LIPO - Kejaksaan Agung menunjuk 7 orang Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk mengikuti perkembangan penyidikan perkara tindak Pidana pada kasus Penjualan Paket Fahrenheit Robot Trading atas nama HS. Surat Perintah Penunjukan JPU (P-16) itu diterbitkan pada 31 Maret 2022.
Penerbitan P16 setelah Kejagung menerima Surat Pemberitahuan Penetapan Tersangka dari Bareskrim Polri terhadap Dugaan Tindak Pidana Menawarkan Produk yang Tidak Sesuai dengan Janji, Etiket, Iklan, maupun Promosi dan/atau Pelaku Usaha Distribusi yang menerapkan Sistem Skema Piramida dan/atau Pelaku Usaha yang melakukan Distribusi Penjualan Tanpa Memiliki Ijin dan/atau Pencucian Uang.
Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana, mengatakan, Tim JPU akan mempelajari berkas perkara yang diterima dari penyidik Bareskrim Polri pada saat Tahap I.
"Nanti akan diberikan petunjuk atas aset-aset yang telah disita dari HS dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam kejahatan yang disangkakan," Jelas Ketut kepada liputanoke.com melalui keterangan tertulis, pada Jumat (01/04/22).
Sebelumnya Ketut Sumdana mengatakan, HS dijerat dengan pasal berlapis. HS disangkakan pasal tentang Perlindungan Konsumen hingga pasal pencucian uang.
"Terjadi di Jakarta, Surabaya, dan wilayah hukum Indonesia lainnya sekira tahun 2021 sampai dengan sekarang yang diduga dilakukan oleh PT. FSP AP dkk," Jelas Ketut.
Pada kasus ini HS disangkakan melanggar Pasal 62 jo. Pasal 8 Ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan/atau Pasal 105 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan/atau Pasal 106 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan/atau Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 jo. Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Robot trading Fahrenheit menbuat heboh. Platform investasi ini diduga menipu korbannya hingga triliunan rupiah.
Hingga saat ini Polisi telah menerima 100 aduan terkait dugaan penipuan yang dilakukan robot trading tersebut. Kerugian yang alami korban dari investasi bodong ini disebut-sebut mencapai Rp 5 triliun. (*1/***)