Epistemologi Sepak Bola

PSSI akan Melangsungkan Kongres Luar Biasa (KLB) pada 16 Februari 2023

PSSI akan Melangsungkan Kongres Luar Biasa (KLB) pada 16 Februari 2023
Suryansyah (Sekretaris Siwo PWI Pusat)/siwo

Suryansyah (Sekretaris Siwo PWI Pusat)

LIPO - Suatu persoalan yang sangat memilukan memicu pertanggung jawaban pemimpin tertinggi, tragedi Kanjuruhan. 133 nyawa supporter/penonton sepakbola Aremania melayang.

Jumlah korban terbesar kedua di dunia setelah tragedi di Estadio Nacional, Lima, Peru yang menelan korban jiwa sebanyak 328 jiwa yang terjadi pada 1964.

Tidak hanya soal Kanjuruhan yang hadir dalam persepakbolaan Indonesia. Masih ada isu keberlangsungan kompetisi profesional dan klub, keamanan stadion, kompetisi berjenjang kelompok usia, profesionalisme wasit, regulasi dan penegakannya.

Semua pengetahuan ontologis tentang sepak bola Indonesia tersedia dalam mesin pencarian dan atau arsip, baik yang diterbitkan oleh PSSI maupun oleh pihak lain, termasuk pers.

Belum lagi pasokan laporan yang bersifat internal dan rahasia. Tidak akan ada kekurangan bahan untuk calon ketua dan wakil ketua umum PSSI untuk memiliki koleksi pengetahuan ontologis mengenai persepakbolaan Indonesia untuk diidentifikasi dan dipetakan. Ini adalah modal awal untuk melangkah.

Tangkapan visual dan pemahaman mengenai fakta persepakbolaan Indonesia mengimplikasikan pembentukan peta konsep (mind mapping) untuk membentuk epistemologi, yakni sistem berpikir, metode berpikir untuk mengentaskan persoalan ontologis.

Setelah identifikasi persoalan dan pemetaannya, maka strategi untuk menghasilkan kerangka teoritik dan konseptual yang sistematik untuk mengurai persoalan-persoalan yang diidap persepakbolaan Indonesia.

Melalui cara yang dianjurkan Jujun Suriasumantri (1989), yakni cara berpikir mendasar, menyeluruh dan spekulatif dapat diterapkan untuk membangun episitemologi sepakbola.

Berpikir mendasar ditujukan untuk menangkap esenisi persoalan dan menempatkan sesuai dengan derajat, bobot dan urgensinya.

Solusi diciptakan berdasarkan ketiga indikator ordinalistik tersebut. Berpikir menyeluruh menampilkan pemahaman utuh terhadap persoalan dan mampu menemukan jawaban berdasarkan penjelasan analitik, kasus dan analisis komparatif.

Ada banyak data dan informasi yang tersedia dan dapat diakses untuk keperluan itu. Cara berpikir spekulatif mengantarkan kepada pragmatisme untuk menmukan solusi terhadap persoalan yang hadir.

Masih dalam lingkup ini, cara berpikir spekulatif dapat menghasilkan solusi yang kreatif untuk menerobos stagnasi dan kelambanan.

Meminjam paradigma ilmunya Thomas Kuhn (1989), ada kondisi normal dalam penyelenggaraan kegiatan persepakbolaan, kemudian muncul krisis, dalam hal ini, katakanlah tragedi Kanjuruhan yang mengguncangkan kemapanan kepemimpinan persepakbolaan.

Alasan normatif tidak memadai untuk meredam krisis. Tidak ada jalan lain, maka merujuk Statuta PSSI Pasal 34, PSSI mengadakan KLB. Apa yang dikatakan Kuhn adalah adanya tawaran radikal terhadap pergantian pucuk pimpinan PSSI, berupa program konseptual dan tahapan pencapaian tujuan untuk merespon krisis dengan janji yang dirancang untuk dikerjakan dan diberhasilkan.

Pada tataran inilah apa yang dikatakan Franz Magnis Suseno (1992) mengutip Immanuel Kant tentang pembedaan terhadap legalitas (taat pada aturan) dan moralitas (taat pada kewajiban yang disadari dalam hati). Ini sulitnya.

Bagaimana menyambungkan antara moralitas dan legalitas. Dalam perspektif positivisme hukum, legalitas adalah maxim (titik tertinggi) dalam pelaksanaan hukum, kendati bertentangan dengan moralitas.

Tetapi ia kukuh sebagai benteng untuk mempertahankan eksistensi dan ketidakbersalahan.

Oleh sebab itu, dengan menggunakan legalitas pula, panggilan moral tersebut dapat disahuti dan direalisasikan. KLB legalitas yang dimaksud. Itu modal, tetapi belum menunjukkan apa-apa untuk masa depan kepemimpinan, baru sebatas tawaran program kerja yang dikemas dalam tujuan utama.

Mazhab teori kritis memberikan peluang untuk melakukan kritisisme terhadap tawaran tersebut. Tujuan menggunakan teori kritis melakukan penyingkapan tabir persoalan, mencerahkan persepakbolaan Indonesia dan membangun kesadaran kritis (Suseno, 1992) pada semua pemangku kepentingan persepakbolaan Indonesia.

Kritik dalam artian Kantian adalah kegiatan pengujian terhadap kesahihan dari klaim (Hardiman, 1990), dalam hal ini adalah tawaran kepemimpinan yang mencerahkan persepakbolaan Indonesia, semata-mata untuk menemukan ideologi sepakbola yang sesungguhnya dalam tawaran kepemimpinan tersebut.

Demi kemajuan sepak bola Indonesia. Caranya, publikasikan semua tawaran tersebut dan kontestasikan semuanya untuk mendapatkan keyakinan akan ideologi sepak bola dari semua calon Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum.***

Cimanggis, Depok, 01 Februari 2023

Ikuti LIPO Online di GoogleNews

Berita Lainnya

Index