PEKANBARU, LIPO - Kejaksaan Tinggi Riau menggelar Seminar Hukum 'Restorative Justice', Kamis (14/7). Kegiatan ini diikuti sejumlah elemen masyarakat, di antaranya dari akademisi dan praktisi hukum. Lalu, kalangan pers dan mahasiswa.
Kegiatan yang dipusatkan di Aula HM Prasetyo Gedung Satya Adhi Wicaksana itu dibuka secara resmi oleh Kepala Kejati Riau, Jaja Subagja. Hadir saat Wakil Kajati (Wakajati) Akmal Abbas, para asisten, serta para undangan lainnya.
Dikatakan Kajati, seminar ini diselenggarakan dalam rangka peringatan Hari Bhakti Adhyaksa ke-62 tahun 2022. Tema yang diusung adalah Restorative Justice.
"Tema tersebut menindaklanjuti dari kebijakan Jaksa Agung yang menerbitkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif," ujar Kajati Jaja Subagja dalam sambutannya.
Dikatakan Kajati, seminar ini diikuti sejumlah perwakilan elemen masyarakat. Di antaranya, akademisi, praktisi, mahasiswa dan pers.
"Saya selaku Kepala Kejaksaan Tinggi Riau beserta jajaran mengucapkan penghargaan dan rasa terima kasih kepada Prof Dr Dra Rd Siti Sofro Sidig, MSi dan Dr Davit Rahmadan SH MH yang berkenan menjadi narasumber untuk dapat memberikan ilmu atau sharing knowledge sehingga dapat memperkaya khazanah pengetahuan kita semua yang mengikuti seminar ini," sebut Kajati.
"Saya juga berterima kasih kepada saudara Sunandar Pramono SH MH selaku Koordinator pada Bidang Tindak Pidana Umum untuk mewakili Kejaksaan yang akan memaparkan dan mensosialisasikan Restorative Justice sebagaimana Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif," sambung mantan Kajati Gorontalo itu.
Dalam kesempatan itu, Kajati berharap semoga seminar ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan. "Kami memohon maaf apabila dalam menerima kehadiran bapak, ibu, saudara-saudara sekalian terdapat hal yang kurang berkenan," pungkas Kajati.
Sementara itu, Asisten Intelijen Kejati Riau Raharjo Budi Kisnanto menyatakan Restoratif Justice sebagai penyelesaian perkara di luar persidangan. Hal ini dipandang sebagai solusi untuk mengurangi over kapasitas yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rutan).
Pelaksanaan Restorative Justice, kata Raharjo, berdasarkan Peraturan Jaksa Agung (Perja) Nomor 015/2020.
"Tujuannya untuk mengurangi over kapasitas lapas dan rutan yang sudah over kapasitas. Sehingga jika perkara dilanjutkan over kapasitas akan terus terjadi," sebut Raharjo.
Melalui penerapan Restorative Justice, maka penegakkan hukum dalam hukum pidana bukan lagi semata-mata dipandang sebagai pembalasan, melainkan untuk mewujudkan keseimbangan.
"Contohnya, seorang nenek yang mengambil kakao dan kakek yang menebang satu batang bambu apakah itu harus dilimpahkan (ke pengadilan)? Padahal bisa didamaikan di luar pengadilan," sebut dia.
Para narasumber yang diundang dalam seminar yang digelar Kejati Riau kata Raharjo sepakat dengan alasan Jaksa dalam menerapkan Restorative Justice dalam penyelesaian perkara.
"Sependapat dengan kita (narasumber,red). Sehingga RJ tinggal pelaksanaan saja," imbuh mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. (*1/***)