PEKANBARU, LIPO - Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Riau Syahril Abu Bakar selama 6 tahun penjara, dalam kasus korupsi dana hibah.
Majelis hakim Tipikor memutuskan mantan Ketua PMI Riau terbukti melakukan korupsi dana hibah sebesar Rp1,4 miliar.
Vonis hakim yang dipimpin Delta Tamtama SH MH ini, dibacakan dalam sidang Selasa (29/7/25). Sementara Bendaharanya Rambun Pamenan divonis 5 tahun penjara.
Hakim menyebutkan, kedua terdakwa
bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
"Menghukum terdakwa Syahril Abu Bakar dengan pidana penjara selama 6 tahun dan terdakwa Rambun Pamenan selama 5 tahun, dengan perintah tetap ditahan,”kata hakim.
Hakim juga menghukum kedua terdakwa untuk membayar denda masing-masing sebesar Rp300 juta. Apabila denda itu tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan.
Sementara khusus terdakwa Syahril Abubakar, hakim memberikan hukuman tambahan untuk membayar uang pengganti (UP) kerugian negara sebesar Rp1.448.458.002. Jika UP itu tidak dibayar, maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun.
Atas vonis hakim itu, terdakwa melalui kuasa hukumnya Dwi Wibowo SH MH menyatakan pikir-pikir. Hal sama juga disampaikan jaksa penuntut umum (JPU) Ihsan Awaljon SH, Indriyani SH dan Yuliana SH.
Vonis hakim ini lebih ringan dari tuntutan JPU. Sebelumnya, Syahril dituntut jaksa dengan 8,5 tahun penjara dan Rambun 7,5 tahun penjara.
Syahril oleh jaksa, diberikan hukuman tambahan untuk membayar uang pengganti (UP) kerugian negara sebesar Rp1.448.458.002. Jika UP itu tidak dibayar, maka diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun.
Dugaan korupsi ini terjadi oada Januari 2019-2022. Berawal ketika PMI Riau menerima dana hibah dari Pemprov Riau dengan total Rp6,150.000.000.
Dana tersebut seharusnya digunakan untuk mendanai berbagai program PMI Riau sesuai dengan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD), termasuk untuk belanja rutin, barang, pemeliharaan inventaris, biaya perjalanan dinas, publikasi, dan lainnya.
Namun, kedua terdakwa diduga menyalahgunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadi. Diantaranya, dengan membuat nota pembelian fiktif, melakukan mark-up harga dan menyusun kegiatan yang tidak sesuai kenyataan.
Selain itu, terdapat juga pemotongan dana yang seharusnya diterima oleh pihak yang berhak, seperti pembayaran gaji pengurus dan staf markas PMI Riau yang tidak bekerja.
Berdasarkan audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Riau, negara mengalami kerugian sebesar Rp1.448.458.002(***)