PEKANBARU, LIPO - Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu satu momen penting dalam kehidupan sistem demokrasi di Indonesia.
Pemilu yang aman dan damai menjadi tujuan utama untuk memastikan partisipasi Masyarakat dalam menentukan pemimpin dan wakilnya.
Pemilu di Indonesia telah mengalami perkembangan yang signifikan sejak reformasi pada tahun 1998. Namun, masih ada tantangan dalam menjaga keamanan dan ketertiban selama proses pemilu. Dalam beberapa pemilu sebelumnya, terjadi kerusuhan, intimidasi, dan konflik yang mengganggu proses demokrasi.
Indonesia akan kembali melaksanakan pemilihan umum untuk memilih presiden, anggota legislatif, dan kepala daerah pada 2024.
Pemilihan Calon Legislatif pada 14 Februari 2024 dan Pemilihan Calon Presiden dan Wakil presiden, Bulan Oktober 2024.
Oleh karena itu, peran Polri (Kepolisian Republik Indonesia) untuk berperan aktif dan sangatlah penting dalam memastikan pemilu berjalan aman, damai, dan tertib.
Polri bertanggung jawab dan memiliki peran penting dalam mewujudkan Pemilu aman dan damai pada 2024.
Mereka akan melibatkan personel polisi untuk menjaga dan memastikan keamanan di tempat pemungutan suara, tempat penghitungan suara selama proses Pemilu, mengawal distribusi logistik, menjaga ketertiban umum, dan menanggulangi potensi konflik.
Kolaborasi antara Polri, Komisi Pengawasan Pemilu (KPU), Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) dan instansi terkait lainnya sangat krusial untuk menciptakan iklim Pemilu yang kondusif.
Pertama-tama, Polri memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menjaga keamanan selama tahapan pemilu berlangsung.
Mereka bertanggung jawab untuk mengawasi kampanye politik agar tetap berjalan dengan tertib dan tidak melanggar aturan.
Polri juga harus mencegah dan menangani segala bentuk ancaman keamanan yang mungkin timbul, seperti kerusuhan, intimidasi, atau konflik antar pendukung pasangan calon.
Dalam hal ini, Polri perlu menjalin kerja sama dengan TNI (Tentara Nasional Indonesia) dan aparat keamanan lainnya guna memastikan keamanan pemilu terjaga dengan baik.
Selain menjaga keamanan, Polri juga memiliki peran penting dalam menegakkan hukum terkait pelanggaran pemilu.
Mereka harus menginvestigasi dan menindak tegas segala bentuk kecurangan atau pelanggaran yang terjadi selama pemilu.
Hal ini mencakup penangkapan pelaku tindak pidana pemilu, seperti politik uang, penyebaran berita bohong yang dapat mempengaruhi hasil pemilu, pengrusakan fasilitas pemilu, perusakan surat suara, atau tindakan kekerasan selama pemilu.
Tindakan tegas terhadap pelaku kejahatan ini akan memberikan efek jera dan meningkatkan rasa aman dalam proses pemilu.
Dalam hal ini, Polri harus bertindak secara profesionalisme dan independen, tanpa adanya intervensi dari pihak-pihak yang berkepentingan.
Selain itu, Polri juga perlu memberikan perlindungan kepada para pemilih. Mereka harus memastikan bahwa masyarakat dapat menggunakan hak pilihnya secara bebas tanpa adanya tekanan atau ancaman dari pihak manapun.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyampaikan arahan terkait Operasi Mantap Brata 2023-2024, agar pengamanan gelaran Pemilu 2024 dilakukan dengan maksimal.
Operasi Mantap Brata Tahun 2023-2024 akan dilaksanakan selama 222 hari sejak 19 Oktober 2023 sampai 20 Oktober 2024 yang diikuti 261.695 personel di seluruh Indonesia guna mengamankan seluruh tahapan Pemilu 2024.
Operasi Mantap Brata sendiri merupakan kegiatan Polri bersama TNI, kementerian/lembaga, hingga mitra kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat) agar Pemilu 2024 berjalan lancar dan aman.
Sementara itu, Kapolda Riau Irjen M. Iqbal mengatakan bahwa Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan mekanisme penyaluran pendapat dan hak asasi masyarakat secara berkala dalam sistem demokrasi. Dalam sebuah negara demokrasi, Pemilu adalah jalan damai untuk merebut kekuasaan secara legal.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Iqbal memandang perlu memahami faktor apa saja yang harus diketahui agar terwujudnya Pemilu yang damai.
Pertama, penyelenggaraan Pemilu harus berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan. Jika penyelenggaraan Pemilu sudah sesuai regulasi, kata Iqbal, maka akan menghasilkan proses berkualitas sehingga terbangun legitimasi kepemimpinan yang kuat.
"Kedua, penyelenggara Pemilu harus memiliki integritas dan profesionalitas agar terbangunnya publik trust. Integritas berarti harus jujur dan adil bagi semua peserta dan pemilih. Sedangkan profesionalitas berarti memastikan pelaksanaan Pemilu berdasarkan peraturan dan perundangan," jelas Kapolda.
Faktor ketiga, lanjut Iqbal yakni, warga yang memiliki hak pilih menjadi pemilih berdaulat, pemilih cerdas, memilih dengan pertimbangan rasional bukan emosional, apalagi politik transaksional.
Keempat, Pemilu yang taat pada aturan yang telah ditentukan perundangan. Sejatinya Pemilu harus dimaknai bukan sekadar untuk merebut atau meraih kekuasaan, namun momentum untuk menyampaikan visi, misi, ide, gagasan, dan menyusun program terapan dalam rangka mensejahterakan masyarakat dan memajukan pembangunan.
Kelima, media informasi yang netral dan edukatif. Keberadaan media harus dioptimalkan sebagai sarana informatif, edukatif, dan advokatif.
Disampaikan dengan menyebarkan informasi yang positif, menurut Kapolda, bisa mendorong terbentuknya pemikiran sikap positif masyarakat serta menciptakan atmosfer politik yang kondusif.***)
*Penulis :*
*Eka Saputra*
*Wartawan liputanoke.com*