Tiga Nama Mantan Petinggi Masuk dalam BAP Perkara Pembangunan Ruang Pertemuan Hotel Kuansing

Tiga Nama Mantan Petinggi Masuk dalam BAP Perkara Pembangunan Ruang Pertemuan Hotel Kuansing
Kajari Kuansing dan Jajaran/LIPO
LIPO - Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuansing gesa penyempurnaan berkas dua tersangka pada perkara dugaan proyek pembangunan ruang pertemuan di Hotel Kuansing, agar secepatnya bisa disidangkan.

Kepala Kejari Kuansing, Hadiman, menegaskan, pihaknya saat ini juga sedang mempersiapkan saksi-saksi untuk kedua tersangka.

"Saksi-saksi kita BAP, dan akan kita hadirkan di persidangan  di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru," jelasnya, Selasa (03/02/21).

Bersadarkan informasi yang diperoleh, nama  Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) terpilih, AP,  tercantum dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dugaan korupsi proyek pembangunan ruang pertemuan di Hotel Kuansing. Selain AP, nama mantan Bupati Kuansing, S juga ada di BAP. Keduanya bakal jadi saksi di perkara dengan tersangka  Fahruddin dan Alfion Hendra. 

Fahruddin merupakan mantan Kepala Dinas (Kadis) Cipta Karya dan Tata Ruang (CKTR) Kuansing, dan Alfion Hendra selaku selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dalam proyek bermasalah itu. 

Alfion kini masih menjabat sebagai Kepala Bidang (Kabid) Tata Ruang dan Pembangunan Cipta Karya. 


Kedua nama itu bakal menjadi saksi, juga dibenarkan Kajari Kuansing, Hadiman.

"Iya benar yang bersangkutan (AP) sudah di BAP. Mantan Bupati (S) juga sudah di BAP," kata  Hadiman. 

Selain itu, kata Hadiman, jaksa penyidik juga meminta keterangan dari mantan Wakil Bupati Kuansing, Z.

"Mantan wakil bupati juga sudah kita BAP," ucap Hadiman.

Hadiman menegaskan, pihak berusaha secepat mungkin menyelesaikan pemberkasan perkara ini agar secepatnya disidangkan.

"Sedang pemberkasan. Insya Allah secepatnya kita limpahkan ke Pengadilan (Tipikor Pekanbaru)," tambahnya.

Diberitakan sebelumnya, Fahruddin dan Alfion Hendra telah dilakukan tindakan penahanan badan oleh Kejari Kuansing. Mereka ditahan pada Kamis (28/1/2021) dan dititipkan di sel tahanan Polres Kuansing.

"Keduanya ditahan selama 20 hari ke depan. Terhitung sejak tanggal 28 Januari sampai 16 Februari. Keduanya kami titipkan di sel tahanan Polres Kuansing," ucap Hadiman.

Dalam perkara ini ada seorang tersangka lagi. Dia adalah Robert Tambunan, yang merupakan Direktur PT Betania Prima, pihak rekanan yang mengerjakan pembangunan tersebut tapi perkaranya gugur karena ia sudah meninggal dunia.

Diberitakan sebelumnya,  proyek pembangunan ruang pertemuan Hotel Kuansing dilaksanakan di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (CKTR) Kuansing. Diawali dengan fisik hotel pada 2014 dan dilanjutkan dengan pembangunan ruang pertemuan pada 2015. Proyek dikerjakan oleh PT Betania Prima dengan pagu anggaran sebesar Rp13,1 milar. Dalam pekerjaannya, rekanan menyerahkan jaminan pelaksanaan Rp629 juta lebih.

Pada kegiatan ini terjadi keterlambatan pembayaran uang muka oleh PPTK sehingga berpengaruh pada capaian pekerjaan. Selain pengerjaan proyek yang terlambat, ternyata pihak PT Betania Prima tidak pernah di lokasi selama proses pekerjaan. Direktur PT Betania Prima hanya datang saat pencairan pembayaran pekerjaan setiap termin. Hingga masa kontrak berakhir, pekerjaan tidak mampu diselesaikan rekanan.

"Rekanan hanya mampu menyelesaikan bobot pekerjaaan sebesar 44,5 persen, dan barang-barang tidak sesuai spek. Total anggaran yang telah dibayarkan Rp5,263 miliar," jelas Hadiman belum lama ini.


Atas keterlambatan pekerjaan, PT Betania Prima dikenakan denda sebesar Rp352 juta. Namun PPTK tidak pernah menagih denda tersebut dan tidak pernah mengajukan klaim terhadap uang jaminan pelaksanaan kegiatan yang dititip PT Betania Prima di Bank Riau Kepri sebesar Rp629 juta.

"Semestinya, uang tersebut disetorkan ke kas daerah Pemkab Kuansing. Uang denda baru disetorkan pada Maret 2018, setelah tiga kali ditegur Dinas PUPR Kuansing," ungkap Hadiman.

Hadiman menjelaskan, penyimpangan pengerjaan proyek sudah terjadi sejak awal. Di mana Kepala Dinas CKTR Kuansing selaku KPA tidak pernah membentuk tim Penilai Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) sehingga, tidak pernah melakukan serah terima terhadap hasil pekerjaan. Hasil pekerjaan tersebut tidak jelas keberadaannya hingga belum bisa dimanfaatkan.

"Hasil perhitungan kerugian kerugian negara yang dilakukan oleh saksi ahli sebesar Rp5,05 miliar," kata Hadiman.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan pasal berlapis, yakni, Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Selama proses penyidikan, jaksa penyidik telah melakukan penggeledahan di Hotel Kuansing, Kantor Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), dan Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKP2).  (*1/***)

Ikuti LIPO Online di GoogleNews

Berita Lainnya

Index