Pekanbaru, LIPO-Koordinator aksi massa yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Riau Bersih (GMRB), M Taqim meminta maaf kepada Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Riau, Sugeng Riyanta atas tudingan menerima suap.
Permintaan maaf itu disampaikan M Taqim yang didampingi orang tuanya kepada Sugeng Riyanta di Kantor Kejati Riau, Pekanbaru, Kamis siang.
"Hari ini saya datang ke Kejati Riau untuk meminta maaf secara langsung kepada Bapak Sugeng," kata Taqim dalam pertemuan yang digelar di Ruang Penkum dan Humas Kejati Riau tersebut.
Taqim sebelumnya menuding Sugeng Riyanta menerima suap sebesar Rp300 juta dari mantan Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispernda) Riau, SF Haryanto.
Tudingan itu disampaikan Taqim saat berunjuk rasa bersama puluhan rekannya di Kejati Riau awal Januari 2018 lalu. Dalam orasinya, Taqim yang merupakan mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Riau itu menyebut suap tersebut digunakan Sugeng untuk plesiran bersama 30 jaksa ke Jogjakarta pada 2017 silam.
Selain itu, suap Taqim juga menuding bahwa Sugeng menerima suang untuk perjalanan umrah bersama dengan keluarganya.
Mendapat tudingan tersebut, Sugeng kemudian mengambil langkah hukum dengan melaporkan Taqim ke Polda Riau dengan pasal penghinaan dan perbuatan tidak menyenangkan.
Belakangan Taqim menyadari bahwa seluruh tudingan yang ia sampaikan tersebut tidak berdasar. Sehingga dia yang didampingi orang tua dan rektor Universitas Pasir Pangaraian (UPP) Rokan Hulu Adolf Bastian menyambangi Sugeng.
Proses mediasi tersebut selanjutnya difasilitasi Kepala Kejaksaan Negeri Rohul, Fredy Simanjuntak.
Taqim mengakui dirinya terjebak dalam perkara SPPD fiktif di Bapenda Riau. Akibatnya ia menyampaikan tudingan tanpa bukti konkrit.
"Saya terjebak dalan perkara ini hingga menyampaikan tanpa data dan hanya sebuah opini, termasuk tentang wartawan dan LSM yang terima aliran dana (dari SF Haryanto)" katanya.
Sebelum melakukan demo di Kejati Riau, Taqim menyebut dirinya terlebih dahulu berkonsultasi dengan seseorang yang disebutnya bernama Robert. Dia merupakan ketua salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Namun yang disampaikannya saat demo, murni data dari koran dan tidak konkrit.
"Saya minta maaf kepada Pak Sugeng pribadi atas tuduhan yang saya sampaikan," akunya.
Sementara Sugeng Riyanta dalam pertemuan yang dipimpin Asisten Pengawasan (Aswas) Kejati Riau, Jasri Umar, dan turut dihadiri Asisten Intelijen (As Intel) Kejati Riau, Sumurung Pandapotan Simaremare, menyebut tudingan Taqim dalam aksi demo tersebut merupakan fitnah yang keji. Meski begitu, dirinya mengaku telah memaafkan pemuda kelahiran 1996 tersebut.
"Tuduhan keji, kalau menerima Rp300 juta dari SF Hariyanto untuk umrah dan kepergian jaksa ke Yogyakarta. Meski begitu, Insya Allah saya maafkan dengan setulus-tulusnya. Saya sudah betul-betul ridho dari awal," sebut Sugeng.
Taqim yang mengenakan baju batik lengan panjang warna merah hati itu langsung menyalami dan mencium tangan Sugeng. Begitu juga orang tuanya, menyalami dan meminta maaf atas perbuatan yang dilakukan Taqim.
Sugeng berpesan kepada Taqim untuk memikirkan apa dampak yang dirasakan dari lontarannya saat demo. Ia tidak melarang mahasiswa melakukan unjukrasa untuk menyampaikan aspirasi tapi hendaknya dilakukan idengan idealisme.
"Sekarang kita bersaudara. Mari kita didik anak ini untuk menjadi orang yang baik dan berguna," kata Sugeng saat menjabat permintaan maaf dari orang tua Taqim.
Selanjutnya, Taqim membuat surat pernyataan maaf yang ditulisnya sendiri serta ditandatangani dan diberi materai. Surat itu akan jadi pegangan bagi kejaksaan karena ucapan uang disampaikan Taqim saat dua kali demo di Kejati Riau merupakan fitnah.
Apalagi selembaran berisi fitnah yang disebar GMPR saat demo sudah sampai ke Kejaksaan Agung, hingga Bagian Pengawasan Kejati Riau diminta menyelidiki kasus tersebut.
"Permintaan maaf diterima. (Aspidsus) terlanjur diperiksa di Was (Pengawasan). Karena itu, buat surat pernyataan dan ditandatangani di atas materai," kata Aswas Kejati Riau Jasri Umar.(lipo*3/ant)
Permintaan maaf itu disampaikan M Taqim yang didampingi orang tuanya kepada Sugeng Riyanta di Kantor Kejati Riau, Pekanbaru, Kamis siang.
"Hari ini saya datang ke Kejati Riau untuk meminta maaf secara langsung kepada Bapak Sugeng," kata Taqim dalam pertemuan yang digelar di Ruang Penkum dan Humas Kejati Riau tersebut.
Taqim sebelumnya menuding Sugeng Riyanta menerima suap sebesar Rp300 juta dari mantan Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispernda) Riau, SF Haryanto.
Tudingan itu disampaikan Taqim saat berunjuk rasa bersama puluhan rekannya di Kejati Riau awal Januari 2018 lalu. Dalam orasinya, Taqim yang merupakan mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Riau itu menyebut suap tersebut digunakan Sugeng untuk plesiran bersama 30 jaksa ke Jogjakarta pada 2017 silam.
Selain itu, suap Taqim juga menuding bahwa Sugeng menerima suang untuk perjalanan umrah bersama dengan keluarganya.
Mendapat tudingan tersebut, Sugeng kemudian mengambil langkah hukum dengan melaporkan Taqim ke Polda Riau dengan pasal penghinaan dan perbuatan tidak menyenangkan.
Belakangan Taqim menyadari bahwa seluruh tudingan yang ia sampaikan tersebut tidak berdasar. Sehingga dia yang didampingi orang tua dan rektor Universitas Pasir Pangaraian (UPP) Rokan Hulu Adolf Bastian menyambangi Sugeng.
Proses mediasi tersebut selanjutnya difasilitasi Kepala Kejaksaan Negeri Rohul, Fredy Simanjuntak.
Taqim mengakui dirinya terjebak dalam perkara SPPD fiktif di Bapenda Riau. Akibatnya ia menyampaikan tudingan tanpa bukti konkrit.
"Saya terjebak dalan perkara ini hingga menyampaikan tanpa data dan hanya sebuah opini, termasuk tentang wartawan dan LSM yang terima aliran dana (dari SF Haryanto)" katanya.
Sebelum melakukan demo di Kejati Riau, Taqim menyebut dirinya terlebih dahulu berkonsultasi dengan seseorang yang disebutnya bernama Robert. Dia merupakan ketua salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Namun yang disampaikannya saat demo, murni data dari koran dan tidak konkrit.
"Saya minta maaf kepada Pak Sugeng pribadi atas tuduhan yang saya sampaikan," akunya.
Sementara Sugeng Riyanta dalam pertemuan yang dipimpin Asisten Pengawasan (Aswas) Kejati Riau, Jasri Umar, dan turut dihadiri Asisten Intelijen (As Intel) Kejati Riau, Sumurung Pandapotan Simaremare, menyebut tudingan Taqim dalam aksi demo tersebut merupakan fitnah yang keji. Meski begitu, dirinya mengaku telah memaafkan pemuda kelahiran 1996 tersebut.
"Tuduhan keji, kalau menerima Rp300 juta dari SF Hariyanto untuk umrah dan kepergian jaksa ke Yogyakarta. Meski begitu, Insya Allah saya maafkan dengan setulus-tulusnya. Saya sudah betul-betul ridho dari awal," sebut Sugeng.
Taqim yang mengenakan baju batik lengan panjang warna merah hati itu langsung menyalami dan mencium tangan Sugeng. Begitu juga orang tuanya, menyalami dan meminta maaf atas perbuatan yang dilakukan Taqim.
Sugeng berpesan kepada Taqim untuk memikirkan apa dampak yang dirasakan dari lontarannya saat demo. Ia tidak melarang mahasiswa melakukan unjukrasa untuk menyampaikan aspirasi tapi hendaknya dilakukan idengan idealisme.
"Sekarang kita bersaudara. Mari kita didik anak ini untuk menjadi orang yang baik dan berguna," kata Sugeng saat menjabat permintaan maaf dari orang tua Taqim.
Selanjutnya, Taqim membuat surat pernyataan maaf yang ditulisnya sendiri serta ditandatangani dan diberi materai. Surat itu akan jadi pegangan bagi kejaksaan karena ucapan uang disampaikan Taqim saat dua kali demo di Kejati Riau merupakan fitnah.
Apalagi selembaran berisi fitnah yang disebar GMPR saat demo sudah sampai ke Kejaksaan Agung, hingga Bagian Pengawasan Kejati Riau diminta menyelidiki kasus tersebut.
"Permintaan maaf diterima. (Aspidsus) terlanjur diperiksa di Was (Pengawasan). Karena itu, buat surat pernyataan dan ditandatangani di atas materai," kata Aswas Kejati Riau Jasri Umar.(lipo*3/ant)