PEKANBARU, LIPO - Sidang perdana tindak pidana korupsi proyek rekonstruksi jalan ruas VI Pulau Kijang–Sanglar Tahun Anggaran (TA) 2023 digelar, Selasa, 25/8/2025 petang.
Dalam sidang yang dipimpin majelis hakim Jonson Prancis SH MH ini, jaksa penuntut umum (JPU) Aditya SH dalam dakwaannya menyebutkan, proyek rekonstruksi jalan tersebut memiliki pagu anggaran sebesar Rp15.450.000.000.
Dua terdakwa kasus tindak pidana korupsi proyek rekonstruksi jalan ruas VI Pulau Kijang–Sanglar Tahun Anggaran (TA) 2023 di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) tersebut didakwa merugikan negara sebesar Rp15,4 miliar.
Fakta itu terungkap dalam sidang perdana yang digelar, Selasa (26/5/25) petang, di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Kedua terdakwa yakni, Direktur PT Gunung Guntur, Eka Agus Syafrudin selaku pelaksana kegiatan dan Kepala Bidang (Kabid) Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUPR) Inhil, Erwanto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas PUTR Inhil melalui kontrak nomor 600.1.9.3/DPUTR-BM/SP-RKJL/2023/08.01 tertanggal 16 Agustus 2023.
Kontrak ditandatangani oleh Erwanto selaku PPK dan Eka Agus Syafrudin sebagai Direktur PT Gunung Guntur. Masa pelaksanaan proyek ditetapkan dari 16 Agustus hingga 28 Desember 2023.
Selama proyek berlangsung, terdapat dua kali pembayaran, yakni uang muka sebesar 20 persen senilai Rp3.079.702.300 pada 8 September 2023 dan pembayaran termin sebesar 31,78 persen senilai Rp4.156.811.532,70 pada 29 Desember 2023.
Namun, berdasarkan laporan akhir dari Konsultan Pengawas PT Ryan Syawal Consultant, progres fisik proyek hanya mencapai 11,47 persen. Angka ini jauh berbeda dengan laporan dari penyedia yang menyatakan progres mencapai 36,78 persen.
Penyedia proyek memalsukan tanda tangan Supervisi Engineering dengan sepengetahuan Erwanto selaku PPK.
Proyek ini sempat mengalami tiga kali addendum, termasuk perpanjangan waktu hingga 31 Desember 2024. Namun, hingga batas waktu tersebut, proyek tak kunjung rampung dan akhirnya diputus kontrak secara resmi pada 17 Februari 2024.
Dalam rangka penyidikan, tim penyidik bersama ahli teknik sipil melakukan pengecekan fisik di lapangan pada 9–12 Februari 2025. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya kekurangan signifikan pada volume dan mutu beton yang digunakan.
Berdasarkan Laporan Audit Kerugian Negara dari Inspektorat Daerah Kabupaten Indragiri Hilir, proyek ini menimbulkan kerugian negara sebesar Rp6.270.011.525,33.
"Atas perbuatannya, kedua terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),"tutup jaksa. (***)