Korupsi Laptop Rp9,9 T, Kejagung Sebut Tiga Saksi Stafsus Nadiem Berpotensi Jadi Tersangka

Selasa, 15 Juli 2025 | 10:25:14 WIB
Nadiem Makarim usai diperiksa Kejagung/ist

JAKARTA,  LIPO-- Langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook senilai Rp 9,9 triliun hingga kini belum menetapkan tersangka. 

Kasus pengadaan itu terkait program digitalisasi pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

 Hanya saja, penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung membuka peluang, semua pihak yang saat ini berstatus cegah berpotensi menjadi tersangka.

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar mengatakan, sudah lebih 50-an Saksi yang diperiksa dalam pengusutan kasus tersebut. Dan jumlah itu, tercatat empat orang yang berstatus pencegahan.

 “Penyidik sesuai dengan kewenangannya yang ada, bisa melakukan pencegahan ataupun pencekalan terhadap seseorang, apakah statusnya sebagai saksi atau tersangka,” kata Harli di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (15/7/2025) dini hari WIB.

Empat Saksi yang saat ini berstatus dicegah perjalanan keluar negeri adalah Mendikbudristek periode 2019-2024 Nadiem Anwar Makarim. Kemudian, tiga staf khusus Mendikbud Nadiem, yaitu Fiona Handayani (FH), Ibrahim Arief (IA), dan Jurist Tan (JT). Empat yang berstatus cegah itu sudah beberapa kali diperiksa.

Nadiem pada Selasa siang WIB, dijadwalkan menjalani pemeriksaan kedua sebagai Saksi. Sedangkan Fiona dan Ibrahim sudah diperiksa lebih dari empat kali. Adapun Hakim Tan empat kali mangkir dari pemeriksaan. Hal itu terjadi karena Jurist sudah lolos ke luar negeri.

"Nah apakah kemungkinan dalam kasus ini Saksi-saksi dan sudah dilakukan pencegahan dan pencekalan akan berubah statusnya menjadi tersangka? Semuanya itu mungkin jika alat-alat bukti dari penyidikan ini cukup," kata Harli.

Menurut dia, tim penyidik Jampidsus Kejagung sedang bekerja terus-menerus untuk menggali bukti-bukti sebelum mengumumkan tersangka. Jadi berbagai pendapat selama ini mengapa belum ada penetapan tersangka, ya karena memang saat ini, itu yang sedang dikerjakan oleh penyidik (menemukan tersangka), ucap Harli.

Pengusutan korupsi penggunaan anggaran Rp 9,9 triliun dalam program digitalisasi pendidikan di Kemendikbud terjadi pada periode 2019-2023. Salah satu yang menjadi fokus pengusutan terkait dengan pengadaan laptop Chromebook.

Versi peneliti Jampidsus Kejagung, dalam pengadaan laptop Chromebook tersebut terjadi pengkondisian dengan banyak vendor penyedia barang. Karena mulanya program digitalisasi pendidikan itu membeli pengadaan laptop berbasis sistem operasi terbuka Google tersebut.

Selain itu, dalam proses pengadaannya juga bermasalah. Karena menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik senilai Rp 6,39 triliun dan Dana Satuan Pendidikan (DSP) senilai Rp 3,82 triliun. Penggunaan anggaran DAK dan DSP tersebut seharusnya berasal dari kebutuhan yang diminta oleh sekolah-sekolah melalui pemerintah daerah.

Tetapi, pengadaan malah langsung dilaksanakan oleh pejabat Kemendikbudristek. Dalam penyelidikan awal juga pernah disampaikan adanya mark-up dalam belanja laptop chromebook seharga Rp 5 sampai Rp 7 juta itu. Namun dalam pelunasannya menggelontorkan Rp 10-an juta dari setiap unit barang.(***)

Tags

Terkini