Berikut Harapan Politikus hingga Pakar Hukum Jelang MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres

Berikut Harapan Politikus hingga Pakar Hukum Jelang MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres
Hakim MK/ist

JAKARTA, LIPO - Mahkamah Konstitusi atau MK akan membacakan putusan sengketa Pilpres 2024 atau perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang diajukan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md pada hari ini, Senin, 22 April 2024.

Menurut jadwal yang tercantum dalam situs web MK, sidang akan digelar pada pukul 09.00 WIB di ruang sidang lantai dua Gedung I MK RI, Jakarta.

Sejumlah pihak berharap putusan MK memenuhi rasa keadilan publik dan masyarakat menghormati apa pun putusan MK atas perkara tersebut.

1. Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono: Pemilu Sudah Usai
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY berharap masyarakat dan seluruh elemen bangsa bisa kembali bersatu setelah MK membacakan putusan perkara sengketa Pilpres 2024. Dia mengatakan persatuan bangsa itu diharapkan memiliki semangat rekonsiliasi demi Indonesia pada masa depan. Dia akan menghormati segala putusan MK.

"Pemilu sudah usai, kita sudah punya pemimpin baru ke depan yang harus kita kawal bersama-sama," kata AHY dalam keterangan resminya di Jakarta pada Ahad, 21 April 2024.

Sebagai bagian dari Koalisi Indonesia Maju (KIM), AHY menaruh harapan pada putusan MK tersebut. Dia berharap seluruh pihak juga akan memahami bahwa semuanya telah usai.

"Semua sudah bisa menggunakan haknya dalam alam demokrasi yang kita miliki ini," kata politikus yang kini menjabat Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional itu.

Dia menuturkan pemilu yang telah berlalu bukan soal politik semata, tetapi juga soal proses agar bangsa Indonesia menjadi lebih baik lagi setiap lima tahunnya hingga seterusnya.

"Sehingga kesejahteraan itu benar-benar akan semakin baik untuk masyarakat," katanya.

2. Pakar Hukum Tata Negara Unpad Susi Dwi Harijanti: Agak Berat MK Mengabulkan Semua Petitum

Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran Susi Dwi Harijanti berharap MK dapat memutuskan permohonan sengketa Pilpres 2024 beralasan menurut hukum. Namun dia berpendapat agak sulit bagi MK mengabulkan seluruh petitum PHPU Pilpres 2024.

"Kalau mengabulkan semua petitum rasanya agak berat karena ada permohonan diskualifikasi, dan lain-lain, tetapi paling tidak saya berharap bahwa mahkamah menyatakan permohonan itu beralasan menurut hukum dan kemudian memberikan putusan sebagaimana yang diyakini oleh para hakim," kata Susi saat dihubungi pada Ahad, 21 April 2024.

Menurut dia, paling tidak MK akan memutuskan pelaksanaan pemungutan ataupun penghitungan suara ulang Pilpres 2024. Dia mengatakan kemungkinan tersebut dapat terjadi karena melihat persidangan PHPU di MK. Sehingga, kata dia, MK kemungkinan tidak akan menyatakan permohonan tidak dapat diterima atau permohonan tidak beralasan menurut hukum.

Dia juga berpendapat hakim konstitusi akan menjatuhkan putusan sesuai dengan bukti-bukti yang telah dihadirkan di hadapan hakim. Selanjutnya, kata dia, hakim akan menilai bukti tersebut.

"Kemudian hakim menggunakan berbagai sumber hukum yang lainnya untuk kemudian mengambil putusan menurut hukum dalam rangka mewujudkan keadilan. Bukan saja keadilan formalitas belaka, tetapi juga keadilan substantif," ujarnya.

Susi meminta MK berani menegakkan asas-asas pemilu yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945.

"Karena Mahkamah sebagai pelindung konstitusi, the guardian of the constitution, dan itu kemudian mengakibatkan Mahkamah itu harus juga mampu menegakkan asas-asas pemilihan umum yang ada di dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dalam kerangka apa? Yaitu dalam kerangka mewujudkan kedaulatan rakyat," ujar dia.

3. Pengamat Politik Unair Airlangga Pribadi Kusman: Harus Memenuhi Rasa Keadilan Publik

Pengamat politik Universitas Airlangga Surabaya, Airlangga Pribadi Kusman, mengatakan putusan sengketa Pilpres 2024 oleh MK harus memenuhi rasa keadilan publik.

"Saya berharap hakim MK mengambil keputusan atas dasar keadilan hukum dan fakta hukum serta bukti-bukti yang tampil dalam persidangan, sehingga memenuhi rasa keadilan publik," kata Airlangga dihubungi di Surabaya, Ahad, 21 April 2024.

Airlangga mengatakan, jika benar terjadi intervensi aparat dan politisasi bantuan sosial saat Pilpres 2024 sesuai bukti dan fakta hukum, maka terjadi pelanggaran berat yang bertentangan dengan landasan etika bernegara, dan rujukan tertinggi hukum di Indonesia yakni sila keempat Pancasila.

"Pada sila keempat Pancasila, yakni kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Tekanannya bagaimana rakyat dalam dimensi kerakyatan bisa menghasilkan hikmat kebijaksanaan? Hal itu terjadi apabila dalam suara republikanisme, jika suara rakyat tidak dibelenggu dominasi oleh kuasa material dan kuasa politik," ujarnya.

Menurut dia, jika hal ini bisa dilaksanakan dengan baik, ini yang disebut sebagai kemerdekaan yang bebas dari dominasi. Hanya dengan itulah suara rakyat akan menghasilkan hikmat kebijaksanaan.

"Politisasi bansos maupun intervensi aparat adalah bentuk dominasi material, dan dominasi politik yang menghalangi rakyat untuk menghasilkan terpimpin oleh hikmat kebijaksanaan," pungkasnya.(***)

Ikuti LIPO Online di GoogleNews

#Sengketa Pemilu

Index

Berita Lainnya

Index