KPK Periksa 9 Saksi dan Lakukan Pencekalan ke Luar Negeri pada Kasus Suap Eks Bupati Meranti

KPK Periksa 9 Saksi dan Lakukan Pencekalan ke Luar Negeri pada Kasus Suap Eks Bupati Meranti
Ilustrasi/F: int

 

LIPO - Kasus korupsi yang menjerat Bupati Meranti nonaktif Muhammad Adil masih terus bergulir.

Kali ini, KPK sedang meminta keterangan dari 9 orang saksi pada Senin (15/5/2023) di Mapolres Kepulauan Meranti. 

Diketahui M Adil ditetapkan sebagai tersangka tiga kasus, yakni dugaan korupsi pemotongan anggaran di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), gratifikasi pengadaan jasa umroh, dan suap auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Riau.

Hal ini dibenarkan oleh Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri. 

"Pemeriksaan dilakukan di Kantor Polres Kabupaten Kepulauan Meranti Jalan Perumbi Alai Kelurahan Insit, Kecamatan Tebing Tinggi Barat, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau," kata Ali Fikri, Senin (15/5/2023)

Para saksi yang diperiksa KPK yakni Sekretaris Daerah Kabupaten Bengkalis (Sekdakab) Kepulauan Meranti, Bambang Suprianto , Kepala Dinas PUPR, Fajar Triasmoko, sejumlah pejabat dan Aparatur Sipil Negara (ASN) Setdakab, dan swasta.

Menurut Ali Fikri, saksi digali keterangannya terkait tindak pidana korupsi (TPK) yang melibatkan M Adil, Fitria Nengsih dan M Fahmi Aressa.

"Pemeriksaan saksi TPK pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara atau yang mewakilinya tahun anggaran 2022 s/d 2023 dan TPK penerimaan fee jasa travel umroh dan dugaan korupsi pemberian suap pengkondisian pemeriksaan keuangan tahun 2022 di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi, untuk tersangka MA dan kawan-kawan," jelasnya. 

Selanjutnya, KPK juga memeriksa Dahlia Wati selaku PNS atau Bendahara Gaji BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti, dan ASN masing-masing Ery Yoserizal, Dita Anggoro, Mardiansyah dan Findi Handoko selaku karyawan swasta.

Oknum Terlibat Dicekal ke Luar Negeri

KPK juga melakukan pencekalan kepada pihak yang terlibat dalam pusaran korupsi M Adil. 

"KPK mengajukan cegah untuk tetap berada di wilayah Indonesia terhadap sepuluh orang, delapan orang diantaranya pegawai BPK Perwakilan Riau dan dua orang swasta," jelasnya.

Pencegahan ini telah dilakukan sejak 10 Mei 2023 dan berlaku selama enam bulan, dengan opsi untuk diperpanjang jika diperlukan oleh penyidik. Ali menjelaskan alasan di balik tindakan ini.

"Untuk menguatkan pembuktian unsur-unsur pasal dugaan suap yang diterima tersangka MA (Muhammad Adil) dan kawan-kawan," ucapnya. 

KPK berharap dengan pencegahan ini, semua individu yang terlibat tidak akan mencoba melarikan diri. Keterangan mereka sangat dibutuhkan oleh penyidik dalam menyelesaikan berkas perkara para tersangka.

Kronologi OTT M Adil oleh KPK

Saat masih menjabat sebagai Bupati Kepulauan Meranti, M Adil terjaring OTT KPK pada Kamis (6/4/2023) di  Kepulauan Meranti, Riau. Pihak yang terlibat yakni Kepala BPKAD Kepulauan Meranti Fitria Nengsih, dan Pemeriksa Muda BPK perwakilan Riau M Fahmi Aressa.

Mereka diduga terlibat dalam penerimaan suap terkait fee jasa umroh dan pengkondisian pemeriksaan keuangan. Penyidik KPK masih mendalami kasus ini.

Muhammad Adil, Fitria Nengsih, dan M Fahmi Aressa diduga melanggar berbagai pasal dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Selain M Adil, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti, Fitria Nengsih dan M Fahmi Aressa selaku Pemeriksa Muda BPK Perwakilan Riau.

Sementara di kasus suap, M Adil berupaya agar proses pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti tahun 2022 mendapatkan predikat baik sehingga nantinya memperoleh Wajar Tanpa Pengecualian.

"MA bersama-sama FN memberikan uang sekitar Rp1,1 miliar pada MFH selaku Ketua Tim Pemeriksa BPK Perwakilan Riau," ungkap Ali Fikri.

Dari hasil penyidikan sementara, M Adil diduga menerima uang sekitar Rp26, 1 miliar. Uang itu berasal dari berbagai pihak.

Pada Kamis (11/5/2023) dan Jumat (12/5/2023), penyidik KPK telah memeriksa 23 orang saksi. Mereka merupakan bendahara dinas, bendahara Setdakab, asisten pribadi Bupati Kepulauan Meranti dan swasta.

KPK menetapkan M Adil, Fitria Nengsih dan M Fahmi Aressa sebagai tersangka usai operasi tangkap tangan (OTT) di Kepulauan Meranti, Siak dan Pekanbaru pada Kamis (6/4/2023) malam. Ketiganya sudah ditahan untuk kelancaran proses penyidikan lebih lanjut.

M Adil dan Fitria Nengsih ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK pada gedung Merah Putih dan M Fahmi Aressa ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur. Masa penahanan tersangka juga sudah diperpanjang.

Sebelumnya Ali Fikri menyebut, M Adil diduga memerintahkan para kepala SKPD untuk melakukan setoran uang yang sumber anggarannya dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GU).

"Masing-masing SKPD kemudian dikondisikan seolah-olah adalah utang pada MA. Besaran pemotongan UP dan GU ditentukan MA dengan kisaran 5 % sampai dengan 10 % untuk setiap SKDP," jelas Ali Fikri.

Selanjutnya setoran UP dan GU dalam bentuk uang tunai disetorkan kepada pada Fitria Nengsih yang menjabat Kepala BPKAD Kepulauan Meranti, sekaligus orang kepercayaan M Adil.

"Setelah terkumpul, uang-uang setoran tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan MA diantaranya sebagai dana operasional kegiatan safari politik rencana pencalonan MA untuk maju dalam Pemilihan Gubernur Riau di tahun 2024," ungkap Ali Fikri.

M Adil juga menerima gratifikasi sebesar Rp1,4 miliar dari PT Tanur Muthmainnah (TM) yang bergerak di bidang travel perjalanan umroh pada Desember 2022. Uang itu diterima M Adil melalui Fitria Nengsih yang juga menjabat Kepala Cabang PT TM untuk proyek pemberangkatan umrah bagi para Takmir Masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.

Akibat perbuatan itu, M Adil dijerat pasal berlapis, yakni sebagai penerima suap melanggar Pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagai pemberi suap, M Adil melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Fitria Nengsih sebagai pemberi suap melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

M Fahmi Aressa sebagai penerima suap melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (*16) 

Ikuti LIPO Online di GoogleNews

Berita Lainnya

Index