Pembahasan KUA-PPAS Inhil 2026 Molor, DPRD Soroti Keterlambatan Pemda

Pembahasan KUA-PPAS Inhil 2026 Molor, DPRD Soroti Keterlambatan Pemda
Ketua DPRD Inhil, Iwan Taruna didampingi unsur pimpinan lainnya dan sejumlah anggota DPRD saat konferensi pers

LIPO - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) hingga kini masih membahas dokumen Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Tahun 2026 yang baru diserahkan Pemerintah Daerah pada tanggal 24 November 2025 lalu.

Ketua DPRD Inhil, Iwan Taruna menjelaskan, keterlambatan pembahasan ini dikarenakan lambatnya Pemkab Inhil menyerahkan dokumen tersebut kepada legislatif. Padahal secara aturan, pada tanggal 30 November 2025 kemarin, KUA-PPAS sudah harus disepakati dan ditandatangani bersama.

“Pemda sudah terlambat memasukkan dokumen. Secara waktu, tidak sempat lagi. Jadi jangankan RAPBD, KUA-PPAS saja tidak sempat,” ungkap Iwan Taruna saat konferensi pers di lobi Gedung DPRD, Jalan Subrantas Tembilahan, Selasa 2 Desember 2025.

Senada dengan itu, Wakil Ketua DPRD Inhil, Junaidi menyatakan bahwa pihaknya tetap melakukan pendalaman secara cermat terhadap berbagai aspek dalam KUA-PPAS tersebut, baik pada sisi penerimaan maupun belanja daerah. Salah satu yang menjadi perhatian ialah rencana pinjaman daerah sebesar Rp200 miliar.

Menurutnya, pendalaman diperlukan agar seluruh proses berjalan transparan dan tidak menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari.

“Pendalaman ini bisa dilakukan salah satunya melalui uji publik. Kami di DPRD tidak mau dianggap hanya sebagai tukang stempel. Semua harus benar-benar dikaji agar tidak ada kesalahan yang berisiko hukum,” tegas Junaidi.

Selanjutnya, DPRD Inhil berharap Pemkab dapat segera menyesuaikan jadwal dan kelengkapan dokumen yang dibutuhkan, sehingga pembahasan KUA-PPAS dan RAPBD 2026 dapat tetap diselesaikan sesuai ketentuan perundang-undangan.

Untuk diketahui, keterlambatan penyusunan atau persetujuan RAPBD yang berawal dari molornya KUA-PPAS ini berpotensi membawa sanksi administratif, sebagaimana diatur dalam regulasi keuangan daerah.

Sanksi bisa berupa hak-hak keuangan pimpinan daerah dan/atau DPRD tidak dibayarkan selama 6 bulan jika pengajuan atau persetujuan RAPBD melewati batas waktu.

Selain itu, ada risiko daerah terancam kehilangan akses ke insentif dari pusat, seperti Dana Insentif Daerah (DID) atau penundaan transfer dana dari pusat bagi daerah, seperti dana transfer umum (DAU) atau dana alokasi lainnya.

Imbasnya, penundaan pengesahan anggaran bisa menghambat pelaksanaan program pembangunan dan layanan publik, serta menimbulkan ketidakpastian bagi OPD dan masyarakat.*****

Ikuti LIPO Online di GoogleNews

Berita Lainnya

Index