Pekanbaru, LIPO-Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan akan terus berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi Riau guna membongkar kasus mafia perambahan hutan.
"Kita akan terus berkomunikasi dan berkonsultasi dengan Kejaksaan Tinggi Riau," kata Dirjen Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani di Pekanbaru, Senin.
KLHK melalui Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK) Wilayah II Sumatera melimpahkan berkas dan tersangka perambah hutan penyangga Taman Nasional Tesso Nilo.
Tersangka bernama Johanes Sitorus alias JS (62) diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Riau. Dalam kasus ini, Ridho menyatakan KLHK fokus pada tindak pidana kehutanan.
Selain KLHK, kasus serupa juga ditangani oleh Kejati Riau. Bedanya, KLHK menangani pidana perambahan hutan, sementara Kejati Riau menangani tindak pidana korupsi dalam perambahan tersebut dengan tersangka mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kampar, ZY.
Menurut Ridho, tidak tertutup kemungkinan tersangka JS juga bisa ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi (Tipikor) yang ditangani Kejati Riau.
Untuk itu, dia mengatakan pihaknya akan terus berkoordinasi dengan penyidik Kejati Riau guna mengungkap perkara ini lebih jelas.
"Kejahatan lingkungan itu lekat dengan tindak pidana lainnya. Selama penyidikan kita gunakan metode follow the money," jelasnya.
Dia berharap dengan ada proses hukum dalam perkara ini dapat menimbulkan efek jera terkait kasus perambahan hutan di Riau. Menurut dia, salah satu pemicu kebakaran hutan dan lahan di Riau selalu diawali dengan pembalakan dan perambahan kawasan hutan.
Dalam kasus perambahan ini, tersangka JS dan ZY bersekongkol mengeluarkan surat hak milik (SHM) pada kawasa hutan penyangga TNTN. Seluas 550,16 hektare kawasan hutan mereka terbitkan SHM. Total ada 271 SHM yang kita sita dan dijadikan barang bukti.
Penyidik BPPHLKHK Wilayah II Sumatera menjerat tersangka dengan Pasal 50 Ayat 3 huruf a dan b Juncto Pasal 78 Ayat 2 Juncto Pasal 81 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan. Tersangka terancam 10 tahun penjara dan denda Rp5 miliar.
Penyidikan JS dalam perkara perambahan kawasan hutan dilakukan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau pada 2004 silam. Namun, kasus itu sempat maju mundur bahkan pernah di hentikan. Namun, penyidikan kembali dilanjutkan pada 2009 silam.
Dari BBKSDA Riau, proses penyidikan dilanjutkan oleh Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (BPPHLHK) Wilayah II Sumatera. Kepala BPPHLHK Wilayah II Sumatera Eduwar Hutapea mengatakan penyidik sempat kesulitan mengungkap kasus yang dilakukan JS karena ratusan SHM berada di tangan tersangka dan terdiri dari sejumlah nama.
Meski begitu, kasus itu kembali diserahkan ke Kejaksaan sebelum akhirnya dinyatakan lengkap dan dilanjutkan ke tahap II, penyerahan tersangka dan barang bukti.(lipo*3/ant)
"Kita akan terus berkomunikasi dan berkonsultasi dengan Kejaksaan Tinggi Riau," kata Dirjen Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani di Pekanbaru, Senin.
KLHK melalui Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK) Wilayah II Sumatera melimpahkan berkas dan tersangka perambah hutan penyangga Taman Nasional Tesso Nilo.
Tersangka bernama Johanes Sitorus alias JS (62) diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Riau. Dalam kasus ini, Ridho menyatakan KLHK fokus pada tindak pidana kehutanan.
Selain KLHK, kasus serupa juga ditangani oleh Kejati Riau. Bedanya, KLHK menangani pidana perambahan hutan, sementara Kejati Riau menangani tindak pidana korupsi dalam perambahan tersebut dengan tersangka mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kampar, ZY.
Menurut Ridho, tidak tertutup kemungkinan tersangka JS juga bisa ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi (Tipikor) yang ditangani Kejati Riau.
Untuk itu, dia mengatakan pihaknya akan terus berkoordinasi dengan penyidik Kejati Riau guna mengungkap perkara ini lebih jelas.
"Kejahatan lingkungan itu lekat dengan tindak pidana lainnya. Selama penyidikan kita gunakan metode follow the money," jelasnya.
Dia berharap dengan ada proses hukum dalam perkara ini dapat menimbulkan efek jera terkait kasus perambahan hutan di Riau. Menurut dia, salah satu pemicu kebakaran hutan dan lahan di Riau selalu diawali dengan pembalakan dan perambahan kawasan hutan.
Dalam kasus perambahan ini, tersangka JS dan ZY bersekongkol mengeluarkan surat hak milik (SHM) pada kawasa hutan penyangga TNTN. Seluas 550,16 hektare kawasan hutan mereka terbitkan SHM. Total ada 271 SHM yang kita sita dan dijadikan barang bukti.
Penyidik BPPHLKHK Wilayah II Sumatera menjerat tersangka dengan Pasal 50 Ayat 3 huruf a dan b Juncto Pasal 78 Ayat 2 Juncto Pasal 81 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan. Tersangka terancam 10 tahun penjara dan denda Rp5 miliar.
Penyidikan JS dalam perkara perambahan kawasan hutan dilakukan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau pada 2004 silam. Namun, kasus itu sempat maju mundur bahkan pernah di hentikan. Namun, penyidikan kembali dilanjutkan pada 2009 silam.
Dari BBKSDA Riau, proses penyidikan dilanjutkan oleh Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (BPPHLHK) Wilayah II Sumatera. Kepala BPPHLHK Wilayah II Sumatera Eduwar Hutapea mengatakan penyidik sempat kesulitan mengungkap kasus yang dilakukan JS karena ratusan SHM berada di tangan tersangka dan terdiri dari sejumlah nama.
Meski begitu, kasus itu kembali diserahkan ke Kejaksaan sebelum akhirnya dinyatakan lengkap dan dilanjutkan ke tahap II, penyerahan tersangka dan barang bukti.(lipo*3/ant)