LIPO - Syamsuar, M.Si., selaku Gubernur Riau membuat pengaduan ke Reskrim Polda Riau bahwa Aliansi Mahasiswa Penyelamat Uang Negara (AMPUN Riau) diduga telah mencemarkan nama baiknya.
Ketua Aliansi AMPUN RIAU, Al Qudri Tambusai, S.H. menjadi tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap gubernur tersebut.
Kasus ini bermula pada 2 Juni 2021, terdakwa bersama sejumlah Aliansi Mahasiswa melakukan aksi Demonstrasi di depan gedung Kejati Riau dengan tuntutan mendesak Kejati Riau agar segera memeriksa Gubernur Riau Syamsuar atas dugaan keterlibatan pada kasus dugaan Korupsi Bansos di Kabupaten Siak yang telah merugikan Keuangan negara.
Kasus dugaan korupsi ini terjadi pada saat Gubernur Riau Syamsuar masih menjabat sebagai Bupati Kabupaten Siak 2014-2019.
Dugaan keterlibatan Syamsuar selaku Bupati Siak dalam Korupsi Bansos didalami pihak Kejati Riau, dan berujung terbitnya surat perintah penyidikan (Sprindik) Nomor PRINT-09/L.4/Fd.1/09/2020, tertanggal 29 September 2020 yang ditandatangani Mia Amiati selaku Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati Riau) saat itu.
Namun, hingga kini kasus tersebut masih menyimpan segudang misteri. Hingga saat ini Kejati Riau belum menetapkan calon tersangka.
Dalam aksi menyikapi kasus tersebut, Al Qudri Tambusai membuat alat peraga dan membentangkan spanduk yang berisikan kalimat "Tangkap Gubernur Drakula". Istilah atau diksi inilah yang membuat Gubernur Riau merasa tersinggung dan membuat laporan pencemaran nama baik.
Dalam hal ini, kata "Drakula" yang terdakwa maksud merupakan sebuah diksi atau simbol dari sebuah perilaku yang kurang terpuji dimana perbuatan menggelapkan uang negara serta perilaku korupsi merupakan perbuatan yang sangat merugikan rakyat dan secara perlahan dapat menghilangkan hak-hak rakyat, hingga kesejahteraan rakyat yang menjadi tujuan utama akan tidak akan tercapai.
Menurut Al Qudri, selaku Gubernur Riau melihat bahwa aksi dan isi spanduk tersebut menunjuk ke dirinya Pribadi serta merendahkan harkat martabatnya.
Hingga kini, kasus yang menjerat Al Qudri Tambusai telah masuk tahapan Putusan Sela.
Apa yang dihadapinya saat ini, dianggap Al Qudri, bertentangan dengan era reformasi dimana pemimpin itu harus siap dikritik sebagai jaminan progres kerjanya di masyarakat bukan malah baperan. Soal kritik mengkritik presiden ke 6 Susilo Bambang Yudhoyono juga pernah dikritik dengan simbol hewan kerbau, hewan nyata yang tidak berbentuk fiksi, dan terakhir Presiden Jokowi juga dikritik dengan simbol Firaun. Namun, kedua pemimpin itu bersikap dengan sikap kenegarawan.
"Mereka tidak merasa kritik tersebut ditarik ke dirinya dan menanggapi kritikan itu sebagai hal biasa di era keterbukaan. Karena suara rakyat tidak bisa dihambat dengan sebuah proses hukum di negara Merdeka," Al Qudri Tambusai, Kamis (23/02/23).
"Jalani saja dan yakini apa yang kita perjuangkan adalah hal yang benar," tambahnya.
Menurut Al Qudri Tambusai Bahwa kebebasan berpendapat merupakan salah satu Hak Asasi Manusia (HAM) yang diamanatkan oleh Konstitusi dan Negara wajib untuk Memenuhi dan melindungi Hak Tersebut, sebagaimana di dalam Pasal 28 UUD 1945 berbunyi "kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang", selain itu ada juga pasal 38E Ayat 3 yang berbunyi, "setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat".
Menyampaikan pendapat merupakan perwujudan Hak Asasi Manusia dan tanggung jawab berdemokrasi setiap Warga Negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Tim Kuasa Hukum, Sardo Mariada Manullang S.H, M.H mengatakan, bahwa proses yang sedang berjalan ini jangan sampai menjadi sebuah preseden buruk bagi pejabat-pejabat pemerintah Riau tidak siap untuk di kritik.
"Dengan kritik justru malah membuat laporan seperti yang sedang dihadapi Al Qudri sekarang. Sungguh ironi jika pemimpin tersinggung ketika dikritik rakyatnya sampai harus Membuat laporan pidana. Jadi kita berharap majelis hakim dalam memberikan pertimbangan dalam putusannya tidak menimbulkan ketakutan bagi masyarakat yang melakukan kritik terhadap pimpinan daerah maupun pejabat pejabat lain terkhusus di Provinsi Riau," pungkas kuasa hukum tersebut.
Aktivis Alumni Sarjana Hukum Universitas Riau ini menyayangkan atas apa yang dilakukan oleh Gubri ini yang tidak mencerminkan sebagai pejabat publik, dan mengabaikan hak demokrasi.
"Jika tidak siap dikritik jangan menjadi pejabat publik," Ujar Al Qudri.
Hari ini, Kamis (23/02/23), Al Qudri tengah menjalani sidang ke-4.
Turut hadir dalam sidang tersebut sejumlah aktivis yang memberikan dukungan dan motivasi. Bahkan, para aktivis tersebut juga menyatakan bahwa mereka siap turun lagi ke lapangan agar tuntutan yang dilayangkan oleh AMPUN Riau terhadap Kejati Riau dapat diwujudkan.
"Sangat disayangkan jika seorang gubernur merupakan sosok yang baperan dan pantang dikritik. Pantaskah seorang pejabat publik seperti itu? Kami siap mendukung Al Qudri. Bahkan kami juga siap turun lagi ke lapangan untuk melakukan unjuk rasa," ujar Cornelius, salah satu aktivis yang hadir dalam sidang tersebut. ***