Presiden Mundur, Rakyat Sri Lanka Bergembira

Presiden Mundur, Rakyat Sri Lanka Bergembira
Presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa/int
KOLOMBO, LIPO - Presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa resmi mengundurkan diri pada Jumat (15/7/2022), setelah dia melarikan diri ke Singapura untuk menghindari pemberontakan oleh rakyatnya akibat krisis ekonomi. Pengunduran diri Rajapaksa ini disambut gembira oleh rakyat Sri Lanka.

"Kami sangat senang hari ini dia mengundurkan diri dan kami merasa bahwa ketika kami, orang-orang berkumpul, kami dapat melakukan segalanya. Kami adalah kekuatan nyata di negara ini," kata Arunanandan (34 tahun) seorang guru sekolah yang telah berkemah di lokasi protes utama, yaitu di seberang sekretariat presiden selama tiga bulan terakhir.  

Surat pengunduran diri Rajapaksa pertama kali dikirim melalui e-mail ke Ketua Parlemen Sri Lanka, Mahinda Yapa Abeywardena. Kemudian surat dikirim dalam bentuk hard copy. Pengunduran diri presiden memicu kegembiraan di kota utama Sri Lanka, Kolombo, pada Kamis (14/7/2022) malam.

"Dari titik ini, kami akan bergerak untuk menunjuk presiden baru secara konstitusional. Itu akan terjadi dengan cepat dan sukses. Saya meminta semua orang untuk mendukung proses ini," ujar Abeywardena.

Kerumunan warga menyalakan petasan, meneriakkan slogan-slogan dan menari dengan gembira di lokasi protes yang diberi nama Gota Go Gama. Nama tersebut merupakan plesetan dari nama depan Rajapaksa.

Abeywardena mengatakan, dia berharap dapat menyelesaikan proses pemilihan presiden baru dalam tujuh hari. Parlemen akan mengadakan pertemuan pada Sabtu (16/7/2022). Sementara pemungutan suara untuk presiden berikutnya di parlemen dijadwalkan pada 20 Juli.

Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe akan mengambil alih sebagai presiden sementara. Dia juga merupakan pilihan pertama dari partai yang berkuasa untuk menjadi pengganti presiden. Calon pengganti presiden dari oposisi adalah Sajith Premadasa, sedangkan calon kuda hitam adalah anggota parlemen senior Dullas Alahapperuma.

Aksi protes terhadap krisis ekonomi Sri Lanka telah membara selama berbulan-bulan. Aksi protes mencapai puncaknya pada pekan lalu, ketika ratusan ribu orang mengambil alih gedung-gedung pemerintah di Kolombo, termasuk kediaman resmi presiden. Mereka menyalahkan keluarga Rajapaksa dan sekutunya atas inflasi yang tak terkendali, serta kelangkaan barang-barang kebutuhan pokok, dan korupsi.  

Sri Lanka hampir kehabisan dolar untuk membayar impor produk penting seperti bahan bakar minyak dan obat-obatan. Negara itu juga gagal membayar pinjaman luar negeri.

Inflasi utama Sri Lanka mencapai 54,6 persen pada Juni. Bank sentral telah memperingatkan bahwa, inflasi bisa naik menjadi 70 persen dalam beberapa bulan mendatang. Sri Lanka telah memulai diskusi awal dengan Dana Moneter Internasional tentang pinjaman bailout. Tetapi proses ini telah terganggu oleh kekacauan politik.

Juru bicara IMF Gerry Rice mengatakan, staf IMF masih berkomunikasi dengan pejabat pemerintah tingkat teknis. IMF  berharap dapat melanjutkan dialog tingkat tinggi segera mungkin dengan Sri Lanka.(lipo*3/rol)

Ikuti LIPO Online di GoogleNews

Berita Lainnya

Index