LIPO - Sidang Praperadilan Kasus dugaan SPPD fiktif yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Teluk Kuantan dimenangkan oleh Hendra AP alias Keken (Pemohon). Hakim meminta pihak Kejari Kuasing untuk membebaskan Pemohon dari tahanan dan memulihkan nama baik karena hakim menganggap penetapan Pemohon sebagai tersangka tidak sah.
Namun, pasca keputusan itu, pihak Kejari kembali menerbitkan Sprindik yang baru. Sontak peristiwa yang cukup menarik parhatian ini menimbulkan asumsi yang beragam.
Menyimak perkara yang melilit Kepala BPKAD Kuansing itu, Dr Ediyanus Herman Halim yang merupakan salah satu tokoh masyarakat Kuansing di Pekanbaru mengatakan, bahwa Ia akan berperan membantu penyelesaian persoalan yang kini menjadi buah bibir tengah-tengah masyarakat tersebut. Kamis (8/4/2021),
Ia mengatakan, akan mengajak tokoh-tokoh yang lain untuk ikut membantu persoalan yang menimpa Hendra alias Keken tersebut. Terkait adanya rencana pemanggilan kembali terhadap Hendra alias Keken untuk diperiksa sebagai saksi, Ia pun telah mengaku telah mendengar kabar itu.
"Iya. Saya mendengar Kejari Kuansing akan memanggil Hendra lagi, Kamis (8/4/2021).
"Kalau memang iya, saya menilai, Kejari tidak menjalankan hasil putusan yang disampaikan hakim Pengadilan Negeri Telukkuantan," lanjutnya.
"Di poin 7 tersebut, dibunyikan bahwa Kejari diperintahkan mengembalikan dan memulihkan harkat dan martabat termohon," jelasnya lagi.
Namun Ia berharap, penilaian yang Ia sampaikan bukan berarti tidak mendukung penegakan hukum. Akan tetapi Ia meminta prosesnya jangan sampai menimbulkan kegaduhan masyarakat.
Menanggapi apa yang dikemukakan Dr Ediyanus Herman Halim tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kuansing Hadiman MH menjelaskan, mengenai perkara praperadilan, apapun putusan hakim wajib dilaksanakan oleh Jaksa sesuai KUHAP.
Akan tetapi Ia meminta semua pihak memahami, bahwa dalam putusan praperadilan itu adalah bukan putusan final dalam sebuah perkara pidana. Sebab, di dalam putusan praperadilan jika hakim memenangkan tersangka maka dalam putusan hakim praperadilan itu, masih ada kekurangan bukti atau tidak sah bukti dalam menetapkan tersangka.
Untuk itu menurut Hadiman, penyidik kapan saja boleh menerbitkan Sprindik baru dengan waktu tidak ditentukan. Juga kapan saja boleh menetapkan tersangka jika sudah memenuhi dua alat bukti baru dan hal ini sesuai Perma Nomor 4 tahun 2016 dalam pasal 2 ayat 3.
Dilanjutkannya lagi, putusan praperadian yang mengabulkan permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka tidak menggugurkan kewenangan penyidik untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka lagi setelah memenuhi paling sedikit dua alat bukti baru yang sah, berbeda dengan alat bukti sebelumnya yang berkaitan dengan materi perkara.
''Sudah tertuang dalam Perma Nomor 4 Tahun 2016 di pasal 2 ayat 3. Kita minta semua pihak dapat memahami dan menghormati itu,'' jelas Hadiman.
Terkait pertanyaan masyarakat apakah harkat martabat Pemohon sudah dipulihkan apa belum oleh Jaksa, Hadiman mengaku telah melaksanakan itu. Yaitu, telah mengeluarkan Pemohon dari tahanan dan merubah status dari tersangka menjadi saksi.
''Sudah kita pulihkan harkat dan martabatnya dengan mengeluarkan pemohon dari tahanan. Statusnya dari tersangka ke saksi. Kalau masalah jabatannya, itu ranahnya pimpinannya yaitu Bupati,'' pungkas Hadiman. (*1)