Penyidik Kejati Riau Lengkapi Berkas Perkara Kasus Proyek Jembatan Sungai Enok Inhil

Penyidik Kejati Riau Lengkapi Berkas Perkara Kasus Proyek Jembatan Sungai Enok Inhil
Ilustrasi/F: LIPO

LIPO - Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau terus menggesa pengusutan kasus dugaan korupsi proyek proyek pembangunan Jembatan Sungai Enok, Kecamatan Enok, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) Tahun Anggaran (TA) 2012.

Asisten Pidsus Kejati Riau, Imran Yusuf mengatakan, jaksa penyidik sedang melakukan pemberkasan tersangka dan meminta keterangan saksi-saksi.

"Sudah mulai pemeriksaan saksi-saksi, (untuk melengkapi berkas perkara,red), " ujar Imran Yusuf, Kamis (5/10/2023).

Untuk diketahui, setelah melakukan gelar perkara pada kasus ini pada  Kamis (7/9/2023) lalu, jaksa penyidik menetapkan 2 orang tersangka. Yaitu, HMF selaku Direktur PT Bonai Riau Jaya (BRJ), BS merupakan mantan direktur berinisial BS. Keduanya merupakan rekanan dalam pengerjaan proyek pembangunan Jembatan Sungai Enok dan dilakukan penahanan. 

BS langsung ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru sedangkan HMF mangkir dari panggilan jaksa penyidik.

Sebelumnya Kasi Penkum dan Humas Kejati Riau, Bambang Heripurwanto menjelaskan, proyek dianggarkan dengan DPA sebesar Rp 14.850.000 dengan nilai HPS Rp14.841.618.000.

Perbuatan korupsi dilakukan kedua tersangka dengan modus pengumuman lelang Pokja II ULP Kabupaten Indragiri Hilir tanggal 17 Mei 2012.

Tersangka HMF bersama tersangka BS melengkapi persyaratan lelang atau tender. Selanjutnya tersangka BS bersama-sama dengan tersangka HMF membantu mencarikan personel fiktif.

Setelah melengkapi persyaratan lelang tersebut, tersangka BS dan tersangka HMF membuat dokumen berupa surat penawaran, rekap perkiraan pekerjaan, dan surat pernyataan dukungan alat. Akhirnya, PT BRJ dinyatakan sebagai pemenang lelang.

Disebutkan, tersangka HMF masuk menjadi Direktur PT BRJ dengan alasan sebagai kontrol pekerjaan. Setelah itu tersangka BS dan tersangka HMF membuat draf kontrak dengan memalsukan tanda tangan saksi H pada dokumen kontrak atau addendum I dan II dengan nilai Rp 14.826.029.360 (pada 17 Juli 2012 sampai 31 Desember 2012).

Dalam pelaksanaan pekerjaan tersangka BS merekomendasikan saksi AP untuk bekerja di lapangan dan tersangka BS membeli barang-barang material pembangunan jembatan tersebut. Setiap pencairan uang muka dan termin dilakukan oleh tersangka HMF dengan memalsukan tanda tangan saksi H.

Setelah uang masuk ke rekening PT BRJ, cek ditandatangani dan dicairkan oleh tersangka HMF sejumlah Rp 1.374.000.000 dan dari rekening PT BRJ tanggal 4 Januari 2013, setelah pekerjaan selesai. Menurut Ahli Fisik ITB dalam pelaksanaan fisik pekerjaan tidak sesuai volume dan spesifikasi sebagaimana kontrak/addendum I dan II.

Menurut hasil audit yang dilakukan auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan Provinsi Riau telah terjadi penyimpangan dalam pengerjaan proyek tersebut.

"Kerugian keuangan negara sejumlah Rp 1.842.306.309,34," kata Bambang.

Kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang (UU) RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP. (*1) 

 

Ikuti LIPO Online di GoogleNews

#Tipikor

Index

Berita Lainnya

Index