Pekanbaru, LIPO - Kejaksaan Negeri Pekanbaru menyatakan telah memeriksa sebanyak 15 saksi terkait penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi pembangunan drainase Jalan Soekarno-Hatta senilai Rp11,4 miliar di ibu kota Provinsi Riau tersebut.
"Sejauh ini, kita telah memeriksa lebih dari 15 saksi," kata Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Kejari Pekanbaru Ahmad Fuady di Pekanbaru, Senin.
Dia menjelaskan para saksi yang diperiksa berasal dari pihak Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Riau serta penyedia barang.
Selain memeriksa dan mengklarifikasi sejumlah saksi terkait proyek itu, dia mengatakan penyidik juga telah menurukan tim ahli teknis. Tim tersebut bertugas memeriksa pengerjaan fisik proyek drainase dengan bantukan tenaga serta peralatan tim Kejari Pekanbaru.
"Tim ahli sudah melakukan cek fisik proyek itu pada pekan lalu," tuturnya.
Proses pengecekan fisik itu diketahui dengan melakukan pengukuran dan pemeriksaan teknis. Dari cek fisik tersebut akan diketahui apakah pekerjaan proyek telah sesuai dengan spesifikasi teknis atau tidak. Hasil itulah nantinya yang akan dijadikan salah satu alat bukti dalam proses penyidikan perkara tersebut.
"Apakah ada kerugian negara atau tidaknya, kita tunggu hasil dari pemeriksaan teknis tersebut," tambahnya.
Dalam perkara itu, dugaan penyimpangan sudah ada sejak proses tender dilakukan. Sejumlah pihak diduga melakukan pengaturan lelang untuk memenangkan salah satu perusahaan dalam kegiatan tersebut.
Dalam pengaturan itu, terdapat uang "pelicin" sebesar Rp100 juta. Uang tersebut disita dari Kelompok Kerja (Pokja) di Unit Layanan Pengadaan (ULP) Provinsi Riau. Mereka mengembalikan uang tersebut pada Selasa (5/6) lalu, setelah perkara ini disidik penyidik Pidsus Kejari Pekanbaru.
Uang itu diketahui untuk mengkondisikan lelang kegiatan proyek tahun 2016 lalu hingga akhirnya memenangkan suatu perusahaan. Uang itu diterima Pokja dari seseorang bernama Nur Ikhsan. Dari pemeriksaan, pihak Pokja mengakui telah menerima uang tersebut.
Kejari Pekanbaru diketahui mulai mendalami proyek yang dikerjakan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Riau itu dalam beberapa waktu terakhir.
Pembangunan drainase yang menelan anggaran APBD Provinsi Riau 2016 sebesar Rp11,4 miliar itu diduga terjadi penyimpangan.
Kasipidsus Kejari Pekanbaru, Sri Odit Megonondo mengakui bahwa Kejari Pekanbaru telah mengantongi sejumlah bukti permulaan terkit penyimpangan itu.
Adapun proyek yang disidik itu, yakni pembangunan drainase Soekarno Hatta, paket A yang pengerjaan proyek dilakukan dari Simpang Jalan Riau hingga Mal SKA Pekanbaru. Diduga, pengerjaan proyek tidak sesuai kontrak yang mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan negara.
Kejaksaan sendiri sudah mencium adanya penyimpangan ini pada awal 2018 lalu dan mulai melakukan serangkaian penyelidikan.(lipo*3/ant)
"Sejauh ini, kita telah memeriksa lebih dari 15 saksi," kata Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Kejari Pekanbaru Ahmad Fuady di Pekanbaru, Senin.
Dia menjelaskan para saksi yang diperiksa berasal dari pihak Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Riau serta penyedia barang.
Selain memeriksa dan mengklarifikasi sejumlah saksi terkait proyek itu, dia mengatakan penyidik juga telah menurukan tim ahli teknis. Tim tersebut bertugas memeriksa pengerjaan fisik proyek drainase dengan bantukan tenaga serta peralatan tim Kejari Pekanbaru.
"Tim ahli sudah melakukan cek fisik proyek itu pada pekan lalu," tuturnya.
Proses pengecekan fisik itu diketahui dengan melakukan pengukuran dan pemeriksaan teknis. Dari cek fisik tersebut akan diketahui apakah pekerjaan proyek telah sesuai dengan spesifikasi teknis atau tidak. Hasil itulah nantinya yang akan dijadikan salah satu alat bukti dalam proses penyidikan perkara tersebut.
"Apakah ada kerugian negara atau tidaknya, kita tunggu hasil dari pemeriksaan teknis tersebut," tambahnya.
Dalam perkara itu, dugaan penyimpangan sudah ada sejak proses tender dilakukan. Sejumlah pihak diduga melakukan pengaturan lelang untuk memenangkan salah satu perusahaan dalam kegiatan tersebut.
Dalam pengaturan itu, terdapat uang "pelicin" sebesar Rp100 juta. Uang tersebut disita dari Kelompok Kerja (Pokja) di Unit Layanan Pengadaan (ULP) Provinsi Riau. Mereka mengembalikan uang tersebut pada Selasa (5/6) lalu, setelah perkara ini disidik penyidik Pidsus Kejari Pekanbaru.
Uang itu diketahui untuk mengkondisikan lelang kegiatan proyek tahun 2016 lalu hingga akhirnya memenangkan suatu perusahaan. Uang itu diterima Pokja dari seseorang bernama Nur Ikhsan. Dari pemeriksaan, pihak Pokja mengakui telah menerima uang tersebut.
Kejari Pekanbaru diketahui mulai mendalami proyek yang dikerjakan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Riau itu dalam beberapa waktu terakhir.
Pembangunan drainase yang menelan anggaran APBD Provinsi Riau 2016 sebesar Rp11,4 miliar itu diduga terjadi penyimpangan.
Kasipidsus Kejari Pekanbaru, Sri Odit Megonondo mengakui bahwa Kejari Pekanbaru telah mengantongi sejumlah bukti permulaan terkit penyimpangan itu.
Adapun proyek yang disidik itu, yakni pembangunan drainase Soekarno Hatta, paket A yang pengerjaan proyek dilakukan dari Simpang Jalan Riau hingga Mal SKA Pekanbaru. Diduga, pengerjaan proyek tidak sesuai kontrak yang mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan negara.
Kejaksaan sendiri sudah mencium adanya penyimpangan ini pada awal 2018 lalu dan mulai melakukan serangkaian penyelidikan.(lipo*3/ant)