LIPO - Pemeriksaan para pejabat oleh Kejaksaan Tinggi Riau terkait dugaan korupsi di Bagian Sekretariat Daerah Pemkab Inhu, yang direncanakan pekan ini, urung dilakukan. Hal ini disebabkan karena Pekanbaru saat ini berada pada zona merah Covid-19.
Sedianya, Bagian Pidana Khusus Kejati Riau memanggil 7 pejabat di Pemkab Inhu untuk dimintai keterangan di Kejati Riau, Jalan Jenderal Sudirman, Kota Pekanbaru, pekan ini.
Ada beberapa kasus di Inhu yang diambil alih penanganannya oleh Kejati Riau, diantaranya dugaan korupsi di Bagian Protokol Sekretariat Daerah (Setda) Inhu, dan pengadaan alat kesehatan.
"Sementara aktivitas dikurangi, ada petunjuk agar mengurangi interaksi, karena alasan penyebaran Covid-19 di Pekanbaru sedang tinggi," ujar Kepala Kejati Riau, Dr. Mia Amiati, SH. MH, Kamis (17/9/2020).
"Untuk sementara tidak ada pemeriksaan saksi maupun klarifikasi," tegas Mia lagi.
Terkait dugaan korupsi di Bagian Protokol Setda Inhu, sebelumnya sudah dilakukan pemeriksaan terhadap sejumlah pihak di Kejari Inhu. Diduga ada penyalahgunaan anggaran di bagian tersebut.
Mia pernah menjelaskan, pada medio 2016-2019, Bagian Protokol mendapatkan dana dari APBD Inhu. Dana tersebut digunakan untuk keperluan perjalanan dinas dan kegiatan lain di Bagian Protokol Setdakab Inhu.
Dalam pelaksanaannya, tim melihat adanya pemotongan 20 persen yang diserahkan kepada pelaksana kegiatan. Pencairan dari bendahara, pengelolaan selalu dipotong sejak 2016-2019 sebesar 20 persen.
Nantinya uang dari pemotongan digunakan untuk kepentingan pimpinan, seperti THR, uang duka dan lainnya. Juga ditemukan adanya pemesanan tiket pesawat yang dikoordinir PPTK setelah ada pemotongan.
"Menurut pengakuan Kabag Protokol berinisial S, pemotongan itu dilakukan sesuai arahan pimpinannya," kata Mia.
Selain itu, dalam setiap tahun tidak diketahui berapa jumlah anggaran yang dipotong. Kabag Protokol melakukan pemotongan tanpa mekanisme yang benar.
Kemudian, Bendahara Pembantu tidak melakukan usulan dari pelaksana kegiatan. Ada kemungkinan bukti-bukti yang dikeluarkan tapi tidak asli alias aspal.
Akibat pemotongan itu, negara dirugikan sebesar Rp450 juta. Penghitungan kerugian negara itu dilakukan sendiri oleh penyidik Kejari Inhu karena penyimpangan terbaca dari anggaran yang tersedia dan dipotong. (*1/***)