LIPO – Polemik pascavonis Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menyatakan Ketua KPU Hasyim Asy'ari dan enam komisioner lainnya melanggar kode etik dalam menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres terus bergulir. Lantas, apakah vonis DKPP akan berdampak terhadap pencawapresan di panggung Pilpres 2024?
Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Iman Prihandono mengatakan, putusan DKPP terkait pelanggaran etik ketua KPU dan enam komisioner lainnya tidak akan memengaruhi pencalonan Gibran. Status Gibran sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto tetap sah secara hukum.
"Pendaftaran Gibran sebagai calon wakil presiden sudah betul tidak gugur, dengan kata lain tidak membatalkan putusan, karena KPU hanya melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi," katanya di Surabaya, Jawa Timur, kemarin.
Iman mengatakan, putusan DKPP RI yang menyatakan KPU terbukti secara etik dan pedoman perilaku penyelenggara bersalah, secara hukum sudah benar. Yang perlu dicatat, tugas DKPP adalah mengadili etika penyelenggara pemilu. Dalam hal ini, putusan DKPP terkait sama sekali dengan status Gibran sebagai cawapres.
Namun, lanjut Iman, apa yang dilaksanakan KPU RI dalam menerima pendaftaran juga sudah benar. Ketua Badan Kerja Sama Dekan FH PTN Se-Indonesia ini mengatakan, dengan adanya sidang DKPP tersebut, ke depan KPU bisa lebih komunikatif dengan DPR untuk mengantisipasi lebih jauh adanya gugatan-gugatan terhadap UU Pemilu, sehingga diharapkan tahapan yang sudah terjadwal tidak terganggu.
"Pembuat UU Pemilu dalam hal ini DPR tidak mengetahui produknya bisa digugat, tenggat waktu yang tidak signifikan menjadi salah satu hal KPU belum bisa mengajukan perubahan UU, termasuk merekomendasikan putusan Mahkamah Konstitusi," tuturnya.
Ia menilai, dengan adanya sidang DKPP ini menunjukkan makin kuatnya kontestasi politik, sehingga DPR dan KPU harus lebih memperkuat fondasi hukumnya. "KPU hanya menjalankan amanah undang-undang serta putusan undang-undang. Jadi, KPU maju kena, mundur pun kena dalam kasus ini. Sehingga apa yang dilakukan KPU waktu itu sama-sama memiliki konsekuensi hukum," ujarnya.
Iman menilai, putusan DKPP ini perlu diapresiasi, karena menemukan adanya pelanggaran etika yang dilakukan oleh KPU pusat. "Ini membuktikan adanya keinginan kuat dari penyelenggara pemilu untuk tetap independen dan imparsial," ucapnya.
Ketua DKPP Heddy Lugito menyatakan, pelanggaran kode etik ketua KPU RI sekaligus para komisioner lainnya tak mempengaruhi pencalonan Gibran sebagai cawapres. Heddy menyebut putusan terhadap Hasyim Asy'ari masuk urusan kode etik. Dengan demikian, Heddy mengatakan, putusan tersebut tak berhubungan dengan keikutsertaan Gibran di Pilpres 2024. "Nggak ada kaitannya dengan pencalonan juga, ini murni soal etik, murni soal etik penyelenggara pemilu," kata Heddy.
Heddy mengatakan, putusan dari DKPP sebenarnya tidak bersifat akumulatif. Dengan begitu, kasus pengaduan ketua KPU RI tak disamakan dengan perkara pengaduan lainnya. "Tidak ada putusan akumulatif di DKPP, perkaranya beda. Yang dulu yang soal pengaduan lain ya berbeda," ujar Heddy.
Sebelumnya, DKPP RI menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari. Sanksi ini berkaitan penerimaan pendaftaran Gibran menjadi cawapres. Selain Hasyim, ada enam anggota KPU RI yang diganjar sanksi peringatan keras. Sanksi ini diketok dalam putusan yang sama.
"Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy'ari selaku teradu satu, selaku ketua merangkap anggota Komisi Pemilihan Umum berlaku sejak keputusan ini dibacakan," kata Ketua DKPP RI Heddy Lugito dalam ruang sidang.
Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Rosan Roeslani mengatakan, putusan DKKP terkait pelanggaran yang dilakukan jajaran komisioner KPU tidak penting bagi pasangan calon Prabowo-Gibran. "Bagi kami yang penting tidak mempengaruhi pencalonan atau tidak memengaruhi pencapresan atau pencawapresan ya," kata Rosan.
Menurut dia, saat ini proses pencalonan sudah berlangsung dan tidak dapat diganggu gugat. Pihaknya juga merasa telah memenuhi segala persyaratan yang harus dipenuhi Prabowo-Gibran untuk maju dalam pemilihan presiden dan wakil presiden. Lebih lanjut, dia yakin putusan DKPP ini tidak akan mengganggu elektabilitas Prabowo-Gibran yang saat ini dia klaim mengungguli dua pasangan calon lain. "Saya yakin (elektabilitas) tidak berpengaruh sama sekali karena ini kan proses yang sudah berjalan," ucap Rosan.
Calon presiden nomor urut 03 Ganjar Pranowo menyebut putusan DKPP memvonis Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari dan enam anggota lainnya melanggar kode etik, dapat menjadi pelajaran bagi demokrasi. Putusan tersebut terkait pelanggaran kode etik dalam menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres Pemilu 2024. "Saya belum tahu apa kemudian hukuman yang diberikan soal etika ini, maka ini mudah-mudahan menjadi pembelajaran bagi kita semua," ujar Ganjar.
Ganjar kembali mengingatkan pernyataan penutupnya bahwa demokrasi mesti bisa dilaksanakan dengan baik, tidak boleh ada yang mengangkangi demokrasi, dan prosesnya berjalan dengan baik. "Kalau MK-nya juga kena, terus kemudian KPU-nya kena etika, apa yang kemudian kita bisa banggakan pada rakyat di proses pemilu ini?" kata dia.
Ganjar menyebut wajar jika para ilmuwan keluar dari kampus untuk menyatakan keprihatinannya terhadap demokrasi. Selain itu, tokoh agama, tokoh masyarakat, civil society juga bicara soal itu. "Ini alert untuk demokrasi kita. Kalau kita tidak bisa perbaiki hari ini, kepercayaan itu akan hilang," ujar dia.
Cawapres nomor urut 01 Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin) menilai, putusan DKPP menjadi alarm demokrasi. Setelah dalam putusan MK juga dinyatakan melanggar etik, sekarang putusan DKPP menyatakan seluruh komisioner melanggar etik. "Ini semua ada hikmahnya bahwa jangan main-main dengan demokrasi kita, jangan main-main dengan etika kita," kata Cak Imin.
Saat ini, kata dia, ada keprihatinan banyak pihak terhadap pelanggaran demokrasi dan etika di Indonesia dalam proses tahapan Pemilu 2024. Untuk itu, Cak Imin mengajak seluruh pihak untuk mengedepankan etika menjadi tertinggi dalam semua proses berbangsa dan bernegara.
"Karena itu saya mengajak semua mengedepankan etika menjadi tertinggi dalam semua proses berbangsa dan bernegara. Etika terhadap ketatanegaraan, etika terhadap lingkungan, etika terhadap cara kerja pembangunan, etika terhadap politik. Insya Allah kalau itu kita tegakkan etika ini, proses politik kita akan dewasa," ucap Cak Imin.
Bahkan, Cak Imin menyebut bahwa etika merupakan sumber hukum yang jauh lebih preventif dibandingkan dengan pelaksanaan hukum positif. Bahkan, katanya, etika lebih efektif dalam penegakan proses aturan. "Pelanggaran etika yang dilakukan baik dalam proses demokrasi kita, tidak boleh diabaikan, tapi harus jadi sesuatu yang harus kita tindaklanjuti berikutnya," pungkasnya.(*3)