PEKANBARU, LIPO - Sejumlah pihak pada Senin (01/11/21) diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus Bupati Kuansing, Andi Putra, dan Sudarso. Pemeriksaan dilakukan di Kantor Ditreskrimsus Polda Riau, Jalan Pattimura No.13, Pekanbaru, Provinsi Riau.
Pihak yang dimintai keterangan oleh KPK adalah Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kuansing, Agus Mandar, juga ada Kepala Bagian Perekonomian Sumber Daya Alam (SDA) Irwan Nazif.
Selain itu, ada PNS di Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi Riau, Indrie Kartika Dewi. Kemudian Senior Manager PT Adimulya Agrolestari Paino Harianto dan Kepala Kantor PT Adimulya Agrolestari, Syahdewi
Selanjutnya pemeriksaan juga dilakukan pada staf di PT Adimulya Agrolestari, Rudy Ngadiman alias Koko, B Yuhartaty, Riana Iskandar Staf dan Fahmi Zulfadli, selaku Legal PT Adimulya Agrolestari serta Joharnalis, sopir.
Mereka (saksi) diminta keterangan KPK untuk mendalami kasus dugaan suap pengurusan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) sawit di Kuantan Singingi (Kuansing), Provinsi Riau.
Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan ada 10 orang saksi yang dipanggil. Mereka terdiri dari pejabat di Pemkab Kuansing, dan pihak swasta PT Adimulya Agrolestari.
"Ada 10 orang yang diperiksa hari ini (Senin, 1/11/2021), sebagai saksi kasus suap izin HGU sawit di Kuansing," ujar Ali.
Keterangan para saksi sekaligus melengkapi berkas perkara kedua tersangka, yaitu Andi Putra dan Sudarso.
Sebelumnya, Andi Putra dan sejumlah pihak diamankan KPK terkait dugaan suap kasus perpanjangan izin HGU perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan.
Setelah melakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan di Mapolda Riau, KPK menetapkan dua orang sebagai tersangka, yakni Bupati Kuansing (AP) dan pihak swasta dari General Manager PT AA (SDR). Keduanya ditetapkan sebagai tersangka setelah mendapatkan alat bukti yang cukup.
Saat ini, Andi Putra sudah ditahan ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK pada Gedung Merah Putih KPK sedangkan Sudarso ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur. Penahanan awal selama 20 hari, terhitung 19 Oktober sampai 7 November 2021.
Atas perbuatannya tersebut, Tersangka SDR selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan AP selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (*2)