Keterangan Saksi di Sidang Kasus Dugaan Dana Nasabah 'Bobol' di BJB Bikin Gregetan, Ini Modusnya

Keterangan Saksi di Sidang Kasus Dugaan Dana Nasabah 'Bobol' di BJB Bikin Gregetan, Ini Modusnya

PEKANBARU, LIPO - Proses hukum atas kasus dugaan  pembobolan dana nasabah dengan korban Arif Budiman di BJB Cabang Pekanbaru kembali disidangkan di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa (12/10/2021).

Fakta-fakta yang terungkap dari saksi-saksi yang dihadirkan di persidangan membuat kita miris. Betapa tidak, Bank yang diharapkan memberikan jaminan keamanan menyimpan uang malah bisa berbuah petaka bila Bank mengabaikan SOP yang ketat.

Dari fakta-fakta persidangan yang telah berjalan setakad ini, terungkap berbagai modus untuk "membobol" dana nasabah yang diduga dilakukan oknum BJB.

Dari dua orang pegawai BJB Pekanbaru yang dihadirkan sebagai saksi atas terdakwa Manajer Konsumer dan Bisnis Indra Osmer Hutahuruk, yaitu Qurota Aini, mantan AO Konsumer BJB Pekanbaru, dan Said, mantan AO Komersial BJB Pekanbaru, makin menguak tabir bagaimana kasus ini.

Dalam sidang yang diketuai majelis hakim Dr Dahlan SH MH, terungkap kedua pegawai tersebut diperintahkan terdakwa untuk "menpreteli" dana milik Arif Budiman di BJB Pekanbaru.

Ternyata proses pencairan dana tersebut dilakukan serampangan lewat penarikan cek secara tidak prosedural, dan tanpa diketahui pemilik rekening.

Dari pengakuan saksi Qurota Aini, Ia menceritakan peristiwa pada 16 Oktober 2017 lalu. Saat itu, Ia diminta terdakwa Indra  menuliskan sendiri jumlah nominal dan terbilang pada lembaran cek atas nama PT Viat Motor. Perusahaan ini terafiliasi dan dipakai oleh korban Arif Budiman dalam kegiatan usahanya.

Disebutkan Qurota, saat itu Ia dipanggil menghadap terdakwa Indra ke ruang kerjanya. Ia diminta menulis nama penarik dana atas nama direktur Viat Motor. Padahal, sang direktur tidak ada di lokasi bank saat itu.

Anehnya, pada lembaran cek tersebut sudah ada tandatangan direktur dan stempel perusahaan. Pada bagian belakang cek,  terdapat dua tanda tangan dan nomor handphone, namun tanpa nama penarik.

Saksi terlebih dahulu diperintahkan terdakwa Indra untuk mengecek isi rekening Viat Motor. Diketahui, kalau saldo rekening sebesar Rp133 juta, dan yang bisa ditarik sebesar Rp130 juta.

"Setelah saya cek, saya sampaikan ke Pak Indra (terdakwa, red) bahwa dana yang bisa ditransaksikan senilai Rp130 juta," tutur saksi kepada majelis hakim.

Terdakwa lantas meminta Qurota menuliskan terbilang, nominal beserta nama penarik di lembar belakang cek. Saksi kemudian menyerahkan cek tersebut kepada teller BJB Pekanbaru Tarry Dwi Cahya, atas perintah Indra.

Saat menyerahkan cek, saksi menyatakan kepada terdakwa Tarry bahwa cek itu titipan terdakwa Indra.

Kasus dugaan pembobolan dana nasabah atas nama pelapor Arif Budiman menyeret  dua orang sebagai terdakwa, yakni mantan Manager Customer BJB Pekanbaru, Indra Osmer Hutahuruk dan Tarry Dwi Cahya yang merupakan teller di BUMD milik Pemprov Jabar dan Banten tersebut.

Perkara dilaporkan Arif Budiman ke Polda Riau pada 2019. Pelapor mengaku telah kehilangan dana mencapai Rp26 miliar dalam kurun waktu 2014-2018 dari rekening giro sejumlah perusahaannya yang disimpan di BJB Pekanbaru.

Namun, dalam proses penyidikan nilai kerugian yang ditetapkan penyidik Polda Riau maupun jaksa Kejaksaan Tinggi Riau hanya sebesar Rp3,02 miliar.

Terungkap, modus dugaan kejahatan perbankan ini sedikitnya dilakukan dalam dua cara. Yakni kedua terdakwa diduga melakukan pencairan dana perusahaan dengan memalsukan tanda tangan Arif dan direktur perusahaan milik Arif.

Selain itu, terdakwa Indra juga diduga melakukan pengambilan dana dari giro perusahaan Arif dan memindahkannya ke rekening kolega terdakwa.

Indra diduga "membongkar" isi rekening giro sejumlah perusahaan, tanpa persetujuan Arif dan para direktur perusahaan milik Arif.

Hakim lantas mempertanyakan kepada saksi Qurota mengapa ia mau menjalankan perintah Indra. Padahal, Indra meski menjabat Manajer Konsumer dan Bisnis tidak memiliki kewenangan untuk pencairan cek. Selain itu, saksi juga mengakui tidak ada KTP direktur Viat Motor saat pencairan cek.

"Saya mau menulisnya karena perintah Pak Indra (terdakwa, red). Karena Pak Indra atasan saya," jawab saksi.

Kepada majelis hakim, saksi Qurota mengakui bahwa proses pencairan seperti itu tidak sesuai dengan standar operasional prosedur BJB Pekanbaru.

Giliran saksi mantan AO Komersial BJB Pekanbaru Said yang diperiksa majelis hakim. Ini berkaitan dengan penyetoran uang sebesar Rp50 juta yang ditujukan ke PT Guruh Kencana Saksi di rekening BJB Cabang Bekasi.

Said mengaku diperintahkan terdakwa Indra untuk menuliskan slip setoran uang senilai Rp50 juta. Indra menyatakan kepada Said, kalau slip setoran itu untuk keperluan korban Arif.

"Saya inisiatif menulis nama penyetornya atas nama anak Pak Arif. Saya ingat nama anak Pak Arif, salah satunya Rahmad," kata Said yang kemudian menyerahkan lembar slip setoran kepada terdakwa Tarry selaku teller BJB Pekanbaru.

Yang lebih miris ternyata penyetoran tersebut tidak disertai dengan uang tunai yang akan ditransfer. Said sendiri mengaku tidak tahu dari mana asal uang yang dikirim tersebut.

"Tidak ada (dananya, red) yang mulia. Saya tidak tahu dari mana uang diambil," kata Said yang juga mengakui kalau hal tersebut dilarang sesuai SOP BJB.

Lagi-lagi Said mengaku kalau ia hanya menjalankan perintah terdakwa Indra sebagai atasannya.

Selanjutnya, hakim juga mempertanyakan cek senilai Rp500 juta. Said mengaku tulisan di lembaran cek itu mirip dengan tulisannya.

"Saya tidak ingat dan tidak tahu, bagaimana cek ini bisa beredar yang mulia," jelas Said.

Dua saksi lain yang memberi keterangan adalah Iskandar dan Tri Utomo yang merupakan sopir dan karyawan korban Arif Budiman.

Keduanya menerangkan posisinya bersama Arif Budiman pada tanggal 30 Desember 2017, lagi berada di Dumai. Keberadaan Arif Budiman ini terkait dengan transaksi pencairan cek perusahaan korban senilai Rp6 miliar lebih, tertanggal 30 Desember 2017.

Pada 30 Desember 2017 itu, saksi bersama korban sekitar pukul 10.00 WIB singgah ke Kantor Dinas Pendidikan dan ke Kantor Walikota Dumai. Kemudian, ketiganya makan siang di rumah makan di Dumai.

Kedua saksi bersama korban bertolak ke Pekanbaru sekitar pukul 14.00 WIB, dan sampai di kediaman Arif Budiman sekitar pukul 20.00 WIB. (*2)

Ikuti LIPO Online di GoogleNews

Berita Lainnya

Index