KPK Geledah Tiga Tempat Terkait Kasus Andi Putra

KPK Geledah Tiga Tempat Terkait Kasus Andi Putra
ilustrasi/int
PEKANBARU, LIPO - Tiga lokasi di Pekanbaru, Riau, yakni Yakni di sebuah kantor di Kecamatan Limapuluh, rumah kediaman di Tangkerang dan rumah di Kelurahan Maharatu, Marpoyan Damai, digeledah Tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  terkait dugaan suap pengurusan perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) sawit di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing). Perkara ini melibatkan Bupati Kuansing, Andi Putra dan pihak swasta.

Penggeledahan ini untuk memperkuat bukti tindak pidana yang dilakukan kedua tersangka, tim penyidik melakukan pengeledahan di tiga lokasi berbeda, Kamis (21/10/2021).

Andi Putra ditetapkan sebagai tersangka setelah terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK di Kuansing, Senin (18/10/2021). Selain Andi Putra, status tersangka juga disematkan KPK kepada General Manager PT Adimulia Agrolestari (PT AA), Sudarso.

Saat ini, Andi Putra sudah ditahan ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK pada Gedung Merah Putih KPK sedangkan Sudarso ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur. Penahanan awal selama 20 hari, terhitung 19 Oktober sampai 7 November 2021.

"Dari tiga lokasi itu, ditemukan dan diamankan bukti antara lain berbagai dokumen berupa catatan keuangan yang diduga terkait dengan perkara," Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara KPK, Ali Fikri, Jumat (22/10/2021).

Selanjutnya, kata Ali Fikri, semua dokumen yang disita dibawa ke gedung Merah Putih KPK. Dokumen akan dicocokkan dengan perkara suap yang melibatkan Andi Putra dan Sudarso.

"Bukti-bukti tersebut akan dicocokkan keterkaitannya dengan perkara ini dan dilakukan penyitaan untuk melengkapi berkas perkara tersangka AP dan kawan-kawan," tutur Ali Fikri.

Sebelumnya, Andi Putra dan sejumlah pihak diamankan KPK terkait dugaan suap kasus perpanjangan izin HGU perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan.

Setelah melakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan di Mapolda Riau,  KPK menetapkan dua orang sebagai tersangka, yakni Bupati Kuansing (AP) dan pihak swasta dari General Manager PT AA (SDR). Keduanya ditetapkan sebagai tersangka setelah mendapatkan alat bukti yang cukup.  

"Kita mengumumkan untuk dua orang tersangka, yang pertama AP, Bupati Kuantan Singingi untuk periode 2021-2026, kemudian SDR, swasta, adalah general manager PT AA," kata Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar, di KPK, Jakarta Selatan, Selasa (19/10/2021).

Sejauh ini KPK telah melakukan pemeriksaan terhadap 8 orang baik dari pihak pemerintahan, maupun pihak swasta terkait OTT tersebut. Delapan orang yang diperiksa KPK terkait OTT ini adalah Bupati Kuansing (AP), Ajudan Bupati (HK), Staff Umum Persuratan Bupati (AM), Supir Bupati (DI), General Manager PT AA (SDR), Senior Manager PT AA (PN), Supir PT AA (YD), Supir (JG). 

Disebutkan Lili Pintauli Siregar dalam siaran pers, kasus ini terungkap bermula dari pengaduan masyarakat. Disebutkan KPK memperoleh informasi bahwa SDR pada 18 Oktober 2021 diduga telah membawa sejumlah uang yang diduga akan diserahkan kepada AP atau yang mewakili. Uang tersebut diduga juga telah diantar ke rumah AP. Sekitar 15 menit kemudian SDR dan PA keluar dari rumah pribadi AP. Lalu, KPK langsung mengamankan SDR, PN, YD, dan JG di Kuansing.

"Uang itu diduga masuk ke rumah pribadi AP di Kuansing," jelas Lili. 

Diceritakan Lili Pintauli Siregar, setelah memastikan adanya dugaan pemberian uang ke AP, KPK berupaya mengamankan AP. Namun pada saat itu AP tidak bereda di tempat, dan diketahui berada di Pekanbaru. Lalu Tim KPK mendatangi rumah pribadi AP di Pekanbaru, akan tetapi KPK tidak menemukan AP. Kemudian KPK menghubungi pihak keluarga AP untuk menghubungi AP untuk menemui Tim KPK di Mapolda Riau. Akhirnya AP, HK, HM, dan DI mendatangi Polda Riau menemui KPK dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan.

Dalam kegiatan OTT ini KPK menemukan bukti petunjuk penyerahan uang sebesar 500 jt, uang tunai Rp 80,9 juta, dan mata uang asing SGD1.680, beserta perangkat seluler Iphone XR. 

Atas perbuatannya tersebut, Tersangka SDR selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Sedangkan AP selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) 

atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (*2)

Ikuti LIPO Online di GoogleNews

Berita Lainnya

Index