Penerapan Kerugian Perekonomian Negara dalam Perkara Korupsi

Penerapan Kerugian Perekonomian Negara dalam Perkara Korupsi
DR drs Nengah Renaya, SPd, SH, Mkn/LIPO
LIPO - Sebagaimana diketahui gencarnya penindakan yang dilakukan oleh Aparatur Kejaksaan RI dan jajarannya perlu mendapatkan apresiasi sekaligus dukungan penuh bagi kita semua termasuk kalangan praktisi hukum, pemerhati hukum dan Akademisi Hukum.

Langkah strategis tindakan represif Kejaksaan Agung dalam menggoreng kasus yang terkait dengan kepentingan masyarakat adalah hal yang sangat populis, bagi masyarakat tentu saja tidak hanya menyalahkan pemerintah sebagai pembuat regulasi atau kebijakan tata kelola kepentingan masyarakat, tetapi akan lebih jauh mengetahui ternyata di tengah kesulitan dan himpitan masyarakat masih ada yang tega berbuat keji dengan menyalahgunakan Fasilitas eksport Import yang diberikan pengusahaan untuk mempermainkan harga yang disebut dengan "Mafia" atau "Kartel" yang tidak lain adalah "corruptio" kalau diterjemahkan dalam KBBI adalah Kejahatan, Keburukan, dapat disuap, dan tidak bermoral, untuk itu mari kita mengawasi prilaku buruk para Mafia, Kartel dan koruptor ini untuk membantu penegakan hukum, kita semua tidak boleh diam atau mendiamkan bersikap permisif atau tidak mau tahu, karena yang menjadi korban adalah bukan saja Keuangan Negara yang digerogoti akibat fasilitas dan kemudahan yang diberikan oleh Negara. Tetapi juga, para pengusaha kecil dan menengah yang tidak mampu bersaing karena harga pasar dengan kualitas yang lebih baik, dan masyarakat juga menjadi korban karena permainan harga oleh pelaku korupsi dimaksud.

Disisi lain, memang dengan Putusan MK No.25/PUU-XIV/2016, yang mencabut kata "DAPAT" dan menjadikan pasal 2(1) dan pasal 3 delik materiil yang menunjukkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara haruslah menjadi nyata dan pasti (actual loss), sehingga disisi lain menjadi hambatan dalam menerapkan unsur kerugian perekonomian negara.

Namun demikian, Kejaksaan sudah pernah menerapkan beberapa kasus terkait dengan penerapan dan pembuktian "perekonomian negara" yang bisa menjadi yurisprudensi bagi penegak hukum dalam mengambil pertimbangan dan keputusan anatara lain jauh sebelum adanya putusan Makamah Konstitusi (MK), antara lain, putusan nomor; 1164 K/ Pid/1985 atas nama terdakwa TG, dimana terdakwa secara melawan hukum membangun tanpa ijin diwilayah perairan di wikayah mikik negara yang mengakibatkan Negara tidak dapat memanfaatkan dan menggunakan untuk kepentingan umum menurut Majelis Hakim pada saat itu termasuk perbuatan yang merugikan "perekonomian negara".

Pada kasus lain juga berkaitan dengan perekonomian negara adalah putusan Nomor; 1144 K/ Pid/ 2006 atas nama terdakwa ECW N sebagai direktur Utama Bank Mandiri yang memberikan pinjaman (Bridging loan) secara melawan hukum dengan tidak memperhatikan prinsip ke-hati-hatian dalam Perbankan dan cenderung KKN, menurut pertimbangan Majelis Hakim termasuk merugikan perekonomian Negara karena dengan memberikan jumlah kredit yang besar dalam kondisi Negara dan masyarakat membutuhkan pembangunan ekonomi kerakyatan dan diberikan kepada pengusaha yang tidak produktif.

Dalam perkembangannya setelah atau pasca dikeluarkannya putusan MK, kasus yang terbukti dalam penerapan unsur perekonomian Negara adalah kasus ekspor tekstil oleh PT. Peter Garmindo Prima dan PT. Flemings Indo Batam atas nama terdakwa Drs . Ir dengan Putusan MA No.4952 K/Pid.sus/2021 tanggal 8 Desember 2021.

Dimana dalam pertimbangannya menyatakan, bahwa terdakwa akibat terjadinya penyalahgunaan ijin Import makan terjadi lonjakan jumlah import barang yang masuk yang berpotensi merugikan prokduk tekstil dalam negeri dan menyebabkan penutupan sejumlah pabrik tekstil dan UMKM yg berdampak pula terjadinya pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran, kemudian akibat penurunan produksi dalam negeri yang menurun terdapat pula pangsa pasar domestik mengalami penurunan, akibatnnya juga berpengaruh terhadap industri perbankkan yang telah memberikan kredit terhadap pabrik-pabrik tekstil yang tutup dan tidak mampu membayar cicilan. Hal ini juga sangat bertengangan dengan kebijakan ekonomi Mikro dalam rangka melindungi daya saing industri tekstil dalam negeri terhadap tekstil import.

Hal inilah yang menjadi pertimbangan perlunya penerapan perekonomian negara dalam kasus-kasus tertentu yang saat ini ditangani oleh Kejaksaan Agung berkaitan dengan Ekspor Import, yang paling terpenting bagaimana hak-hak ekonomi masyarakat dapat terjamin dengan baik dan dapat terlindungi dengan baik sehingga sirkulasi perekinomian di masyakat dapat bergerak dan peredaran uang di masyarakat secara kontinyu tidak terganggu dengan kepentingan individu, kelompok dan golongan yang hanya mencari keuntungan sesaat.

Jika penerapan perekonomian negara dapat diterapkan, Kejaksaan tidak saja menuntut secara riil kerugian negara sebagai uang pengganti tetapi juga akan dapat merampas seluruh asset terdakwa dan perusahaan sebagai pergantian atas  tergerusnya perekonomian masyarakat luas akibat perbuatannya. (*1)

Penulis: DR drs Nengah Renaya, SPd, SH, Mkn
Praktisi hukum, Notaris dan PPAT serta Dosen pengajar Pasca Sarjana Universitas Warmadewa dn Dosen Magister Ke Notariatan Universitas Udayana.

Baca:

Ikuti LIPO Online di GoogleNews

Berita Lainnya

Index