Terkait Penanganan Kasus Dugaan Pencurian di PT Chevron, Ini Penjelasan Kajati Riau

Terkait Penanganan Kasus Dugaan Pencurian di PT Chevron, Ini Penjelasan Kajati Riau
Kajati Riau, Dr. Mia Amiati, SH., MH/LIPO
PEKANBARU, LIPO - Kepala Kejaksaan Tinggi Riau, Dr. Mia Amiati, SH., MH, memberikan penjelasan terkait penanganan kasus dugaan pencurian di PT Chevron yang ditangani Kajari Siak, Senin (27/07).

Penjelasan tersebut disampaikan Kajati Riau, Mia Amiati, menanggapi sejumlah pemberitaan di sejumlah media, terutama terkait tudingan kepada pihak Kejaksaan, yang menuding adanya dugaan kriminalisasi dan dugaan pemerasan dalam penanganan kasus tersebut.

Menurut Kajati, Mia, Kasus Pencurian di PT Chevron yang berkas perkaranya sudah dilimpahkan ke Kejari Siak oleh Penyidik. Kasi Pidum Kejari Siak menyatakan bahwa secara formil dan materil, Berkas Perkara Belum Lengkap. Sehingga Kejaksaan mengembalikan berkas dimaksud dengan memberikan petunjuk kepada Penyidik yang dituangkan di dalam format P-19. Sebagaimana dijelaskan oleh Kasi Pidum Kejari Siak, maupun Kajari Siak, pada saat memberi penjelasan kepada salah media lokal di Siak.

Belum lama ini pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Siak menerima berkas perkara kasus dugaan penadahan pencurian tembaga yang terjadi di PT Chevron Pasifik Indonesia (CPI). Atas limpahan berkas kasus tersebut, pihak Kejari Siak masih dalam pemberian petunjuk P-19 kepada penyidik untuk dilengkapi

Terkait hal itu, dijelaskan Kajati, Mia, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Siak Aliansyah SH, melalui Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Siak Rian SH MH menuturkan, kasus tersebut saat ini masih sedang dalam proses dan masih P-19.

Dalam perkara ini, tersangka MR ini disangkakan selaku penadah yang membeli kabel 16 Kilogram tembaga milik PT Chevron oleh pihak penyidik Polres Siak. 

Namun saat perkara ini masih dalam tahap P-19, tersangka justru meminta agar kasus tersebut segera disidangkan, sebagaimana dilaporkan oleh Kasi Pidum di dalam Kronologis Penanganan Perkara dimaksud yang dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi Riau. 

Dikatakan Kajati lagi, demikian juga terkait dengan pemberitaan di salah satu media yang memuat tuduhan dari Koordinator Litigasi dan Advokasi Perkumpulan Pengacara Rakyat (Perak), Oktaviandi Tri Anugrah Sitorus, yang mengungkapkan adanya dugaan kriminalisasi dan dugaan pemerasan yang dilakukan oknum-oknum aparat, seperti oknum kepolisian dan oknum jaksa.

Dalam perkara tersebut, baik Kajari Siak maupun Kasi Pidum pada Kejari Siak tidak ingin menanggapi hal tersebut, mengingat berkas perkara kasus penadahan yang diterima oleh Kejari Siak saat ini masih belum lengkap, dan Jaksa yang telah ditunjuk terfokus kepada masalah teknis yuridis mempelajari berkas perkara untuk melihat apakah secara formil maupun materil berkas perkara tersebut sudah dapat dinyatakan lengkap, atau Penyidik masih harus diberi petunjuk untuk melengkapi berkas perkara.

"Berdasarkan kronologis penanganan perkara dimaksud yang telah saya terima Laporannya, tentu saya akan mendukung anggota saya karena secara faktual Jaksa yang telah ditunjuk untuk meneliti Berkas Perkara sudah melaksanakannya sesuai dengan SOP dan UU yang berlaku," ujar Kajati Mia Amiati, kepada liputanoke.com, Senin (27/04).

Bahkan dari Kronologis Perkara tersebut terungkap, bahwa ‭pada hari Senin, tanggal 22 Juni 2020, sekira pukul 12.30‬ WIB, Kasi Pidum Kejari Siak, didatangi oleh Bripka BA dan Brigadi JS yang merupakan penyidik Polsek Minas dalam kapasitas untuk melakukan koordinasi terkait teknis perkara dimaksud.

Namun, dijelaskan Kajati lagi, menurut Kasi Pidum, rupanya ada orang lain yang ikut datang menemui Kasi Pidum, yaitu SB, yang merupakan suami dari‬ tersangka WM. Dan pada saat itu Kasi Pidum menanyakan maksud kedatangannya, dan Sdr SB ‭langsung menyuruh kepada saya agar perkara tersebut dipercepat‬ persidangannya, dan istrinya yaitu WM untuk tidak‬ ‭ditahan, karena anaknya masih Kecil kecil sehingga tidak ada yang‬ ‭menjaga anaknya.

Mengingat pada saat itu berkas perkara tahap I‬ belum diterima, sehingga Kasi Pidum mengatakan hal tersebut tidak‬ ‭memungkinkan, kemudian disampaikan kepada Sdr. SB bahwa jaksa berwenang  melakukan  penahanan  atau  tidak‬ terhadap istrinya  tersebut setelah polisi menyerahkan tersangka  dan‬ barang bukti kepada jaksa (tahap II), dan itupun ada standar operasional‬ ‭prosedur (SOP) yang harus dijalani dan dilaporkan kepada pimpinan terkait‬ ‭penangguhan penanganan dan harus memperhatikan seluruh aspek dari‬ ‭tersangka itu  sendiri. 

Mendengar hal tersebut, kemudian SB meminta  kepada Kasi Pidum dengan raut wajah dan nada suara‬ ‭yang cukup emosi agar sel tahanan istrinya dipisahkan dengan sel tahanan‬ lainnya, dan kalau bisa istrinya menghuni sel tahanan sendiri. Mendengar hal tersebut, kemudian ditegaskan oleh Kasi Pidum bahwa hal tersebut‬ ‭tidak memungkinkan, karena posisi perkara masih dalam tahap penelitian‬ (tahap I) dan berkas perkaranya pun belum diterima oleh Kejaksaan dari penyidik‬ Polsek Minas, oleh karenanya yang berwenang adalah Polsek Minas yang‬ ‭melakukan penahanan kepada istri SB, yaitu‬ ‭tersangka WM.

Kemudian‬ saudara SB tetap ngotot dan terkesan memaksakan kehendaknya untuk dikabulkan, sambil menawarkan sejumlah uang, dan pada saat itu Kasi Pidum bereaksi dengan nada sedikit tinggi‬ mengatakan kepada Sdr SB, bahwa walaupun saudara‬ SB menawarkan kepada saya, uang lebih dari apa yang ia tawarkan uang lebih dari itu saya‬ akan menolak dengan  tegas permohonan tersebut.  

Selanjutnya, di dalam Kronologis Penanganan Perkara yang dilaporkan kepada Kajati tersebut, disebutkan bahwa saat ini tim Jaksa masih mengikuti perkembangan proses praperadilan yang dilakukan oleh tersangka M di PN Siak. 

Terlepas dari masalah tuduhan Sdr. Oktaviandi Tri Anugrah Sitorus, yang mengungkapkan adanya dugaan kriminalisasi dan dugaan pemerasan yang dilakukan oknum aparat Jaksa, yang dilansir melalui pemberitaan di salahsatu media, saya selaku Pimpinan pada Wilayah Hukum Kejati Riau ingin memberikan penjelasan, bahwa pelimpahan berkas perkara dari penyidik kepada penuntut umum ketentuannya diatur di dalam KUHAP.

Tahapan yang menjadi kewenangan Penuntut Umum setelah menerima Berkas Perkara adalah melakukan pra Penuntutan: Di dalam KUHAP prapenuntutan ini diatur dalam Pasal 14 huruf b yang berbunyi: "Penuntut umum mempunyai wewenang mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4) dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik." 

Adapun isi Pasal 110 KUHAP secara keseluruhan adalah:

1). Dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara itu kepada penuntut umum.

(2). Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata masih kurang lengkap, penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi.

(3). Dalam hal penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum.

(4). Penyidikan dianggap telah selesai apabila dalam waktu empat belas hari penuntut umum tidak mengembalikan hasil penyidikan atau apabila sebelum batas waktu tersebut berakhir telah ada pemberitahuan tentang hal itu dari penuntut umum kepada penyidik.

Atas dasar Pasal 110 KUHAP tersebut dalam proses prapenuntutan dituntut semangat dan kemauan dari penyidik dan penuntut umum untuk menuntaskan penyidikan dalam skema waktu yang cepat dan segera, tidak menunda-nunda pengembalian berkas perkara atau pelimpahan berkas ke pengadilan jika syarat formil dan materiil dan alat buktinya sudah terpenuhi.  
Dikatakan Kajati, Perlu juga dipahami, bahwa Pengembalian berkas perkara dari penuntut umum untuk diperbaiki oleh penyidik sesuai dengan pentunjuk yang diberikan oleh penuntut umum jangan dianggap sebagai hal yang mengada-ada, dan diluar dari konteks perkaranya karena pada prinsipnya pengembalian berkas perkara kepada penyidik oleh Penuntut Umum adalah untuk diperbaiki sesuai dengan petunjuk penuntut umum adalah untuk memperkuat JPU dalam menyusun dakwaannya dan melakukan penuntutan di persidangan, agar jangan sampai ada terdakwa yang bebas di pengadilan karena bila terdakwa bebas maka tugas Prapenuntutan tidak berhasil dan penuntut umum dianggap tidak profesional dalam melakukan pembuktian terhadap dakwaannya dalam proses penuntutan. 

Disamping alasan tersebut, alasan lainnya yaitu bila penuntut umum tidak dapat mempertahankan dakwaannya, penuntut umum selaku pihak yang mewakili kepentingan publik, dan korban sekaligus akan dituntut untuk mempertanggunjawabkannya, baik pertanggungjawaban dari aspek profesinya juga dari aspek yuridisnya, yang akan berpengaruh kepada pembinaan karier JPU yang bersangkutan.

Adapun mekanisme yang sudah disepakati, apabila penyidik Polri sudah tidak dapat mengembangkan penyidikannya maka penyidik menyatakan bahwa penyidikan sudah optimal, dan selanjutnya penuntut umum  menggunakan mekanisme dalam Undang-Undang Kejaksaan pasal 30 ayat (1) huruf d yaitu melakukan pemeriksaan tambahan. Namun, kewenangan pemeriksaan tambahan ini dibatasi baik objek pemeriksaan maupun waktunya, sehingga akhirnya dalam praktek tidak dapat dilaksanakan secara maksimal.

Untuk mengatasi terjadinya bolak-balik berkas perkara dari penyidik ke penuntut umum, maka begitu penyidik sudah mulai melakukan penyidikan, penyidik memberitahukan telah mulai dilakukan penyidikan ke kejaksaan dan kemudian kejaksaan selain mengirimkan P.16 ke penyidik juga menyampaikan bahwa penyidik dalam kasus tersebut sudah bisa berkoordinasi secara informal setiap saat dengan jaksa P.16, sehingga penyidik dan jaksa P.16 dapat langsung berkoordinasi pada saat prapenuntutan. Karena dengan adanya semangat dan kemauan untuk berkoordinasi baik secara yuridis akan tercipta suatu hubungan yang baik dan harmonis dalam kasus tersebut serta akan menghilangkan nilai-nilai ego sentris antara penyidik dan penuntut umum dalam menjalankan suatu proses penegakan hukum.

Hubungan koordinasi antara penyidik dan penuntut umum ini sangat penting karena akan berdampak pada penanganan perkara pidana itu sendiri khususnya pada tahap prapenuntutan. Untuk itu perlu dibangun system integrasi antara penyidik dan penuntut umum pada tahap prapenuntutan dan jangan selalu disalahartikan sebagai sesuatu konspirasi yang negatif. 

"Untuk seluruh insan Adhyaksa yang berada di wilayah hukum Provinsi Riau beserta para Kajari dan jajarannya se Wilayah Riau, teruskan perjuangan penegakan hukun, jangan surut langkah. Ayooo terus bergerak dan berkarya," pungkas Kajati Riau, Mia Amiati.(*3)

Ikuti LIPO Online di GoogleNews

Berita Lainnya

Index