PEKANBARU, LIPO - Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPS-T) PT Bumi Siak Pusako (BSP) untuk tahun Buku 2024 digelar pada Senin (30/06/2025) di Novotel Pekanbaru.
Dalam RUPS yang dihadiri para pemegang saham ini terungkap PT BSP dilaporkan mengalami kerugian mencapai 14,7 juta USD (setara Rp 238 miliar pada kurs Rp 16.200). Kerugian tersebut tertuang dalam laporan keuangan persero tahun buku 2024.
Menyikapi kondisi tersebut Pemkab Siak melalui Bupati Dr.Afni Z,M.Si selaku pemilik saham mayoritas di PT BSP meminta segera dilakukan evaluasi menyeluruh, bertahap, dan terukur baik dalam struktur organisasi perusahaan maupun dalam pembenahan sumber daya manusia (SDM) di BUMD PT Bumi Siak Pusako.
“Kerugian ini menjadi catatan khusus bagi kami pemegang saham. Jadi meski tercatat ada dividen yang diambil dari saldo laba ditahan sesuai ketentuan UU PT nomor 40 tahun 2007 pasal 70, tetap diperlukan evaluasi menyeluruh di internal BSP agar ke depan BUMD kebanggaan Siak dan Riau ini lebih maksimal memberi kontribusi positif bagi daerah dan bangsa Indonesia,” ungkap Afni, melalui keterangan tertulis yang dikirimkan ke LIPUTANOKE.COM, pada Selasa (01/07/25).
Dari RUPS PT BSP terungkap kerugian mencapai Rp 238 miliar di tahun 2024 itu karena terjadi congeal atau pembekuan minyak dalam pipa, mengakibatkan biaya distribusi meningkat karena harus menggunakan moda pengiriman crude oil melalui trucking untuk sampai menjadi lifting.
Dalam rapat tersebut, Direksi telah memaparkan secara teknis terkait pengelolaan operasi Wilayah Kerja Coastal Plain Pekanbaru (CPP) selama tahun 2024, termasuk tantangan-tantangan yang dihadapi. Salah satu isu utama yang disorot adalah kondisi fasilitas operasi dan produksi yang telah berusia tua, bahkan sejak tahun 1975.
Memang terjadi penurunan Laba/Rugi (L/R) tahun 2024, disebabkan oleh beberapa faktor utama, diantaranya kejadian force majeure akibat umur pipa yang sudah tua dan mengalami korosi, hingga menyebabkan congeal dan membatasi aktivitas lifting minyak mentah.
Selain itu meningkatnya ongkos produksi karena pengiriman minyak mentah harus menggunakan moda transportasi trucking dan barging.
Masalah krusial adalah terbatasnya fasilitas storage tank untuk Crude Oil, yang tidak mampu menampung maksimal hasil produksi dari sumur-sumur aktif. Adapun faktor eksternal penurunan harga ICP (Indonesian Crude Price) yang cukup signifikan. Dari asumsi USD 85,91/Bbls, realisasi hanya mencapai rata-rata USD 77,90/Bbls.
Namun demikian, secara umum kinerja produksi Crude Oil tahun 2024 tetap menunjukkan hasil yang menggembirakan. Melalui kegiatan pemboran 11 sumur eksploitasi baru, produksi mampu dikembalikan ke angka 8.000 barrel per hari di akhir tahun 2024. Capaian ini juga mendapatkan apresiasi dari pemerintah pusat sebagai bagian dari kontribusi terhadap ketahanan energi nasional.
BSP juga telah menyisihkan keuntungan perusahaan dari tahun-tahun sebelumnya sebagai saldo cadangan umum dan cadangan khusus. Sebagian dari cadangan tersebut telah disetujui untuk dibagikan sebagai dividen kepada pemegang saham, termasuk untuk Pemerintah Kabupaten Siak sebesar Rp 21 miliar.
"Kita tidak berpuas hati dengan deviden ini, karena itu kami tetap menuntut adanya evaluasi di manajemen. Ini juga menjadi keinginan dari pemilik saham lainnya. Kami percaya bahwa PT BSP masih memiliki prospek yang baik di masa depan jika masalah manajemen ini kita evaluasi total," tegas Afni.
Sementara itu Manajemen PT BSP diwakili Iskandar dalam rilis menyampaikan beberapa langkah strategis untuk mengantisipasi potensi penurunan pendapatan di tahun 2025.
Untuk jangka pendek, dilakukan efisiensi menyeluruh terhadap biaya operasi dan evaluasi terhadap biaya moda transportasi minyak mentah. Adapun jangka menengah, dengan melakukan percepatan pembangunan pipa minyak mentah menuju Kawasan Industri Tanjung Buton (KITB) yang diberi waktu selama 17 bulan sejak RUPS terakhir dan pemenuhan kewajiban KKP.
"Sedangkan jangka panjang dilakukan penggantian bertahap terhadap fasilitas penunjang produksi, serta eksplorasi sumber-sumber minyak baru untuk peningkatan produksi dan cadangan," pungkas Iskandar.
Untuk diketahui, PT BSP merupakan BUMD dengan kepemilikan saham Pemerintah Provinsi Riau sebesar 18,07%. Adapun pemegang saham mayoritas yakni Pemerintah Kabupaten Siak sebesar 72,29%. Kemudian Pemerintah Kabupaten Kampar 6,02%, Pemerintah Kabupaten Pelalawan 2,41% dan Pemerintah Kota Pekanbaru 1,21%.
PT BSP mengalami rentetan masalah operasional sejak 2 tahun lalu, pasca ditunjuk sebagai operator tunggal ladang minyak Coastal Plains and Pekanbaru (CPO Block) pada Agustus 2022 silam.
Sebelumnya, sejak tahun 2002, CPP Blok dikelola secara bersama oleh PT BSP dengan Pertamina Hulu. CPP Blok merupakan warisan dari PT Caltex Pacific Indonesia (CPI).
Masalah operasional telah mengganggu produksi minyak CPP Blok, ditandai dengan kebocoran pipa salur minyak sejak Maret 2024 silam. Akibatnya, pengangkutan minyak dilakukan menggunakan truk (trucking) dari Zamrud ke Minas.
Kinerja PT BSP tentu perlu evaluasi secara menyeluruh. Karena bila tidak dievaluasi tentu akan berdampak kepada kepercayaan publik, terutama mitra kerja PT BSP itu sendiri.
Risiko yang lain bila kinerja perusahaan memburuk juga dapat mengganggu operasional, seperti pengurangan kerja sama. Mitra kerja mungkin mempertimbangkan untuk mengurangi atau mengakhiri kerjasama dengan PT BSP karena dikhawatirkan tidak dapat memenuhi kewajiban atau kontrak yang telah disepakati.*****