Sidang Prapid Kasus Dugaan SPPD Fiktif di Kuansing, Penyidik Sebut Saksi Ahli Keliru, Tak Baca Aturan

Sidang Prapid Kasus Dugaan SPPD Fiktif di Kuansing, Penyidik Sebut Saksi Ahli Keliru, Tak Baca Aturan
Hadiman, SH, MH/LIPO
LIPO - Sidang Praperadilan (Prapid) Kasus dugaan SPPD Fiktif tahun 2019 di BPKAD Kuantan Singingi (Kuansing), berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Teluk Kuantan, Kamis (01/04/2021).

Sidang Praperadilan (Prapid) mengagendakan mendengarkan keterangan dari pihak pemohon dan termohon. Pemohon menghadirkan saksi ahli Saksi Ahli Hukum Pidana Erdiansyah, S.H.,M.H, sedangkan termohon adalah pihak Kejari Kuansing.

Pada sidang itu, saat Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada Pemohon untuk memberikan kesaksiannya, Pemohon  menyebutkan, bahwa hasil audit Jaksa tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti di persidangan. Pemohon menilai lembaga yang berwenang melakukan audit kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Merespon apa yang disampaikan dari Pemohon, Ketua Tim Penyidik sekaligus Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kuansing, Hadiman, S.H.,M.H sebagai Termohon, membantah keterangan Saksi Ahli tersebut.

Ia menilai, keterangan Saksi Ahli sangat keliru. Hadiman menerangkan, Saksi Ahli tidak seksama membaca atau tidak mengetahui adanya putusan MK.

Dalam keterangannya, Hadiman menjelaskan, bahwa yang berwenang melakukan perhitungan kerugian negara bukan hanya BPK atau BPKP, tapi juga penyidik berdasarkan putuskan MK. 

"Dalam putusan MK itu sudah diperluas, bukan hanya BPK dan BPKP saja, tetapi juga instansi lain juga berwenang menghitung kerugian negara seperti penyidik, apakah itu penyidik dari kejaksaan, penyidik dari kepolisian dan penyidik dari KPK," jelasnya, Jumat (02/04/21).

Dalam penanganan perkara ini, Hadiman menilai, langkah yang dilakukan oleh pihaknya  sudah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 31 thn 2012 dan UU Nomor 31 tahun 1999 dalam pasal 32 tentang Tipikor dan surat Edaran Mahkamah Agung nomor 4 tahun 2016. 

"Kalau Ahli ngak pernah baca aturan, dan ngak pernah baca putusan MK nomor 31 tahun 2012, dan UU Nomor 31 tahun 1999 dalam pasal 32 tentang Tipikor dan surat Edaran Mahkamah Agung nomor 4 tahun 2016, maka Ahli yang dihadirkan pihak Pemohon ilmu pengetahuannya belum bisa menjadi Ahli," ungkapnya.

"Saat ini khan perkara ditingkat penyidikan, yang menghitung kerugian negara adalah penyidik dari Kejari Kuansing, bukan Jaksa Penuntut Umum Kejari Kuansing yang menghitung kerugian. Status kasusnya masih penyidikan, makanya ada perbedaan. Ada kalanya sebagai penyidik dan juga sebagai Jaksa penuntut umum sebagai mana putusan MK," tutupnya.

Dalam perkara dugaan SPPD fiktif ini, Penyidik Kejari Kuansing telah menetapkan Kepala BPKAD, H alias K sebagai tersangka dan dilakukan upaya penahanan untuk proses lebih lanjut. (*3)

Ikuti LIPO Online di GoogleNews

Berita Lainnya

Index