bonaparte bersaksi untuk terdakwa Tommy Sumardi.

Napoleon Bonaparte yang juga terdakwa dalam perkara ini sempat menyeret nama Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komjen Listyo Sigit Prabowo dan Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin, dalam persidangan.

Awalnya, Napoleon Bonaparte menceritakan pertemuannya dengan pengusaha Tommy Sumardi pada April 2020. Saat itu, kata Napoleon, Tommy mendatangi ruangannya didampingi dengan Kabiro Korwas PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo.

Lebih lanjut, dibeberkan Napoleon, Tommy Sumardi sempat meminta Prasetijo untuk keluar ruangan. Alhasil, Tommy menceritakan soal status red notice Djoko Tjandra kepada Napoleon.

"Pada saat itu terdakwa menjelaskan maksud dan tujuan, untuk minta bantuan mengecek status red notice djoko tjandra. Lalu saya bertanya kepada terdakwa, saudara ini siapanya Djoko Tjandra? Lawyernya? Bukan. Keluarga? Bukan. Saudara apa joko? saya temannya jawab terdakwa," ungkap Napoleon di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (24/11/2020).

Napoleon lantas merasa heran dengan sosok Tommy Sumardi. Sebab, Tommy bisa mengajak Prasetijo Utomo yang berpangkat Brigjen untuk menemui Napoleon. Saat itu, sambung Napoleon, Tommy menceritakan duduk perkaranya hingga bisa membawa Prasetijo bersamanya.

"Itu juga menjadi pertanyaan saya. Kok bisa ada orang umum membawa seorang Brigjen Pol untuk menemui saya, dan brigjen ini mau," katanya.

Napoleon sempat kaget ketika mendengar cerita Tommy. Sebab, Tommy menyeret-nyeret nama Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo. Bahkan, kata Napoleon, Tommy menawarkan diri untuk menelepon Kabareskrim saat itu.

"Lalu dia bercerita, terdakwa yang mengatakan, ini bukan bahasa saya, tapi bahasa terdakwa pada saya, menceritakan kedekatan beliau, bahwa ke tempat saya ini sudah atas restu Kabareskrim polri. Apa perlu telepon beliau? Saya bilang tidak usah," katanya.

Napoleon lanjut bercerita, dirinya sedikit yakin dengan cerita Tommy saat itu, lantaran Tommy bisa membawa orang sekelas Brigjen Prasetijo Utomo bersamanya.

"Saya bilang kabareskrim itu junior saya, tidak perlu. Tapi saya yakin bahwa kalau seorang Brigjen Pol Prasetijo Utomo dari bareskrim dibawa ke ruangan saya, ini pasti ada benarnya," ungkapnya Napoleon.

Meski demikian, Napoleon masih sempat mencurigai gerak-gerik Tommy saat itu. Tak lama setelah itu, lanjut Napoleon, Tommy pun menelepon seseorang. Kali ini, kata Napoleon, Tommy menelepon Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin. Telepon Tommy pun sempat diserahkan ke Napoleon.

"Terdakwa menelpon seseorang. Setelah sambung, terdakwa seperti ingin memberikan teleponnya pada saya. Saya bilang siapa yang anda telepon mau disambungkan pada saya? Terdakwa mengatakan bang ajis, ajis siapa? Azis syamsuddin. oh wakil ketua dpr RI? Ya. Karena dulu waktu masih pamen saya pernah mengenal beliau, jadi saya sambung, asalamualaikum, selamat siang pak ajis, eh bang apa kabar. Baik," katanya.

Dalam pembicaraan antara Napoleon dengan Azis Syamnsuddin, dirinya sempat meminta arahan terkait kedatangan Tommy Sumardi ke ruangannya.

"Ini di hadapan saya ada datang Pak Haji Tommy Sumardi. Dengan maksud tujuan ingin mengecek status red notice. Mohon petunjuk dan arahan pak. Silahkan saja, pak Napoleon. Baik. Kemudian telepon ditutup, saya serahkan kembali. Menggunakan nomor hape terdakwa," kata Napoleon sambil menirukan perbincangan tersebut.


Dalam pertemuan itu, lanjut Napoleon, Tommy Sumardi juga bercerita banyak soal kedekatannya dengan Kabareskrim Listiyo Sigit.

"Beliau banyak menceritakan ke saya tentang kedekatannya dengan Kabareskrim. Termasuk bagaimana di menjadi coordinator 6 dapur umum. Jadi saya lebih mafhum tetapi pada saat itu saya, kalau ingin mengecek status red notice saya tidak punya posisi yang kuat. Pengecekan hanya bisa dilakukan atas hak asasi subyek red notice," paparnya.

Sekadar informasi, Irjen Napoleon Bonaparte didakwa oleh jaksa penutut umum telah menerima uang sebesar 200.000 dolar Singapura dan 270.000 dolar AS atau senilai Rp6 miliar dari Joko Soegiarto Tjandra (Djoko Tjandra).

Uang itu diduga sebagai upaya untuk menghapus nama Joko Soegiarto Tjandra dari Daftar pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi (Ditjen imigrasi). Untuk melancarkan aksinya, Djoko Tjandra dibantu oleh rekannya, Tommy Sumardi.

Irjen Napoleon diduga melakukan upaya penghapusan nama Joko Soegiarto Tjandra dari DPO bersama-sama dengan Brigjen Prasetijo Utomo selaku Kepala Biro Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri.(lipo*3/okz)


Ikuti LIPO Online di GoogleNews

Berita Lainnya

Index