Vonis Lepas Henry Surya, Kejaksaan Anggap Hakim Sangat Keliru Menerapkan Hukum

Vonis Lepas Henry Surya, Kejaksaan Anggap Hakim Sangat Keliru Menerapkan Hukum
Ketut Sumedana/F: Dok.Kejagung

LIPO - Vonis lepas yang dijatuhkan hakim kepada Henry Surya dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya, dianggap sangat keliru oleh Kejaksaan. 

 

Dimana, dalam vonis hakim tersebut, Henry Surya divonis lepas oleh hakim karena kasus tersebut dianggap sebagai kasus perdata. 

 

Hal disampaikan Kapuspenkum Kejagung RI, Ketut Sumedana, menanggapi banyaknya pertanyaan awak media terkait vonis lepas Henry Surya tersebut. 

 

Dikatakan Ketut, sebagaimana dalam Pasal 253 huruf a KUHAP yang berbunyi "Majelis Hakim dalam memutus perkara tersebut tidak menerapkan peraturan hukum sebagaimana mestinya".

 

"Putusan Majelis Hakim tidak sejalan dengan tuntutan dari Penuntut Umum," kata Ketut dalam keterangan tertulisnya, pada Senin (30/01/23). 

 

Oleh karenanya kata Ketut, Penuntut Umum mengajukan upaya hukum KASASI dalam waktu 14 hari kedepan sebagaimana diatur dalam Pasal 245 KUHAP, dengan pertimbangan sebagai berikut:

 

Pertama, bahwa KSP Indosurya telah memiliki 23.000 nasabah dengan mengumpulkan dana nasabah seluruhnya sebanyak Rp 106 Triliun. 

 

Berdasarkan hasil audit nasabah yang tidak terbayarkan lebih dari 6.000 nasabah yang jumlah kerugiannya sebesar kurang lebih Rp16 Triliun, sehingga perbuatan para pelaku sangat melukai hati masyarakat yang menjadi korban dari kegiatan KSP Indosurya, dan pengumpulan dana dilakukan secara ilegal dengan memanfaatkan kelemahan hukum perkoperasian dijadikan alasan untuk mengeruk keuntungan masyarakat.

 

Pertimbangan kedua, KSP Indosurya tidak memiliki legal standing sebagai koperasi dengan alasan, pertama, tidak pernah dilakukan rapat anggota yang memiliki kewenangan tertinggi minimal 1 tahun sekali sebagai bentuk pertanggungjawaban, kedua, anggota yang direkrut tidak memiliki kartu keanggotaan dan tidak pernah dilibatkan dalam mengambil keputusan penting seperti pembagian dividen / Sisa Hasil Usaha (SHU) setiap tahunnya dan perubahan nama koperasi menjadi KOSPIN Indosurya Cipta, ketiga, produk yang dijual tidak masuk akal seperti simpanan berjangka yang nilai simpanannya mulai Rp 50 Juta sampai jumlah tidak terbatas dengan iming-iming bunga 8,5% sampai 11,5 % yang tidak sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia. 

 

Pertimbangan ketiga, KSP Indosurya juga memperluas wilayah dengan membuka 2 kantor pusat dan 191 kantor cabang di seluruh Indonesia tanpa pemberitahuan kepada Kementerian Koperasi dan UKM serta tidak diketahui oleh anggota. 

 

Hal tersebut semata-mata adalah perintah dari Henry Surya yang dibantu oleh Junie Indira dan Suwito Ayub. 

 

Pertimbangan keempat, setelah uang nasabah terkumpul dari 2012 s/d 2020 atas perintah Henry Surya, sebagian dana tersebut dialirkan ke 26 perusahaan cangkang milik Henry Surya, dan sisanya dibelikan aset berupa tanah, bangunan dan mobil atas nama pribadi dan atas nama PT. Sun International Capital milik Henry Surya.

 

Pertimbangan kelima, perbuatan Henry Surya, Junie Indira dan Suwito Ayub dengan dalih membuat koperasi simpan pinjam, semata-mata untuk mengelabui masyarakat yang membuat pengumpulan uang KSP Indosurya seolah-olah untuk kepentingan dan kesejahteraan para anggota. Padahal, perbuatan tersebut dilakukan untuk menghindari adanya pengawasan oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta menghindari proses perijinan penghimpunan dana masyarakat melalui Bank Indonesia.

 

Sehingga kepada para pelaku, Penuntut Umum sudah sangat benar menjerat dengan pasal dakwaan yakni, Dakwaan Kesatu: Pertama: Pasal 46 ayat (1) tentang Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentangPerbankan. Kedua: Pasal 378 KUHPKetiga: Pasal 372 KUHP. 

 

Dan Dakwaan Kedua; Pertama: Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Kedua: Pasal 4 jo. Pasal 10 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

 

"Oleh karena tidak ada perbuatan perdata sama sekali yang dilakukan oleh Hendry Surya dan kawan-kawan, dan justru memanfaatkan celah hukum dengan menggunakan tipu muslihat, memperdaya korban dalam hal ini nasabah dengan kedok koperasi bahwa seluruh kegiatannya seolah-olah menjadi legal. Padahal seluruh korban tidak pernah merasa menjadi anggota koperasi tetapi lebih pada menjadi korban penipuan investasi bodong, sehingga penerapan hukum perdata dalam perkara tersebut jauh dari rasa keadilan dan sangat melukai masyarakat yang menjadi korban investasi bodong yang dikendalikan oleh Henry Surya, Junie Indira dan Suwito Ayub," pungkas Ketut. 

 

Demikian alasan-alasan hukum yang dijadikan pertimbangan oleh Penuntut Umum untuk mengajukan upaya hukum KASASI. (*1)




Ikuti LIPO Online di GoogleNews

Berita Lainnya

Index