Ada 'Magis' di Balik Gemercik Air Pendayung Anak Pacuan Jalur di Batang Kuantan

Ada 'Magis' di Balik Gemercik Air Pendayung Anak Pacuan Jalur di Batang Kuantan
Ilustrasi- Pacu Jalur/F: istimewa

LIPO - Even Pacu Jalur dihelat masyarakat Kuansing setiap tahunnya selalu disambut meriah. Meriahnya bagaikan menikahkan Bujang dan Gadis, pacu jalur disambut dengan suka cita oleh masyarakat Batang Kuantan, Kabupaten Singingi (Kuansing) Riau. 

Disaat pacu jalur diadakan di salah satu tepian di desa tertentu, maka desa atau kampung akan terlihat sepi bagaikan "Desa Mati" seakan-akan tanpa penghuni, lantaran masyarakat desanya tumpah ruah di tepian jalur untuk memberikan dukungan kepada masing-masing jalur andalannya. Demikian sekelumit pemandangan yang dapat digambarkan bila pacu jalur ini diselenggarakan. 

Namun, tahukah anda dibalik gemercik air pendayung anak pacuan jalur tersimpan kekuatan "magis" yang sulit untuk diungkap. Meskipun demikian, adanya unsur "Magis" alias permainan ilmu kebatinan mengiringi anak pacuan tidak bisa terbantahkan. 

Tokoh adat Kuansing, Assoc. Prof. DR. H. Edyanus Herman Halim, SE., MS. Meskipun Edyanus merupakan Akademisi yang kesehariannya berkecimpung dengan ilmu logika, saat ditanyakan hal ini, Ia tak mampu untuk menepis pacu jalur penuh nuansa "magis". 

Edyanus yang dikenal dengan panggilan Datuk Bisai ini mengatakan, secara pribadi ia menganggap bahwa unsur mistik yang digunakan itu hanya bagian kecil yang dilakukan untuk menghormati budaya leluhur Nusantara yang dulunya dipengaruhi animisme dan dinamisme. Namun, sejak menyebarnya Islam yang dibawa Kerajaan Pagaruyung, ritual mistis ini lebih kepada pembacaan dan memanjatkan doa kepada Sang Pencipta. Terutama saat proses pengambilan kayu besar yang hendak dijadikan jalur atau perahu.

"Ritual khusus dari kayu yang besar, kayu yang berumur atau sebelum kayu mati dan lapuk. Karena kayu itu adalah pohon makhluk hidup usia ratusan tahun nanti dijadikan sebagai jalur. Tidak dianggap sebagai deforestasi sudah mendekati usia untuk mati tapi belum mati masih bagus. sehingga dimanfaatkan untuk kayu jalur," terangnya kepada liputanoke.com pada Kamis (27/07/23). 

Datuk ini mengatakan, dalam proses ritual pemilihan kayu biasanya dilakukan di hutan, dipilih oleh dukun atau tokoh tetua adat yang sudah dipilih. Baru kemudian dilakukan upacara ritual khusus. Karena biasanya kayu-kayu besar ini ditengarai memiliki "penunggu", bisa saja disebut sebangsa Jin. Upaya ritual dilakukan agar "penunggu" itu tidak mengganggu saat sudah menjadi Jalur.

"Ada ritual dalam menebang misalnya dalam hutan orang-orang dulu percaya kepada hal-hal mistis, minta kayu itu kepada penciptanya yakni kepada Allah tapi menggunakan ritual misalnya membaca doa dan membakar kemenyan sebagai mediasi," ulasnya lagi.

Ketika disinggung soal uji kekuatan kebatinan antar peserta Pacu Jalur, Datuk Bisai menganggap itu hal-hal mistis yang boleh dipercayai atau tidak. Karena menurutnya yang paling penting dalam proses perlombaan adalah kekuatan otot dan kebersamaan antar tim yang mendayung Pacu Jalur. 

"Dalam proses ini diakui memang ada menggunakan Dukun atau Pawang yang sudah dipilih. Dan untuk menebang pohon kayu menjadi Jalur, hingga menyeretnya ke sungai itu juga menggunakan penanggalan khusus yang hanya bisa dilakukan oleh Dukun yang sudah ditunjuk oleh Tetua Adat," ulasnya.

Ia tak menepis ada beberapa hal aneh yang bisa saja terjadi saat pertandingan Pacu Jalur dimulai.

"Ada kadang jalurnya yang mirip, tiba-tiba bocor atau lambat sampai ke tujuan. Atau semangat anak pacuannya tiba-tiba melemah," tukasnya. (*1) 

Ikuti LIPO Online di GoogleNews

#Pacu Jalur

Index

Berita Lainnya

Index