Dituntut 8,5 dan 9, 5 Tahun, Empat Terdakwa Dugaan Korupsi Rehabilitasi Gedung Politeknik KP Dumai Sampaikan Pledoi

Dituntut 8,5 dan 9, 5 Tahun,  Empat Terdakwa Dugaan Korupsi Rehabilitasi Gedung Politeknik KP Dumai Sampaikan Pledoi
Sidang di PN. tipikor Pekanbaru./ist

 

 

PEKANBARU, LIPO - Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut berbeda 4 Terdakwa  Kasus Korupsi proyek rehabilitasi Gedung Politeknik Kelautan dan Perikanan (KP) Dumai.

 Empat terdakwa dugaan korupsi proyek rehabilitasi Gedung Politeknik Kelautan dan Perikanan (KP) Kota Dumai yang merugikan negara Rp6 miliar lebih, mengajukan nota pembelaan (pledoi), Senin (1/12/25) di Pengadilan Tipikor Pekanbaru.

Keempat terdakwa itu diantaranya, Dwi Hertanto selaku Koordinator sekaligus Penanggung Jawab Kegiatan serta Ketua Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) proyek. Lalu, terdakwa Bambang Suprakto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Selanjutnya, Syaifuddin selaku Direktur Utama PT Sahabat Karya Sejati (SKS) yang merupakan rekanan pelaksana proyek. Terakhir, Muhammadyah Djunaid merupakan pemilik modal.

Terdakwa Muhammadiyah Djunaid yang dituntut Jaksa penuntut umum (JPU) Dwi Joko Prabowo SH MH selama 9,5 tahun penjara, meminta dibebaskan dari segala tuntutan jaksa. Hal itu disampaikan dalam pledoi pribadi dan Tim Kuasa Hukumnya Husein Rahim Saije SH, dihadapan majelis hakim yang dipimpin Aziz Muslin SH MH.

Husein dalam pledoinya mengatakan, tidak sependapat demgan teknik penghitungan kerugian negara (KN) JPU yang disampaikan keterangan Ahli Jasa Konstruksi Muhammad Amry ST MT IAI. Disebutkan, bahwa ahli JPU itu sangat keliru menggunakan metode pemeriksaan Koreksi Arutmetik dalam menghitung kerugian negara. Sehingga menimbulkan hasil penghitungan KN secara total loss dan bukan actual loss.


Seharusnya kata Husein, dalam penghitungan KN itu harus berdasarkan hasil penghitungan actual loss (nyata atau pasti-red).  Penghitungan yang dilakukan melalui pemeriksaan fisik terkait kunatitas atau volume pekerjaan kosntruksi.

“Hal ini berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 25 Tahun 2016 bahwa penghitungan kerugian keuangan negara tidak berpatokan terhadap potensiaal loss. Akan tetapi harus berdasarkan kerugian negara yang benar-benar terjadi dan nyata secara actual loss,”tegas Husein.

Sementara lanjut Husein, metode koreksi Aritmatik menggunakan Peraturan Menteri PUPR Nomor 28/PRT/M/2016 atau SNI 7394-2008, yang sifatnya hanya sebagai informatif atau contoh saja. Artinya, metode koreksi Aritmatik ini tidak bisa dijadikan acuan untuk menghitung kerugian negara secara nyata dan pasti (Actual loss).

Tidak hanya itu papar Husein, berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI Nomor 4 Tahun 2016 menyebutkan, bahwa hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI yang berwenang menghitung dan menyatakan adanya kerugian negara.

“Berdasarkan alasan dan fakta persidangan tersebut, maka kami memohon kepada majelis hakim yang menyidangkan perkara ini dalam putusannya untuk menyatakan membebaskan terdakwa Muhammadiyah Djunaid tidak terbukti bersalah, sebagaimana tuntutan jaksa penuntut umum. Membebaskan terdakwa dari rumah tahanan,”kata Husein.

Selanjutnya, Husein meminta agar memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat martabatnya.

Atas pledoi terdakwa itu, hakim kemudian memberikan kesempatan JPU untuk memberikan tanggapan (replik-red). Sidang ditunda Rabu (3/12/25) lusa.

Sebelumnya, JPU menuntut Muhammadiyah Djunaid selama 9,5 tahun penjara. Terdakwa juga harus membayar denda sebesar Rp500 juta atau subsider selama 5 bulan kurungan. Kemudian terdakwa dituntut dengan hukuman tambahan membayar uang pengganti (UP) kerugian negara sebesar Rp4,6 miliar atau pidana penjara selama 5 tahun.

Sementara  terdakwa Syaifuddin dituntut dengan pidana penjara selama 9 tahun. Dia juga harus membayar denda sebesar Rp500 juta atau subsider 3 bulan kurungan. Syaifuddin harus membayar UP sebesar Rp127 juta atau subsider selama 4,5 tahun penjara.

Dua terdakwa lainnya yakni Dwi Hertanto dan Bambang Suprapto, masing dituntut dengan pidana penjara selama 8 tahun 6 bulan penjara. Keduanya juga membayar denda sebesar Rp500 juta atau subsider 3 bulan kurungan.

JPU menyatakan, para terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidama.

JPU dakwaannya menyebutkan, perbuatan korupsi ini terjadi dalam kurun waktu Juli 2017 hingga Juli 2018 silam. Berawal ketika Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan, Badan Riset Sumber Daya Manusia (BRSDM), Kementerian Kelautan dan Perikanan mendapat anggaran Rp20.520.574.000 untuk kegiatan Pembangunan Gedung Politeknik Kelautan dan Perikanan (KP) Dumai yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2017.

Berdasarkan hasil lelang yang dilakukan oleh terdakwa Bambang Suprakto, maka PT Sahabat Karya Sejati (SKS) ditunjuk sebagai pemenangnya. dengan nilai kontrak sebesar Rp18.338.598.000. Dengan masa waktu pelaksanaan kegiatan selama 120 hari kalender.

Namun dalam perjalanannya, proyek ini ternyata tidak dilaksanakan sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati. Menurut JPU, keempat terdakwa memiliki peran berbeda yang mengakibatkan timbulnya kerugian negara dalam proyek tersebut.

Akibat perbuatan para terdakwa itu, berdasarkan hasil audit BPKP Provinsi Riau ditemukan kerugian negara sebesar Rp6.080.234.275..(***)

Ikuti LIPO Online di GoogleNews

#Tipikor

Index

Berita Lainnya

Index