KUTUPALONG, LIPO-Bantuan dari berbagai pihak termasuk dari Pemerintah Indonesia mulai berdatangan ke Bangladesh untuk membantu pengungsi Rohingya. Bantuan ini tentunya diharapkan akan sedikit meringankan penderitaan masyarakat Rohingya yang memang terancam kelaparan.
Pengungsi Rohingya di Kutupalong, Bangladesh, menyambut datangnya bantuan dengan antusias. Sayangnya rasa antusias yang berlebihan tersebut berubah menjadi bencana dan menyebabkan 3 orang termasuk anak-anak meninggal saat akan menerima bantuan.
Ketiga warga Rohingnya yang tak disebutkan namanya itu tewas akibat terinjak-injak. Korban diketahui terdiri dari seorang perempuan dewasa dan 2 anak-anak yang usianya tidak dirinci. Saat kejadian, para pengungsi diketahui tengah memperebutkan bantuan berupa pakaian.
Berdasarkan informasi dari Kelompok Koordinasi Sektor Bantuan (ISCG) di Bangladesh, bantuan tersebut datang dibawa oleh sebuah truk dan kemudian dilempar keluar ke jalan di Balukhali Pan Bazar dekat kamp pengungsi Kutupalong sehingga warga langsung berebut. Tewasnya ketiga orang tersebut menjadi potret nyata rasa putus asa yang kini melanda warga Rohingya.
Sebagaimana diberitakan, diperkirakan lebih dari 400 ribu warga Rohingnya telah mengungsi ke Bangladesh terhitung sejak situasi Rakhine state kembali memanas pada 25 Agustus lalu. Sebagian besar para pengungsi itu pergi dengan tangan kosong tanpa memiliki harta benda.
"Saya tidak bisa membawa apa pun. Pakaian yang saya pakai ini adalah pemberian dari seseorang di sini. Saya kehilangan segalanya, tidak ada yang tertinggal di rumah saya di Myanmar, semuanya hancur," ujar seorang pengungsi Rohingya, Romiza Begum sebagaimana dilansir dari CNN, Senin (18/9/2017).
Bantuan yang diperebutkan tersebut merupakan bantuan tidak resmi. Bantuan tidak resmi itu kerap dikirim oleh penduduk lokal Bangladesh yang memang menaruh rasa simpati terhadap Rohingya. Mereka kerap memberikan bantuan dengan tanpa prosedur dan langsung melemparkannya dari truk yang melintas di dekat kamp-kamp penampungan pengungsi.
Pihak lembaga bantuan resmi sendiri mengaku menyambut dan menghargai bantuan tersebut namun mereka menyayangkan cara pemberian bantuan yang cenderung membahayakan.
"Akan lebih baik jika bantuan kepada para pengungsi dilakukan dengan menggunakan cara distribusi resmi. Memberi bantuan dengan melemparkannya dari truk merupakan hal yang terlalu berbahaya," kata Juru Bicara Federasi Palang Merah Internasional (IFRC) untuk Bangladesh, Corinne Ambler.
Ambler menambahkan, pemberian bantuan dengan cara seperti itu tak jarang berakhir dengan pertikaian antar warga Rohingnya yang ingin mempertahankan barang yang mereka dapat. Bahkan beberapa dari mereka kerap nekat memanjat badan truk untuk memastikan diri mendapat bantua.
"Anak-anak menjadi korban yang paling rentan dalam bahaya saat berebut bantuan apalagi ketika supir truk sering tidak menyadari keberadaan mereka," imbuh Ambler.
Badan amal di Bangladesh sebelumnya mengklaim bahwa para ratusan ribu pengungsi Rohingnya di negara tersebut dapat meninggal dunia akibat kurangnya pasokan makanan, air bersih serta tempat berlindung. Kini jumlah pengungsi Rohingya yang semakin membludak.(lipo*3/okz)
Pengungsi Rohingya di Kutupalong, Bangladesh, menyambut datangnya bantuan dengan antusias. Sayangnya rasa antusias yang berlebihan tersebut berubah menjadi bencana dan menyebabkan 3 orang termasuk anak-anak meninggal saat akan menerima bantuan.
Ketiga warga Rohingnya yang tak disebutkan namanya itu tewas akibat terinjak-injak. Korban diketahui terdiri dari seorang perempuan dewasa dan 2 anak-anak yang usianya tidak dirinci. Saat kejadian, para pengungsi diketahui tengah memperebutkan bantuan berupa pakaian.
Berdasarkan informasi dari Kelompok Koordinasi Sektor Bantuan (ISCG) di Bangladesh, bantuan tersebut datang dibawa oleh sebuah truk dan kemudian dilempar keluar ke jalan di Balukhali Pan Bazar dekat kamp pengungsi Kutupalong sehingga warga langsung berebut. Tewasnya ketiga orang tersebut menjadi potret nyata rasa putus asa yang kini melanda warga Rohingya.
Sebagaimana diberitakan, diperkirakan lebih dari 400 ribu warga Rohingnya telah mengungsi ke Bangladesh terhitung sejak situasi Rakhine state kembali memanas pada 25 Agustus lalu. Sebagian besar para pengungsi itu pergi dengan tangan kosong tanpa memiliki harta benda.
"Saya tidak bisa membawa apa pun. Pakaian yang saya pakai ini adalah pemberian dari seseorang di sini. Saya kehilangan segalanya, tidak ada yang tertinggal di rumah saya di Myanmar, semuanya hancur," ujar seorang pengungsi Rohingya, Romiza Begum sebagaimana dilansir dari CNN, Senin (18/9/2017).
Bantuan yang diperebutkan tersebut merupakan bantuan tidak resmi. Bantuan tidak resmi itu kerap dikirim oleh penduduk lokal Bangladesh yang memang menaruh rasa simpati terhadap Rohingya. Mereka kerap memberikan bantuan dengan tanpa prosedur dan langsung melemparkannya dari truk yang melintas di dekat kamp-kamp penampungan pengungsi.
Pihak lembaga bantuan resmi sendiri mengaku menyambut dan menghargai bantuan tersebut namun mereka menyayangkan cara pemberian bantuan yang cenderung membahayakan.
"Akan lebih baik jika bantuan kepada para pengungsi dilakukan dengan menggunakan cara distribusi resmi. Memberi bantuan dengan melemparkannya dari truk merupakan hal yang terlalu berbahaya," kata Juru Bicara Federasi Palang Merah Internasional (IFRC) untuk Bangladesh, Corinne Ambler.
Ambler menambahkan, pemberian bantuan dengan cara seperti itu tak jarang berakhir dengan pertikaian antar warga Rohingnya yang ingin mempertahankan barang yang mereka dapat. Bahkan beberapa dari mereka kerap nekat memanjat badan truk untuk memastikan diri mendapat bantua.
"Anak-anak menjadi korban yang paling rentan dalam bahaya saat berebut bantuan apalagi ketika supir truk sering tidak menyadari keberadaan mereka," imbuh Ambler.
Badan amal di Bangladesh sebelumnya mengklaim bahwa para ratusan ribu pengungsi Rohingnya di negara tersebut dapat meninggal dunia akibat kurangnya pasokan makanan, air bersih serta tempat berlindung. Kini jumlah pengungsi Rohingya yang semakin membludak.(lipo*3/okz)