Pekanbaru, LIPO - Kapolda Riau Irjen Pol Widodo Eko mengatakan, dua daerah di Riau, yakni Kota Pekanbaru dan Dumai, merupakan kawasan merah atau paling rawan dalam peredaran narkoba.
"Ada beberapa tempat jadi kawasan merah peredaran narkoba. Saya sebutkan Dumai, pesisir pantai juga termasuk Pekanbaru. Sangat merah," kata Kapolda di Pekanbaru, Kamis.
Alasan Kapolda Riau mengatakan hal tersebut karena dalam dua bulan terakhir ada tiga pengungkapan kasus yang cukup besar di daerah tersebut.
Total barang bukti yang disita antara lain narkoba jenis sabu mencapai sekitar 38 kilogram, dan ekstasi sebanyak 68.070 butir.
"Ini jumlah yang cukup besar untuk wilayah Riau. Sabu 38 kg ini bisa mengakibatkan korban kecanduan sampai 178 ribu orang, dan ekstasinya bisa lebih dari 68 ribu orang," katanya.
Menurut dia, posisi geografis Riau yang berbatasan dengan Selat Malaka membuat mudahnya disusupi narkoba dari jaringan internasional masuk melalui pelabuhan tidak resmi atau kerap disebut pelabuhan tikus.
"Kami melihat Riau masih sebagai daerah lalu lintas peredaran, belum sebagai tempat memproduksi narkoba, karena kondisi geografis kita berbatasan dengan Selat Malaka dengan garis pantai yang panjang dan banyak pelabuhan tikus yang bisa dilewati," ujarnya.
Kapolda Riau bertekad bahwa jajaran Polda Riau termasuk 12 Polres di daerah itu akan terus memerangi peredaran narkoba dengan segala cara.
"Kondisinya kini kita harus kuat-kuatan melawan jaringan ini. Kalau kita kendor, mereka naik. Kalau kita kuat, mereka kendor," katanya.
Selain itu, ia juga berharap kesadaran dari masyarakat untuk ikut mengikis dan melawan peredaran narkoba. Peran keluarga sangat penting untuk menimbulkan kesadaran tentang bahaya narkoba.
"Harapan saya, masyarakat juga peduli, jangan hanya andalkan sisi penegakan hukum. Ajak keluarga untuk mewaspadai kondisi Riau yang rawan," ujarnya.(lipo*3/ant)
"Ada beberapa tempat jadi kawasan merah peredaran narkoba. Saya sebutkan Dumai, pesisir pantai juga termasuk Pekanbaru. Sangat merah," kata Kapolda di Pekanbaru, Kamis.
Alasan Kapolda Riau mengatakan hal tersebut karena dalam dua bulan terakhir ada tiga pengungkapan kasus yang cukup besar di daerah tersebut.
Total barang bukti yang disita antara lain narkoba jenis sabu mencapai sekitar 38 kilogram, dan ekstasi sebanyak 68.070 butir.
"Ini jumlah yang cukup besar untuk wilayah Riau. Sabu 38 kg ini bisa mengakibatkan korban kecanduan sampai 178 ribu orang, dan ekstasinya bisa lebih dari 68 ribu orang," katanya.
Menurut dia, posisi geografis Riau yang berbatasan dengan Selat Malaka membuat mudahnya disusupi narkoba dari jaringan internasional masuk melalui pelabuhan tidak resmi atau kerap disebut pelabuhan tikus.
"Kami melihat Riau masih sebagai daerah lalu lintas peredaran, belum sebagai tempat memproduksi narkoba, karena kondisi geografis kita berbatasan dengan Selat Malaka dengan garis pantai yang panjang dan banyak pelabuhan tikus yang bisa dilewati," ujarnya.
Kapolda Riau bertekad bahwa jajaran Polda Riau termasuk 12 Polres di daerah itu akan terus memerangi peredaran narkoba dengan segala cara.
"Kondisinya kini kita harus kuat-kuatan melawan jaringan ini. Kalau kita kendor, mereka naik. Kalau kita kuat, mereka kendor," katanya.
Selain itu, ia juga berharap kesadaran dari masyarakat untuk ikut mengikis dan melawan peredaran narkoba. Peran keluarga sangat penting untuk menimbulkan kesadaran tentang bahaya narkoba.
"Harapan saya, masyarakat juga peduli, jangan hanya andalkan sisi penegakan hukum. Ajak keluarga untuk mewaspadai kondisi Riau yang rawan," ujarnya.(lipo*3/ant)