Harga Murah Minyak Goreng Langka, Harga Tinggi Malah Melimpah, Ada Apa?

Harga Murah Minyak Goreng Langka, Harga Tinggi Malah Melimpah, Ada Apa?
Ilustrasi/int
LIPOIndonesia dikenal termasuk negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Namun, siapa sangka minyak goreng bisa langka. Banyak dugaan penyebabnya karena harga dibandrol murah oleh pemerintah, lalu terjadi aksi penimbunan. 

Dugaan lain, produsen sengaja menghentikan produksi karena sudah mengeluarkan biaya yang tinggi. Bahkan  disinyalir produsen mengalihkan melakukan ekspor karena lebih menguntungkan. 

Kelangkaan minyak goreng di Indonesia sebenarnya sudah terjadi berbulan-bulan. 

Pemerintah dalam hal ini Menteri Perdagangan dianggap kurang piawai, bahkan diangap tidak berdaya melawan para mafia minyak goreng. 

Namun, Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi tidak mau disalahkan. Ia tidak mau dituding tidak mampu melawan mafia.

Mengutip dari lansiran kompasana.com pada 21 Maret 2021, Muhammad Lutfi mengaku bersama Kepolisian RI sudah mengantongi calon tersangka dan akan diumumkan pada Senin 21 Maret 2022.

Lutfi lalu membagi kategori mafia yang menimbun minyak goreng, yaitu  menjualnya kembali ke industri,  melakukan pengemasan ulang (repacking), dan mengekspornya ke luar negeri.

Kelangkaan minyak goreng diduga tidak hanya disebabkan aksi penimbunan, beberapa faktor lain disebut-sebut turut menentukan, sehingga stake holder yang terlibat di dalamnya mengharuskan duduk satu meja mencari solusi.

Berikut ini faktor-faktor yang dianggap penyebab kelangkaan minyak goreng:

1. Pelaku Industri Minyak Goreng
Sekitar 46,5% pasar minyak goreng di Indonesia dikuasai oleh perusahaan besar yang dimiliki oleh 5 konglomerat Indonesia. Mereka adalah;

1.Anthony Salim (Indofood), 2. Keluarga Eka Tjipta Widjaya (Sinar Mas), 3. Bachtiar Karim (Musim Mas), 4. Martua Sitorus (Wilmar), dan 5. Sukanto Tanto (Royal Golden Eagle).

Mereka juga menguasai industri kelapa sawit ini dari hulu ke hilir, mulai dari perkebunan, pengolahan CPO, hingga produk-produk turunannya, seperti margarin, minyak goreng, dan juga bio diesel yang kini lagi naik daun.

2. Pemerintah Terdahulu
Eksistensi kelima perusahaan ini juga tidak terlepas dari andil kebijakan terdahulu. Pengusaha minyak goreng harus memiliki 20 persen lahan sawit untuk mendukung produksi.

Akibatnya, industri minyak goreng yang dulunya banyak pada era 70-80an, kini sudah mulai memudar. Padahal, peranan mereka sangat penting untuk mendukung kebutuhan minyak goreng domestik.

3. Pengguna Bio Diesel

Kenaikan minyak goreng Indonesia dimulai dari kenaikan harga CPO pada level internasional. Penyebabnya karena kebijakan program penggunaan bio-diesel sebagai alternatif solar. Baik dicampur, maupun sebagai pengganti.

Minyak sawit adalah salah satu jenis bahan baku bio-diesel, selain beberapa tanaman lainnya lagi, dan juga lemak hewani serta minyak nabati murni.

Konflik Rusia Ukraina menyebabkan pasokan minyak nabati murni internasional menjadi terhambat, akibatnya banyak yang beralih ke minyak sawit.

4. Pelaku Rantai Transportasi

Menurut Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), kenaikan harga CPO juga dipengaruhi masalah logistik global. Seluruh pengapalan terserap untuk melayani China yang saat ini ekonominya mulai pulih dari masa pandemi.

Kesulitan ini tidak saja mempengaruhi kenaikan CPO, tapi juga kenaikan barang-barang secara umum.

5. Pemerintah Sendiri
Pada 27 Jan 2022, pemerintah dengan tegas mengumumkan bahwa HET untuk minyak goreng adalah 14.000 rupiah. Keputusan ini seiring dengan kebijakan tentang DMO (kewajiban penyediaan CPO untuk kebutuhan dalam negeri).

Sayangnya pemerintah lupa bahwa harga minyak goreng sudah terlanjur mahal. Pelaku pasar tidak mau rugi. Bahan baku yang diperoleh oleh beberapa produsen minyak goreng juga sudah terlanjur tinggi, akhirnya mereka enggan berproduksi.

Andri Satrio dari Indef (Institut for Development of Economics and Finance), mengatakan bahwa HET yang dilakukan Kemendag menjadi persoalan. Ia menilai pemerintah terlalu ikut campur dalam urusan harga minyak goreng yang seharusnya dibiarkan sesuai dengan mekanisme pasar. 

Saatnya pemerintah melihat bahwa polemik minyak goreng bukan mencari pihak yang harus disalahkan. Tapi, melihat permasalahan secara umum. (*1) 

Ikuti LIPO Online di GoogleNews

Berita Lainnya

Index